Elmira dan Varo berjalan beriringan masuk ke dalam kelas, keduanya langsung duduk di bangkunya masing-masing. Elmira tersenyum tipis ke arah Berlyn yang sudah lebih dulu sampai di sekolah.
"Lo tumben pagi-pagi gini udah ada di sekolah," celetuk Elmira seraya duduk di samping Berlyn.
Mendengar penuturan dari Elmira membuat Berlyn memutar bola matanya malas. "Kayaknya gue serba salah mulu di hidup lo ya, El? Kemaren waktu gue dateng siang, lo komen, terus sekarang pagi-pagi gue udah di kelas komen juga."
Elmira menyengir lebar. "Sorry, deh. Gue cuma ngomong doang, kok."
"Gue masih ngantuk tahu, El!" desis Berlyn seraya menidurkan kepalanya di atas lipatan kedua tangannya.
Elmira yang merasa punggungnya dicolek dari belakang lantas ia menoleh dan menatap Varo dengan kedua alis yang terangkat.
"Lo mau keliling sekolah lagi gak? Siapa tahu lo belum hafal semuanya di sini," tawar laki-laki itu, tetapi langsung dibalas gelengan oleh Elmira.
Gadis itu menggeleng seraya tersenyum tipis. "Gak perlu, gue udah hafal kok meskipun cuma dikit-dikit."
"Yakin? Soalnya gue mau keluar, nih."
"Keluar tinggal keluar! Gak perlu ajak-ajak si Elmira!" bukan Elmira tentunya yang menyahuti perkataan Varo, tentu saja itu sepupunya sendiri—Berlyn. Entah sejak kapan gadis itu sudah merubah posisinya menjadi duduk dengan tegak.
Varo melirik sinis pada Berlyn, mereka berdua sepertinya lebih cocok disebut sebagai musuh bukan sepupu. Laki-laki itu langsung bangkit dari duduknya dan meninggalkan kedua gadis itu dengan wajah yang kesal.
"Kayaknya gak bisa ya kalian gak berantem sehari aja, Lyn," heran Elmira sembari menggeleng-gelengkan kepalanya melihat interaksi antar sepupu itu.
Berlyn menggeleng tegas. "Sampai kapan pun gak akan bisa, El! Orang-orang rumah aja pada bingung kalau ngeliat kita berdua, padahal orangtua kita masing-masing gak ada yang gak akur gini."
Elmira yang mendengar penuturan dari Berlyn tersebut membuatnya menggeleng heran, memang berbeda-beda sih hubungan antara sepupu itu di setiap keluarganya. Contohnya dirinya sendiri, ia tak terlalu dekat dengan para sepupunya, entah sepupu dari maminya atau pun dari papinya.
Karena jika ada acara keluarga, Elmira tak pernah mau ikut dan ia ikut pun jika acara tertentu saja atau itu pun secara dipaksa. Rasanya terlalu malas jika harus mengikuti acara keluarga besar, karena di sana—berada di posisi keluarga besarnya Elmira harus berpura-pura kalau dirinya memiliki hubungan baik dengan kedua orangtuanya.
**
"El, kayaknya gue gak ke kantin deh."
Gadis itu mengerutkan keningnya lalu menoleh ke arah Berlyn. "Lah, kenapa?" tanyanya heran.
"Gue harus kumpulan buat rapat osis, lo gak apa-apa kan kalau ke kantin sendiri?"
Mendengar itu Elmira terkejut. "Lo osis, Lyn?"
"Osis cuma ya gue gak aktif-aktif banget, ini pun rapat karena semuanya wajib hadir. Mau gak mau gue harus hadir," sahut Berlyn.
"Oh gitu, yaudah gak apa-apa gue ke kantin sendiri. Gue udah tahu kok arah ke kantin."
Berlyn bangkit dari duduknya. "Gue pergi dulu ya, bye!" pamitnya seraya melambaikan tangannya pada Elmira.
Melihat itu Elmira menghembuskan napasnya kasar, ia memang tahu kantin berada di mana tetapi ia sedikit malu jika harus pergi ke kantin seorang diri. Tiba-tiba saja Elmira dikejutkan oleh Varo yang duduk di kursi depan.
"Si Berlyn rapat osis?"
Elmira menjawab dengan menganggukan kepalanya.
"Yaudah kalau gitu lo ke kantin bareng gue aja sama temen-temen yang lain," ucap Varo yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Elmira.
"Gak! Lo aja sama yang lain, gue gak laper, kok."
Kedua alis Varo mengerut. "Kenapa, sih? Lo takut sama gue sama yang lainnya? Kan gue udah bilang kalau kita itu temen sekelas, masa gak kompak gini?"
"Iya, lo sama kita aja ke kantin," sahut Rafiq—sang ketua kelas yang tiba-tiba datang ke bangkunya, diikuti oleh Benny dan Gio.
Elmira mendongak dan menatap sekelilingnya hanya ada laki-laki, siapapun tolong bantu Elmira saat ini juga! Dirinya tak terbiasa untuk berdekatan dengan lelaki seperti ini. Bukannya takut oleh laki-laki, tapi Elmira memang dari SMA Pelita Bangsa pun tak terlalu dekat dengan teman laki-lakinya.
"Udah, ayo!" Varo bangkit seraya menarik pelan tangan Elmira, gadis itu yang memang saat ini tak tahu harus berperilaku seperti apa hanya bisa pasrah saat Varo menarik tangannya.
Saat keluar dari kelas Elmira menjadi pusat perhatian semua murid yang berlalu-lalang di koridor lantaran jam istirahat sudah tiba. Kini Elmira berjalan dengan tangan yang ditarik oleh Varo, sementara Rafiq, Benny dan Gio berada di belakang mereka berdua.
Tak lama kemudian mereka tiba di kantin, Varo langsung membawa Elmira ke salah satu meja kantin yang sudah terisi oleh seorang laki-laki. Elmira tak mengenalinya.
"Lo duduk di sini," suruh Varo seraya menarik Elmira untuk duduk di samping kirinya, di samping kanannya ada Rafiq dan yang duduk bersama Farhan adalah Benny dan Gio.
Farhan yang melihat Varo bersama gadis yang pernah ia lihat beberapa waktu lalu itu hanya bisa mengangkat sebelah alisnya seraya menatap Varo penuh arti. "Akhirnya kalian dateng juga, gue nungguin kalian dari tadi."
"Sorry, soalnya gue harus maksa nih satu cewek," kata Varo menyahuti ucapan Farhan seraya melirik sekilas ke arah Elmira.
Elmira membulatkan kedua matanya. "Lagian tadi kan gue udah bilang kalau gue gak laper, itu artinya gue gak mau ke kantin. Lo aja yang ribet maksa-maksa gue!" sewotnya tak terima.
"Ben, pesenin kita makan!" suruh Varo pada Benny.
Benny mengangguk. "Samain aja ya? Biar gak ribet."
"Gak usah pesenin gue!"
Sontak Varo menoleh pada Elmira. "Lo yakin gak laper?" tanya laki-laki itu memastikan. "Nanti lo bakalan ngeliatin kita makan, emangnya gak ngiler?"
"Lah, buat apa gue liatin kalian makan di sini. Ya gue balik ke kelas, lah!"
Varo menggeleng tegas, tanpa menyahuti perkataan Elmira lagi Varo kembali menatap ke arah Benny. "Pesenin aja enam, terserah dia aja mau makan atau enggak karena nanti yang bayar kita masing-masing!"
Elmira semakin melototkan matanya. "Gue gak mau ya, Varo!" sentaknya.
"Terlanjur, Benny udah pergi," lelaki itu mengedikkan kedua bahunya tak peduli.
Farhan yang sedari tadi melihat interaksi antara Elmira dan juga Varo diam-diam tersenyum, sepertinya ia tahu apa yang sedang dirasakan oleh temannya itu.
"Kenapa lo liatin gue gitu?" ketus Varo saat Farhan melihat ke arahnya lalu pada Elmira bergantian.
Farhan menahan tawanya lalu menggeleng. "Gak apa-apa. Orang dari tadi gue cuma ngeliatin si Elmira."
"Dari mana lo tahu nama gue?" sahut Elmira pada Farhan, karena ia sama sekali tak mengenal laki-laki di hadapannya.
"Semua orang di sini udah tahu dengan kedatangan lo sama temen lo itu, jadi ya otomatis gue tahu nama lo, lah."
Varo menghela napasnya lega saat Farhan bisa mencari jawaban yang masuk akal.
***