Selama satu hari libur kemarin Kiara hanya mengurung diri di dalam kamarnya, tanpa keluar sama sekali.
Kiara akan turun jika hanya keperluan penting-penting saja, seperti makan siang dan makan malam -mandi juga penting- selain itu dia hanya memelototi layar ponselnya sambil rebahan di kamar.
Setelah pulang dari rumah Arjuna tadi pagi, dia langsung mendapatkan ceramah panjang dari bundanya. Bunda sudah khawatir mencarinya dan menanyakan kepada semua orang yang ia kenal. Padahal Kiara sudah sering banget nginep di rumah mama Yuni, tapi kenapa bundanya selalu saja mengkhawatirkan dirinya.
Yeah. Jawabannya hanya satu, karena hanya Kiara lah anak satu-satunya di keluarganya. Dirinya tidak memiliki seorang kakak ataupun adik sama sekali, wajar saja ia merasa kesepian di rumah apalagi sering ditinggal kerja kedua orang tuanya.
Kedua orang tuanya pun selalu mengusahakan putrinya agar mendapatkan apapun yang ia minta dan memanjakannya. Karena hanya itu yang bisa mereka lakukan.
Kecuali menemaninya di saat-saat Kiara merasa kesepian. Mereka yang sibuk bekerja tidak dapat mengawasi Kiara dengan baik dan hanya rutin memberinya uang saku.
Kiara hidup dengan berkecukupan, tetapi tidak dengan kasih sayang orang tuanya. Gadis yang merupakan anak tunggal itu selalu merasa kesepian di rumahnya sendiri. Ia selalu mencari pengalihan lain dari luar rumah, seperti sering menginap di rumah Arjuna. Dan juga memiliki kekasih bahkan sampai bergonta-ganti setelah putus hubungan dari mereka.
Sebelumnya ia sudah pernah berkencan dengan Bobby, saat itulah pertama kalinya memiliki seorang kekasih di dalam hidupnya. Tetapi sayang, cerita itu sangat singkat dan hanya bertahan lama sampai kenaikan kelas 2 SMA. Alasannya tak jauh dari masalahnya saat ini dengan Raka, yaitu karena cowok itu berselingkuh dengan cewek lain.
Antara Bobby dan Raka sama-sama cowok berengsek. Mereka memang suka mempermainkan hati perempuan, tidak pernah puas dan bersyukur memiliki gadis yang sangat setia seperti Kiara.
"Ukhh ... Ada apa dengan bantal ini? Kenapa keras sekali!"
Kiara melempar bantalnya ke lantai. Bantal yang sudah basah oleh air matanya. Hari Minggu yang sangat menyedihkan baginya.
Seharusnya hari ini adalah waktunya berkencan dengan Raka, setelah merayakan anniversary nya tadi malam. Tetapi keadaan berubah total semenjak kekasihnya memutuskan dirinya, ia sudah tidak memiliki kepercayaan apapun kepada cowok itu. Dia sudah menghancurkan perasaannya.
"Hiks ... Ternyata lebih enak di kamarnya Ajun. Bantal di sana empuk banget, kasurnya nyaman, nggak kayak di sini" gumamnya sambil mengusap air matanya dengan bantal yang lain.
Kemudian ia bangkit meraih tissu di nakas nya untuk mengeluarkan semua ingusnya.
"Hikssrooott!"
Kiara menghela napasnya lega. Rasanya seperti telah mengeluarkan semua beban di pundaknya. Ia sudah menangis seharian di kamar sampai matanya bengkak.
Suasana malam terlihat tenang. Kiara membuka tirai jendela kamarnya. Kemudian perlahan sebuah senyuman terulas di bibir tipisnya. Bulan yang sangat cantik berada di atas sana. Kiara memandangnya dengan tatapan teduh, cahaya bulan juga tampak menyorot ke wajahnya yang cantik.
"Hmmm ...."
Kiara mengembuskan napasnya panjang. Jika kemarin ia mengalami malam yang sangat buruk, setidaknya malam ini ia bisa mendapatkan suasana yang menenangkan.
Bola mata cantik itu membulat berbinar saat melihat beberapa bintang yang turut menghiasi langit gelap itu. Walaupun malam sangat gelap dan menakutkan, tetapi bulan dan bintang telah berhasil mengubahnya menjadi terang dan menenangkan.
Kiara jadi berpikir demikian dengan hidupnya, bagaimanapun dia terpuruk ke dalam kegelapan. Tetapi ia harus memiliki bintang dan bulannya sendiri. Ya. Ia harus tetap bersinar walaupun dijatuhkan berkali-kali. Ia membutuhkan seseorang yang selalu ada di sampingnya, untuk menjadi tempat bersandar dan juga penguatnya di kala kesedihan seperti ini.
Ya. Dia memiliki Arjuna di sampingnya.
Tiba-tiba sesuatu muncul begitu saja di kepalanya. Kiara menemukan ide menarik. Ia berjalan keluar menuju balkon kamarnya dan mendekat ke kamar Arjuna.
Jarak antara kamar nya dengan kamar Arjuna hanya beberapa meter saja. Apalagi letaknya yang sama-sama di lantai dua menjadikannya terlihat sangat dekat.
"Aajuun ...."
"Shhut ... Shhhtt, Ajuun?" Ulang Kiara berbisik yang cukup keras sehingga terdengar dari kamar sebelahnya.
Di dalam kamar, Arjuna sedang akan menutup matanya. Selimut sudah ia rentangkan ke seluruh tubuhnya, baru saja ia akan mengistirahatkan kepalanya, ia malah mendengar bisikan dari luar. Desisan itu sangat berisik sudah hampir terdengar seperti suara ular berpesta saja dan Arjuna pun sudah hafal itu adalah ulah siapa. Siapa lagi kalau bukan tetangga sebelahnya, Kiara.
"Shhhtt Ajuuuunnnn!" Panggil Kiara lagi dengan suara yang lebih lantang.
Beberapa menit kemudian ia sangat terkejut dengan melihat Arjuna yang sudah menampakkan diri nya di depan pintu menatapnya dengan wajah datarnya.
"Astaga naga!" Kiara terlonjak seketika.
"Ih, ngagetin aja. Sejak kapan kamu keluar? Perasaan tadi masih belum ada deh, tiba-tiba muncul seperti hantu."
Arjuna melangkahkan kakinya dengan gontai menuju gadis yang super cerewet itu.
"Sejak aku mendengar suara ular dari balkon," cetusnya datar.
"Hah? Ular!" Mata Kiara tiba-tiba melotot horor memandang Arjuna.
"Ada ular?"
"Di mana ularnya! Di mana? Aaahh jangan bercanda!"
Arjuna refleks tertawa melihat reaksi Kiara yang jingkrak-jingkrak seperti orang kesetanan. Padahal yang ia maksud itu desisan Kiara saat memanggilnya tadi, bukan ular beneran.
Kiara perlahan menghentikan kehebohannya saat melihat cowok di depannya malah menertawakannya.
"Kamu bercanda?" Kedua alis Kiara menyatu. Arjuna masih tidak bisa menahan tawanya.
"Ajun! Iihh ... Jangan bercanda gitu dong! Aku takut beneran nih," protes Kiara.
"Ahahaha nggak-nggak, nggak ada ularnya," kekehnya sambil memegangi perutnya.
"Tuh, 'kan bercanda! Nggak lucu ih, buat orang takut aja."
Akhirnya Arjuna dapat menghentikan tawanya dan menegakkan tubuhnya. Berhadapan dengan Kiara yang hanya tersekat oleh pagar masing-masing balkon.
"Ahaha ... Ekhmm, salah sendiri berisik malam-malam. Suara mu tuh yang kayak ular," balasnya.
"Chh, bilang kek dari tadi. Aku dah ngiranya ular beneran tau!"
Arjuna hanya terkekeh menanggapinya. Ia memang tak sengaja membuatnya ketakutan, hanya menyebutkan kalau suaranya yang mirip seperti binatang melata itu.
Beberapa detik kemudian Kiara hanya diam saja, tidak mengatakan apapun. Arjuna menatapnya khawatir, tidak biasanya Kiara akan diam seperti ini. Cowok dingin itu gelisah, merasa tidak enak karena telah membuat gadis itu khawatir.
"Key ... Ada apa?" Panggil nya sangat pelan, hampir seperti sedang berbisik.
Kiara masih terdiam dengan pandangan mengarah ke atas. Memandangi langit di atasnya dengan kedua tangannya yang bertumpu di dagunya.
"Key, maafin aku. Aku nggak maksud ngagetin kamu, kamu yang berisik banget manggil aku kayak gitu. Ya spontan aku berkata kayak gitu," ucap Arjuna menatap ke arah gadis di depannya.
Gadis itu tidak menghiraukan nya sama sekali. Arjuna menutup matanya sejenak. Ada yang salah dengan ucapan permintamaafan nya. Ia mengulangi lagi caranya meminta maaf yang benar.
"Ekhmm, Key. Aku minta maaf."
Kiara membalikkan tubuhnya menatap dirinya. Arjuna mengernyit saat melihat wajah Kiara yang menyunggingkan senyumnya. Ia kira gadis itu marah padanya gara-gara ia tadi. Tetapi Kiara malah tersenyum lebar kepadanya.
"Kamu lihat langit itu?"
Arjuna yang merasa salah tingkah langsung mengalihkan pandangannya dari Kiara. Matanya tertuju pada langit yang ditunjukkan oleh Kiara tadi. Sangat indah. Ada bulan dan beberapa bintang di sekelilingnya.
"Kenapa dengan langit?"
Arjuna menoleh ke sampingnya dan melihat wajah gadis itu berbinar menatap langit. Ada perasaan hangat yang menjalari dadanya ketika melihat gadis itu tersenyum. Apapun yang Kiara rasakan, ia selalu menceritakannya kepada dirinya. Jadi sudah tidak aneh lagi kalau Arjuna juga seolah merasakan apa yang dirasakan nya.
Melihatnya tersenyum indah seperti itu membuat Arjuna juga mengulaskan senyuman tipisnya, lama-kelamaan semakin melebar, sesuai dengan perasaannya kepada gadis di sampingnya.
"Langit malam sangat gelap, bukan?"
Arjuna mengangguk walaupun tak mengetahui apa yang dimaksudnya.
"Itu sama aja dengan keadaanku saat ini."
Arjuna terdiam terus berusaha memahami apa yang dikatakan sahabatnya itu. Dia mengatakan hal itu dengan seulas senyuman di wajahnya. Arjuna tahu, Kiara baru saja mengalami patah hati lagi. Sudah kedua kalinya ia dikecewakan oleh laki-laki dan hal itu membuat perasaannya memburuk.
"Aku sudah pernah jatuh sekali saat itu. Dunia ku terasa gelap saat merasakannya sendirian dan terasa seperti tidak akan lagi memiliki hari-hari indah seperti sebelumnya. Aku sudah pasrah dengan hidupku, mencoba berbagai cara agar bisa berdamai dengan diri sendiri dan akhirnya aku bisa. Itu karena ada kamu."
Arjuna menggerakkan kepalanya menatap Kiara yang juga sedang menatapnya dengan mata sendu.
"Aku sudah mencoba bangkit lagi, melupakan semua yang pernah terjadi saat itu dan kembali menjadi diriku sendiri. Tetapi ... Hal itu terjadi lagi padaku. Hal yang sama saat orang yang kusayangi meninggalkan ku. Kedua kalinya aku merasa terpuruk, merasa hancur lagi. Rasanya seperti takdir memang sangat lucu dalam mempermainkan ku, ahh ... Sangat lucu, 'kan?" desah Kiara dengan mata berkaca-kaca.
Arjuna tahu, Kiara sedang tidak baik-baik saja. Dia sedang berusaha untuk menghibur dirinya sendiri di kala kesedihannya seperti ini. Ia pun sudah tahu, Kiara gadis yang kuat dan sabar. Buktinya dia tidak marah ataupun menyalahkan lelaki itu padahal semua itu adalah salah mereka.
Ah ... Andai aku bisa melakukannya, Arjuna membatin.
"Tapi kau tau, aku bisa menjalani ini semua berkatmu."
"Hmm?"
Sekarang Kiara memandangnya dengan cerah. Walaupun ia lihat masih ada sisa-sisa air mata gadis itu, tetapi sekarang ia tersenyum menatapnya dalam. Entah kenapa dadanya mendadak berdegup sangat kencang.
"Kamu itu bulan dan bintang bagiku. Aku bisa keluar dari kegelapan itu karena bantuanmu, kamu menarik diriku dari lubang yang sangat gelap itu menuju ke tempat yang lebih baik."
Arjuna mematung di hadapannya. Tidak dapat bergerak sama sekali. Sepertinya perkataan Kiara tadi seolah menjadi mantra yang dapat mendebarkan jantungnya hingga berpacu sangat kencang.
"Jun."
"Hmm?"
"Makasih."
"Buat?"
"Makasih karena sudah ada di sampingku selama ini. Menjagaku saat aku lemah, menguatkan ku saat aku terpuruk, dan mengingatkanku saat aku salah."
Arjuna menatap lekat mata Kiara di depannya. Hembusan angin malam mengenai rambut panjang gadis itu hingga melambai-lambai sangat cantik.
"Makasih sudah menjadi sahabatku."
Deg.
***