Chereads / Bertahan atau Pergi / Chapter 12 - BAB 12

Chapter 12 - BAB 12

Entah ada apa dengan Elmira, sudah dua kali Elmira merasa seperti ini. Dirinya yang marah-marah pada Varo, tetapi dirinya juga yang merasa bersalah saat melihat raut wajah Varo yang tampak sedih.

Padahal lelaki itu yang melakukan kesalahan kepadanya, seharusnya ia tidak merasa bersalah karena sudah memarahi laki-laki itu, kan? Sebenarnya memang tak salah kalau Varo hanya ingin menambah teman tapi tidak dengan cara seperti tadi. Sok dekat dan berakhir dengan menjahilinya seperti tadi.

"Gue minta maaf kalau udah marah-marah sama lo tadi," ucap Elmira akhirnya dengan penuh penyesalan.

Varo tersenyum. "Gak apa-apa. Harusnya sih gue yang minta maaf karena udah bikin lo kaget kayak tadi."

"Iya tapi jangan lo ulangin lagi, entah ke gue atau pun sama temen-temen lo yang lain. Kan lo gak tahu kalau mungkin salah satu dari temen lo yang lo jailin kayak tadi punya riwayat jantung, nanti lo sendiri yang harus tanggung jawab," tutur Elmira menasehati laki-laki di hadapannya.

"Gue janji! Tapi sebagai permintaan maaf gue, gimana kalau gue anterin lo pulang?"

"Makasih sebelumnya, tapi rumah gue deket kok dari sekolah."

"Gak apa-apa, gue anterin ya?"

Karena Varo memaksa akhirnya Elmira mengiyakan tawaran laki-laki itu. "Yaudah."

Varo tersenyum senang lalu keduanya pun berjalan beriringan, selama perjalanan lima menit itu hanya ada pembicaraan singkat. Sebenarnya Varo yang lebih bertanya kepada Elmira, hanya menanyakan perihal pertukaran pelajar yang bisa membuat Elmira berada di sini.

"Sebenernya gue tuh dipilih untuk program ini, bukan kemauan gue. Dan gue gak bisa ngundurin diri gitu aja," kata Elmira seraya menghentikan langkahnya lantaran dirinya sudah tiba di rumah.

Varo memandang rumah yang berada di hadapannya lalu menatap lagi pada Elmira. "Ini rumah yang udah disediain sama pihak sekolah lo?"

"Iya, kepsek gue ngasih lokasi ke gue dan katanya ini rumah udah disiapin buat gue sama Anya, Rivanya temen gue yang waktu itu gue kenalin."

"Oh iya gue inget. Jadi, dari SMA Pelita Bangsa cuma kalian berdua aja?"

Elmira menggeleng. "Banyak, cuma yang ditempatin di SMA Tribuana memang gue sama dia aja."

Varo mengangguk paham. "Yaudah kalau gitu gue pulang dulu ya," pamitnya.

"Makasih lo udah nganterin gue padahal cuma deket doang," sahut gadis itu dengan terkekeh pelan.

"Anggap aja itu sebagai permintaan maaf gue tadi, dan oh ya gue juga minta maaf buat kejadian yang gue berantakin rambut lo."

"Gue udah lupain itu kok."

"Thanks, kalau gitu gue pulang dulu ya, El. Dah!" Varo berbalik dan melambaikan tangannya pada Elmira, sementara gadis itu hanya mengangguk singkat dan melihat sosok Varo yang semakin menjauh.

Setelah tak melihat lagi sosok lelaki itu, Elmira berbalik dan masuk ke dalam rumahnya sembari mengucapkan salam. Keadaan rumah masih kosong dan itu artinya Rivanya belum pulang.

Dilihat-lihat dari kemarin sepertinya Rivanya memang menjadi siswi yang aktif, tidak seperti dirinya yang selesai pelajaran di sekolah langsung pulang dan begitu seterusnya sampai hari-hari esok.

Pulang dari sekolah pun Elmira tak memiliki kegiatan apapun selain mengerjakan tugas yang diberikan. Tapi, Elmira sangat-sangat malas untuk mengikuti kegiatan yang ada di sekolahnya. Bahkan di SMA Pelita Bangsa pun dirinya tak mengikuti kegiatan apapun.

Gadis itu mendudukkan dirinya di tepi kasur lalu meraih ponsel yang berada di laci nakas, membuka layar kuncinya dan Elmira sedikit terkejut saat melihat beberapa panggilan dari maminya.

Sedikit tak percaya memang, meskipun panggilan tak terjawab dari maminya itu hanya tiga tetapi setidaknya hal itu sudah membuat Elmira senang. Itu artinya ia dicari oleh sang mami, mungkin Bi Marni sudah memberitahukannya.

Elmira mengklik tombol hijau untuk menelepon balik maminya, berharap diangkat dan ditanyai kabar oleh maminya itu. Namun, kenyataannya adalah hingga deringan terakhir maminya tak mengangkat panggilannya.

Rasa senang yang ada di dalam hati Elmira tadi seketika langsung menghilang begitu saja, percuma kalau memang maminya meneleponnya tadi namun ketika ditelepon balik tak diangkat.

Seharusnya Elmira juga tak usah merasa senang dulu tadi, atau mungkin seharusnya dari awal Elmira tidak menelepon balik. Gadis itu menaruh ponselnya di atas nakas dengan asal lalu merebahkan tubuhnya sembari menatap ke langit-langit kamarnya, merenungi hidupnya.

Tok! Tok! Tok!

Mendengar ketukan pintu membuat Elmira langsung bangkit, ia lupa malah mengunci rumah padahal Rivanya belum pulang. Dengan cepat Elmira bergegas keluar dari kamarnya, gadis itu langsung memutar kuncinya dan membuka pintu.

"Lo baru pu—ALANA?!" kedua mata Elmira membulat tak percaya melihat sahabatnya kini berada tepat di depan matanya, tanpa berbasa-basi lagi Elmira memeluk sahabatnya itu dengan erat.

"GUE KANGEN BANGET SAMA LO, EL!" Alana membalas pelukan Elmira tak kalah erat, keduanya benar-benar merasa kerinduan. Karena biasanya selalu bertemu setiap hari di kelas, apalagi mereka memang selalu berdua. Lalu tiba-tiba harus dipisahkan oleh jarak yang memang masih bisa mereka tempuh untuk bertemu.

Namun, kebiasaan mereka itu yang membuat masing-masing dari mereka merasakan rindu yang sangat mendalam.

Pelukan keduanya terlepas, Elmira langsung membawa Alana untuk masuk ke rumahnya. "Lo duduk dulu di sini biar gue bawain minum," suruhnya seraya mendorong Alana untuk duduk di kursi ruang tengah.

"Gak perlu, El. Gue bawa minum kok. Nanti kalau gue pengen minum dari lo juga tinggal ambil sendiri, kan? Eh tapi gue masih boleh buat ngambil minum sendiri?"

Elmira berdecak kesal. "Ya bolehlah, anggap aja ini rumah lo sendiri."

Alana terkekeh. "Makasih udah dianggap, lho..."

"Apaan sih, lo? Ya masih, lah. Lo itu masih tetep sahabat gue yang paling baik sedunia."

Mendengar itu refleks Alana menepuk lengan Elmira lantaran tersipu malu. "Jadi malu deh gue. Gue pikir posisi gue udah tergantikan sama keberadaannya si Rivanya."

"Kamu tenang aja, Alana. Aku gak bakalan rebut Elmira dari kamu, kok," tentu saja itu bukan Elmira yang menyahuti ucapan Alana, melainkan Rivanya. Gadis itu berdiri di ambang pintu seraya tersenyum manis dengan memeluk beberapa buku tebal.

Keduanya langsung menoleh ke sumber suara, Alana yang berbicara tadi seketika merasa tak enak. "Bu—bukan gitu maksud gue, Nya. Ya sebenernya gak apa-apa kalau misalkan El mau punya sahabat lagi, tapi jangan lupain gue. Gitu aja kok maksud gue, bukan berarti lo gak boleh temenan sama El."

Rivanya menghampiri keduanya lalu duduk di samping Alana, menjadikan gadis itu duduk di antaran Elmira dan Rivanya. "Iya aku paham kok, Alana. Aku yakin kalau Elmira itu gak akan lupain kamu."

Alana mengangguk. "Gue juga yakin kok, karena gue tahu betul El itu kayak gimana orangnya."

"Kenapa kalian jadi ngomongin gue di depan gue langsung, sih?"

***