Chereads / Friendshit Zone / Chapter 8 - 8. Keluar Dari Zona Nyaman

Chapter 8 - 8. Keluar Dari Zona Nyaman

"Hei guys, siapa yang udah bikin pr matematika?" Teriak Adel di depan kelas agar mendapatkan perhatian satu kelasnya.

Namun kelas 3 F memang sangat ramai. Entah itu hanya sekedar ngobrol-ngobrol santai sebelum guru masuk. Ada juga yang bermain gitar di dalam kelas.

"Perjalaaanan membawamu, bertemu denganku, ku bertemu kamuu ...."

Riyan memetik gitarnya full senyum dengan posisi duduk di atas bangku Serina.

Mereka berdua baru saja jadian 3 hari yang lalu. Riyan menembaknya di kelas waktu mata pelajaran matematika. Hah nembak pas lagi pelajaran? Matematika lagi? Kok bisa?

Aneh, 'kan? Tapi memang benar-benar nyata.

Jadi begini ceritanya. Waktu itu Pak Tio menjelaskan tentang rumus mean, median, modus dan Riyan masih saja ramai di kelas dengan teman-teman nya. Pak Tio yang sangat geram segera menyuruh Riyan maju ke depan dan memberikan contoh modus kepada teman-teman nya. Eh anak itu malah modusin gebetannya.

Dia berjalan dengan lagaknya yang sok keren dan menyugar rambutnya. Kemudian tatapannya menyorot ke Serina, gadis yang ia sukai sejak lama.

'Ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku,' batinnya sambil tersenyum.

"Contoh modus adalah seperti ini." Riyan menuliskan sesuatu di papan tulis dengan spidol hitamnya.

Pak Tio yang tidak yakin dengan kemampuan Riyan masih penasaran apa yang akan dibuatnya. Begitu juga dengan teman-teman satu kelas. Dan akhirnya Riyan menggambar sebuah hati yang sangat besar di papan tulis.

"Apa yang sedang kamu gambar, Riyan! Saya menyuruh mu membuat contoh soal modus!" Kata Pak Tio memperingatkannya sambil membenarkan letak kacamata kotaknya.

Riyan masih saja meneruskan gambarannya dan bagian tengahnya ia beri tulisan Riyan love Serina.

Seluruh murid-murid di kelas langsung berteriak ramai setelah melihat karya Riyan. Mereka langsung menyorakinya dan memberi siulan-siulan godaan. Sedangkan gadis yang bernama Serina itu malah menutupi wajahnya karena malu.

"Riyan!" Murka Pak Tio.

"Iya saya Riyan, Saya menyukai salah satu gadis di kelas ini bernama Serina. Bagi yang bernama Serina mohon segera dijawab pernyataan saya," ucap Riyan keras dan tersenyum lebar memandang gadis incarannya yang masih menunduk malu.

"Woah ... Riyan! Kamu memang mantul!" Kata Bintang, si ketua kelas dengan mengangkat jempolnya.

"Ketua kelas!" Tegas Pak Tio kepada Bintang.

"Maaf, Pak. Saya mendukung kisah cinta mereka," jawab Bintang lirih tak lupa dengan kekehannya.

"Iya, Pak. Saya juga mendukung!" Jawab yang lain.

"Terima ... Terima ... Terima!"

Sorakan anak-anak kelas malah semakin ramai. Serina masih malu-malu di bangkunya sendiri. Guru yang rambutnya sudah hampir didominasi oleh uban tersebut sampai kebingungan.

"Terima ... Terima ...."

Akhirnya Serina memberanikan diri untuk menurunkan tangannya. Ia menghadap Riyan yang masih menatapnya dengan tersenyum. Pandangan mereka bertemu, dan akhirnya Serina mengangguk.

"I-iya ... Aku menerimanya."

Sontak sorakan di kelas semakin ramai. Banyak siswi-siswi lain yang dibuat baper olehnya. Pernyataan cinta yang sangat mainstream itu mengundang banyak perhatian. Akhir cerita mereka adalah happy ending. Mereka tetap berpacaran hingga sekarang.

"Woah ... Aku nggak nyangka Riyan akan sebucin itu sama kamu, Rin," bisik Melani pada Serina saat melihat Riyan yang masih saja bernyanyi sembari memainkan gitar di atas mejanya, karena mereka berdua sebangku.

"Hihi ... Aku juga gak nyangka dia kayak gitu. Tapi aku sukak!" Kata Serina sambil menutup mulutnya tersenyum malu-malu memandang cowoknya.

"Pokoknya lagu ini semua aku persembahkan buat kamu seorang."

"Cie cie ...."

"Cuit cuit!"

"Anjay geli gue dengernya."

Perkataan gombal Riyan itu segera mendapatkan sorakan dari teman-temannya.

Mereka sudah tahu karakter Riyan yang somplak dan tak tahu malu, bahkan sering malu-maluin berpacaran dengan Serina, gadis yang sangat kalem dan pemalu. Hmm ... Dunia memanglah adil. Yang introvert dipasangkan dengan ekstrovert. Yang pemalu dipasangkan dengan yang tidak tahu malu.

"Hei! Apa kalian tidak mendengarkan ku?!"

Adel berteriak kencang ketika tidak mendapatkan respon apapun oleh teman-temannya.

"Ada apa sih woi, jangan teriak-teriak napa? Ganggu orang lagi memadu kasih aja!" Ceplos Riyan menghentikan permainan gitarnya.

"Apa Lo bilang? Gue kayak gini tuh masih memperjuangin tugas gue, sekolah gue. Gak kaya Lo yang otaknya isinya bucin mulu, niat sekolah nggak Lo?"

"Halah gitu aja, tapi tetep mau nyontek, 'kan?" Sahut Riyan terkekeh.

Serina memegang tangannya dan menggeleng agar tidak meneruskan. Karena Adel adalah temannya, ia tidak mau pacarnya memiliki masalah dengan sahabatnya sendiri.

"Udah, Bee."

"Hei Lo, masih mending temen gue mau nerima pernyataan cinta Lo kemarin. Coba aja si Serin nolak, mampus nggak Lo dipermaluin di depan kelas!" Sindir Adel.

Mampus kau. Si Riyan tidak bisa berkutik lagi setelah itu. Adel memang sangat pandai membolak-balikkan perkataannya, sekalinya berbicara ia bisa mengeluarkan cabe dari mulutnya. Alias perkataannya yang sangat pedas dan ceplas-ceplos tetapi memang benar kenyataannya.

"Hei jaga ya mulut comber lo-"

"Udah, Bee. Nggak usah dijawab lagi, mending kamu balik deh ke tempat dudukmu sendiri."

Serina menghentikan percekcokan itu dan berakhir Riyan mengalah. Ia berjalan ke belakang kembali ke tempat duduknya sambil melirik ke arah Adel.

"Awas lu, ya. Aku ngalah karena cewek gue."

"Wlee ... Dia masih bestie gue, dia pasti lebih dengerin gue daripada Lo!" Balas Adel menjulurkan lidahnya.

Akhirnya tidak ada percekcokan lagi walaupun kelas masih terdengar bisik-bisik an ramai. Adel berjalan kembali ke bangkunya dan mendudukkan pantatnya dengan lemas.

"Kenapa? Kamu belum ngerjain matematika?" Tanya Melani ketika Adel sudah duduk lemas di depannya.

"Hmm," gumamnya tanpa menoleh.

"Ini, aku udah ngerjain nih."

Spontan mata Adel langsung berbinar-binar dan menoleh ke belakang.

"Ha, beneran nih, Mel. Kamu kasih aku contekan?" Ulangnya dengan semangat.

"Iya, beneran. Udah gih cepet kerjain keburu Pak Tio datang."

"Waahhhh makasih banyak Melani sahabat ku, cintaku ... Muah-muah! Kamu memang bestie Ter the best pokok nya!"

Adel langsung memeluk Melani dengan slowmo nya. Melani yang sudah hafal tingkah temannya ini dia sudah terbiasa. Ia hanya mengangguk saja.

"Iya sama-sama."

Serina hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih, sebentar lagi guru akan segera masuk. Tetapi ia masih belum melihat teman satunya lagi. Kira-kira masih di mana dia.

"Eh, kok Kiara belum datang ya? Apa dia nggak masuk?"

"Hmm ... Entahlah. Aku juga merasa dukacita kepadanya. Dia semalaman menelfonku terus dan curhat panjang lebar sama aku sampai tengah malem," jawab Adel sambil menyalin tugas Melani ke dalam buku catatannya sendiri.

"Iya yah, kasihan dia. Tega-teganya si Raka kayak begitu sama Kiara. Padahal Rara mah udah baik banget nggak, sih?"

Semuanya mengangguk setuju mendengar perkataan Serina. Kiara memang sangat baik dan tidak perhitungan jika sama pacarnya. Bahkan dia bisa saja membelikan pacarnya apapun yang diinginkan tanpa ragu-ragu. Mereka semua tahu Kiara anak orang kaya.

"Pasti sebentar lagi dia akan ngadu ke kita dengan hebohnya."

Baru saja selesai Melani mengatakan itu tiba-tiba pintu kelas terbuka dengan keras nya.

Brakk

Perhatian seluruh kelas teralihkan menatap seorang gadis yang berdiri tegak di depan pintu dengan wajah lesunya. Penampilannya amat sangat mencengangkan dengan rok yang sangat pendek dan bandana merah jreng di kepalanya. Rambut yang panjang sedikit berantakan.

Kemudian disusul dengan seorang cowok di belakangnya. Berpakaian rapi dengan tas ransel besarnya mirip kura-kura. Ia menatap seluruh teman-teman nya yang menatap Kiara dengan aneh. Ia langsung menyadari sesuatu. Rok gadis itu kembali pendek, entah sejak kapan ia menggulung nya lagi.

Spontan Arjuna melepaskan tasnya dan menutupi bagian bawah gadis itu dengan tas ransel besarnya.

"Kiara?"

Gadis yang bernama Kiara itu langsung berlari menghamburkan dirinya ke pelukan teman-teman nya. Arjuna kelabakan melihatnya, sedangkan para-para cowok di kelasnya sedang menatap Kiara dengan mata genitnya.

"Jaga mata kalian!"

Tekan Arjuna kepada beberapa cowok yang duduk di depan sejak tadi melirik ke arah Kiara. Mereka hanya terkekeh menanggapinya.

"Jangan melihat apapun! Fokus ke bukumu!" Kata Arjuna lagi ke siswa yang lain.

"Hei jangan pakai kacamata mu, lepaskan saja sementara ini!"

Cowok berkacamata itu menganggukkan kepalanya patuh. Padahal ia hanya ingin melihat sudah jam berapa sekarang.

Arjuna mendudukkan tubuhnya di bangku terbelakang. Riyan memandangnya dengan tersenyum lebar.

"Apaan sih Lo senyum-senyum nggak jelas gitu. Kesambet Lo, ya?"

Tawa Riyan pecah seketika. Ia mengamati tingkah sohibnya itu. Sejak tadi ia hanya mengkhawatirkan Kiara ditatap oleh cowok lain. Temannya itu memang sangat aneh dalam kisah cintanya.

"Ini sudah jadi kesempatan mu, 'kan?"

"Kesempatan apaan?"

Riyan tersenyum miring melirik Kiara yang sedang berbicara dengan teman-teman nya.

"Itu. Tetangga Lo, dia udah jomblo, 'kan? Dah tu sikat aja!" Kata Riyan mengompori.

"Sikat-sikat. Emangnya Kiara apaan, kotoran disikat-sikat?" Arjuna meletakkan tasnya dan mulai merebahkan kepalanya di meja.

"Eh tapi beneran loh, Jun. Lo itu harus bergerak cepat sebelum Kiara dideketin cowok lain. Lo tau sendiri, 'kan Kiara itu banyak cowok yang suka padanya?"

Arjuna tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan itu. Ia mengubah posisinya membelakangi Riyan.

"Hmm ... Pantes aja Lo masih diam di tempat kayak gitu, nggak ada kemajuan sama sekali. Orang Lo aja masih nggak mau ninggalin zona nyaman mu, 'kan? Padahal orang lain aja sudah mulai berjalan ke depan."

Arjuna menutup matanya. Ia tidak menjawab ocehan Riyan, tetapi bukan berarti tidak mendengar nya.

Arjuna merenunginya. Benar apa yang dikatakan Riyan. Sebenarnya masalah itu ada pada dirinya sendiri. Yaitu tidak ingin keluar dari zona nyaman.

Arjuna menghela napasnya. Ia melirik Kiara yang dengan wajah sedihnya sedang berbicara kepada teman-teman nya. Pasti gadis itu sedang curhat betapa menyedihkan hidupnya ditinggalkan oleh pacarnya.

Padahal di sini masih ada hati yang lebih menyedihkan darinya. Mencintai tanpa diketahui. Itu sungguh menyesakkan.

***