"Jadi, total seluruh pengeluaran kita untuk biaya marketing dan iklan selama lima tahun terakhir adalah lima ratus triliun rupiah?" Tanya Ken kepada Zoya yang kini tengah berdiri tepat di depan meja kerjanya.
Zoya yang mendapatkan pertanyaan dari Ken pun menganggukkan kepalanya pelan.
"Benar pak, dan untuk nominal pengeluaran biaya marketing dan iklan di tahun berjalan ini adalah tujuh triliun rupiah pak. Kemungkinan sampai akhir periode berjalan tahun ini adalah seratus lima puluh triliun rupiah pak." Ujar Zoya menjawab dan menjelaskan kepada Ken.
Ken yang mendengar apa yang dikatakan oleh Zoya pun terdiam sesaat ditempatnya sambil membuka satu persatu lembaran laporan yang di berikan oleh Zoya kepadanya.
"Hmm, bukankah biaya iklan yang kita keluarkan saat ini terlalu besar dari sebelumnya?"
Zoya terdiam sesaat sebelum membuka suara menjawab apa yang di tanyakan Ken kepadanya.
"Tapi semua pengeluaran yang terjadi sudah terlebih dulu mendapatkan approval dari bapak dan beberapa petinggi lainnya pak."
Helaan nafas panjang Ken hembuskan mendengar apa yang di katakan oleh Zoya.
"Saya tahu Malla, tapi saya meminta pendapatmu, bukankah biaya iklan yang kita keluarkan saat ini terlalu besar? Jika kau perhatikan pengeluaran kita tahun tahun sebelumnya tidak terlalu besar seperti saat ini."
Glup..
Susah payah Zoya menegup salivanya mendengar perkataan Ken kepada dirinya dengan nada yang begitu tegas dan juga sorot mata tajam kepadanya.
"Ya itu benar pak. Karena ada beberapa kenaikan harga pada beberapa material dari vendor dan media yang sudah bekerja sama dengan kita selama ini."
Zoya dapat mendengar Ken mendengus setelah dirinya menjelaskan informasi yang dirinya dapatkan dari tim projek. Karena sebelum dirinya datang menghadap Ken saat ini, dirinya terlebih dulu menghubungi bagian tim projek mengenai kenaikan biaya marketing dan iklan di tahun berjalan ini.
"Hah, baiklah. Kalau begitu kamu boleh kembali keruangan mu. Biar saya yang akan berbicara dengan bagaian departemen projek mengenai kenaikan biaya ini."
Zoya menganggukan kepalanya pelan merespon apa yang di katakan oleh Ken, lalu menundukkan sebentar kepalanya memberi hormat kepada Ken.
"Baik pak, Ken. Saya permisi kembali keruangan saya. Selamat pagi."
Ken hanya menganggukkan kepalanya pelan dan kini tatapan matanya kembali fokus menatap laporan keuangan yang di berikan oleh Zoya tadi, lalu kembali menghela nafas panjang.
Setelah membaca sekilas laporan keuangan yang di berikan oleh Zoya tadi, kini sebelah tangan Ken terulur untuk menekan tombol pada telepon ruangan nya, menghubungi Leo agar datang ke ruangannya sekarang juga.
'Selamat pagi Pak.' Ucap Leo diluar ruangan setelah menjawab panggilan yang di lakukan oleh Ken.
Sedangkan itu Ken yang mendengar perkataan Leo pun langsung membuka suaranya.
"Leo, masuk keruangan ku sekarang juga."
Setelah mengatakan itu Ken pun langsung memutus panggilan tersebut secara sepihak, membuat Leo yang berada diluar ruangan menghela nafas panjang dan kini tatapan matanya mengarah pada Zoya yang tengah berdiri di depan meja kerjanya.
"Pak Ken ya pak?" Tanya Zoya pada Leo dengan raut wajah meringis.
Leo pun menganggukan kepalanya pasrah, lalu beranjak dari duduknya.
"Ya begitu lah. Terimakasih untuk informasi yang sudah kamu berikan ke saya Zoya. Setidaknya saya sudah sedikit mengetahui apa yang akan di lakukan oleh pak saat ini." Ucap Leo yang di balas anggukan kepala oleh Zoya dengan seulas senyum kecil tercetak diwajahnya.
"Sama sama pak, jika ada yang ingin bapak tanyakan lagi nanti, jangan sungkan untuk menghubungi saya."
Leo mengacungkan ibu jarinya kepada Zoya. "Sip, kalau begitu sana cepat kembali keruangan mu."
Lagi, Zoya menganggukan kepalanya merespon perkataan Leo dan menundukan sebentar kepalanya memberikan salam, lalu berjalan meninggalkan Leo untuk pergi kembali keruangan nya.
"Baik pak Ken, selamat siang."
Leo yang mendengar perkataan Zoya pun menganggukan kepalanya pelan, lalu melangkahkan kakinya berjalan keluar dari meja kerja, menuju ruangan milik Ken.
Leo mengulurka sebelah tangannya, mengetuk pintu ruangan kerja milik Ken hingga terdengar suara sang Bos yang menyuruhnya untuk masuk kedalam ruangan.
Tok.. tok.. tok..
"Pak Leo."
"Ya, masuk."
Leo pun kembali mengulurkan sebelah tangannya. Kali ini untuk membuka kenop pintu ruang kerja.
Leon dapat melihat Ken yang duduk di belakang kursi kerjanya dengan menyebarkan aura gelap yang sudah biasa dirinya lihat dan rasakan selama lima tahun ini bekerja sebagai sekretaris CEO.
"Leo, saya ingin kau aturkan jadwal saya untuk bertemu dengan sound media. Saya ingin membicarakan perjanjian kerja sama dengan mereka."
Leo yang baru saja ingin menganggukan kepala l, langsung mengurungkan niatnya dan membulatkan kedua bola matanya terkejut mendengar apa yang baru aja dikatakan oleh Ken.
"Ekhm, maaf pak. Tapi bukankah Sound Media memiliki persyaratan khusus bagi perusahaan apapun yang menginginkan menjalin kerjasama dengan mereka?" Ucap Leo dengan nada sedikit tidak enak kepada Ken, mengingat perihal persyaratan utama yang harus dilakukan jika ingin menjalin kontrak kerja sama bersama dengan perusahaan media itu
Ken menaikan sebelah alisnya heran mendengar apa yang baru saja di katakan oleh Leo.
"Memang apa persyaratan yang mereka but-aahh, yaampun. Aku hampir saja melupakan hal itu." Ucap Ken dengan nada kesal saat dirinya hampir saja melupakan persyaratan utama yang diberikan oleh sound media jika ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan tersebut.
Leo yang melihat reaksi Ken saat ini pun memilih untuk tetap diam ditempatnya, dirinya mengurungkan niatnya untuk memberitahukan kepada sang bos mengenai persyaratan apa yang dirinya maksudkan tadi.
Ken yang melihat Leo tetap diam di tempatnya pun kembali membuka suaranya lagi.
"Lalu menurut mu apa yang harus saya lakukan agar saya dapat menjalin kerja sama dengan mereka?" Tanya Ken yang membuat Leo terdiam di tempatnya dengan sorot mata tidak terbaca. Meski di dalam hatinya ingin sekali mengatakan kata kata sinis kepada sang Bos.
"Menurut pendapat saya, lebih baik anda menikah terlebih dulu, baru mengajukan kerjasama dengan mereka pak." Jawab Leo dengan nada sarkas namun ekspresi yang tercetak diwajahnya teteplah terlihat tenang tanpa menunjukan emosi apapun.
Ken menaikan sebelah alisnya.
"Menikah? Kau pikir menikah semudah seperti kau ingin membeli kopi di kafe sebelah gedung perusahaan kita?"
Dengan santai Leo menggelengkan kepalanya menjawab apa yang ditanyakan oleh Ken tadi kepadanya.
Ken yang melihat Leo hanya menggelengkan kepalanya saja pun menghela nafas panjang.
"Ini adalah tugas tambahan untuk mu Leo. Kau harus mencarikan saya wanita yang siap untuk pernikahan secara kontrak."
Kedua bola mata Leo langsung membulat terkejut mendengar apa yang di katakan oleh Ken saat ini.
Leo yang baru saja ingin membuka suaranya untuk menyanggah apa yang di katakan oleh Ken langsung mengurungkan niatnya saat Ken tiba tiba saja menyelak terlebih dengan nada sarkas dan juga tatapan dengan sorot mata tajam mengarah kepada dirinya.
"Waktu mu hanya satu Minggu untuk menyelesaikan tugas yang saya berikan ini. Jika tidak bisa, kau harus bersiap untuk menanggung semuanya."