Chereads / Bertahan atau Pergi / Chapter 18 - BAB 18

Chapter 18 - BAB 18

Sekitar pukul empat sore Elmira dan Berlyn baru pulang dari rumah Rafiq, tadinya Elmira menyarankan agar diselesaikan hari esok saja karena pelajaran biologi masih cukup lama. Tetapi, Rafiq yang memang tidak suka menunda-nunda tugas langsung menolak saran dari Elmira.

Elmira yang cukup sadar diri bahwa dirinya di antara mereka hanya murid sementara, maka dari itu Elmira hanya mengikuti apa kata Rafiq selaku ketua kelompok dan juga ketua kelas. Sebenarnya bukan dirinya saja tadi yang menyarankan seperti itu, Berlyn dan Benny ikut setuju dengan ucapannya.

"Lo harus banyak sabar sama si Rafiq sih, El," celetuk Berlyn ketika keduanya sudah berjalan cukup jauh dari rumah teman mereka, Rafiq.

Sebelah alis Elmira terangkat. "Kenapa emang?"

"Ya lo liat sendiri tadi dia kayak gitu orangnya, gak pernah mau dengerin saran dari orang lain sekalipun orang itu orang terdekatnya."

Sedangkan Elmira hanya mengangguk-ngangguk paham, lagi pula Elmira sama sekali tak ingin terlalu dekat dengan Rafiq. Memiliki satu teman, Berlyn, saja sudah lebih dari cukup. Setidaknya di sekolah sementaranya itu Elmira memiliki teman yang bukan hanya Rivanya, karena tentu saja mereka akan jarang bertemu dan Elmira tak mungkin hanya sendirian melihat orang-orang di kelasnya.

"El, perlu gue anter pulang gak?" tanya Berlyn saat jarak mereka sudah dekat ke rumahnya.

Elmira menggeleng. "Gak usah, lo langsung pulang aja takutnya capek."

"Tapi lo tau jalannya, kan?" tanya Berlyn seraya menghentikan langkahnya lantaran sudah sampai di depan rumahnya.

"Kalau pun gue gak tahu, gue bisa tanyain orang kok."

Namun, Berlyn menggeleng mendengar itu. "Biar gue aja deh anterin lo sampe rumah, ya walaupun gue belum tahu rumah lo, sih. Seenggaknya lo ada temen jalan."

"Tapi gue beneran gak apa-apa kalau harus jalan sendiri, Lyn. Lo gak perlu khawatir kayak gitu," Elmira kekeh tak ingin diantarkan oleh Berlyn.

"Biar gue yang anterin lo," sahut seseorang yang tiba-tiba datang melerai keduanya.

Sontak keduanya langsung menoleh ke sumber suara, di sana ada Varo yang berdiri tak jauh dari keduanya. Melihat kedua gadis itu menatap ke arahnya membuat Varo berjalan mendekatinya.

Pasalnya tadi ketika ia akan keluar rumah, mendengar suara yang tak asing di telinganya. Oleh karena itu, Varo cepat-cepat keluar dan benar saja seperti dugaannya bahwa itu adalah suara Elmira dan juga Berlyn.

"Eh, gak perlu, Varo."

"Nah!" Berlyn menjetikkan jarinya. "Ide bagus, lo aja yang anterin Elmira pulang."

Elmira menatap Berlyn dengan kedua mata yang melotot, menunjukkan bahwa dirinya tak terima dengan ucapan Berlyn tadi. "Gue bisa sendiri kok, lo gak perlu nganterin gue."

"Yuk!" ajak Varo yang sama sekali tak mendengarkan ucapan Elmira.

Melihat Elmira yang diam saja membuat Varo mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan gadis itu lalu berjalan meninggalkan Berlyn tanpa pamit. Sedangkan Elmira yang ditarik paksa oleh Varo langsung menoleh ke arah Berlyn dan melototkan matanya tajam, Berlyn yang melihat itu hanya mengulurkan lidahnya meledek lalu masuk ke dalam rumahnya.

"Lo kan bisa gak perlu pegang tangan gue segala," kata Elmira sembari berusaha melepaskan tangan lelaki itu yang semakin erat menggenggam tangannya.

Mendengar itu Varo melepaskan tangannya lalu mensejajarkan langkahnya dengan Elmira. "Abisnya tadi lo susah banget buat pulang bareng gue."

"Udah gue bilang kalau gue bisa sendiri, Varo."

"Sekarang udah terlanjur gue jalan, jadi apa susahnya lo nerima bantuan gue? Emang lo mau kalau nanti lo gak tahu jalan terus nanya ke orang dan ternyata orang itu ngasih jalan sesat ke lo."

Sementara itu Elmira hanya diam, tak berniat untuk menyahuti ucapan Varo. Lagi pula Elmira percaya kalau orang-orang di sini tidak jahat, semuanya baik hati makannya dari itu Elmira percaya jika dirinya bertanya pada orang-orang di sini.

"Lo tadi kerja kelompok di rumah siapa?" tanya Varo membuka topik pembicaraan, lantaran keduanya hanya diam.

"Rafiq," jawab gadis itu singkat.

Setelah itu Varo tak kembali melanjutkan topiknya, hingga keduanya sudah tiba di depan rumah Elmira. Di depan rumah ada Rivanya yang terlihat sedang menelepon seseorang, Elmira melambaikan tangannya saat temannya itu melambaikan tangan ke arahnya.

"Si Anya lagi telponan sama siapa?"

Elmira menoleh lalu mengedikkan kedua bahunya. "Ya mana gue tahu, gue kan baru sampe."

Varo menatap Rivanya sesaat, lelaki itu membalas senyumannya saat Rivanya tersenyum kepadanya. "Kalau gitu gue pulang dulu ya, El."

"Thanks lo udah nganterin gue."

"Sama-sama, gue pulang ya, bye!" lalu lelaki itu melenggang pergi dari hadapan Elmira. Setelah Varo tak terlihat lagi dari pandangannya, Elmira berbalik dan masuk ke dalam rumahnya.

Gadis itu menepuk sekilas bahu Rivanya sebelum benar-benar masuk ke dalam rumahnya, Elmira sekilas mendengar temannya itu menyebut mama pada orang yang berada di teleponnya.

Menghela napasnya gusar lalu masuk ke dalam kamarnya, Elmira mencoba untuk tidak merasa iri dengan apa yang saat ini dilakukan oleh Rivanya. Mungkin orangtua Rivanya tidak terlalu sibuk seperti kedua orangtuanya sehingga tak sempat meneleponnya untuk menanyakan kabar.

Usai menyimpan tas di atas meja belajarnya, Elmira berjalan ke arah kasurnya dan duduk di sana. Tangannya terulur untuk membuka laci nakasnya, ia mengambil ponsel dan mengaktifkan data selulernya berharap ada kabar dari kedua orangtuanya.

Namun, untuk kesekian kalinya Elmira hanya mendapatkan beberapa pesan dari Alana saja. Memang semenjak dirinya pindah ke desa Marga Asih ini hanya dengan Alana dirinya bertukar kabar, atau sesekali Bi Marni yang menanyakan kabarnya.

"Halo?" sapa Elmira saat panggilan terhubung dengan Alana.

'Lo ke mana aja, El?'

"Gue baru pulang kerja kelompok makannya jam segini baru pulang."

'Oh gitu. El, ada yang mau gue omongin sama lo," suara Alana berubah menjadi serius, sepertinya memang ada hal penting yang akan diberitahukan oleh sahabatnya itu.

"Ada apa?"

'Tadi pulang sekolah kan gue mampir ke mall, terus gak sengaja gue ketemu sama nyokap lo.'

Elmira masih menunggu ucapan Alana selanjutnya.

'El?'

"Lanjut aja, Na."

'Terus dia nanyain lo ke gue, emangnya sampe sekarang nyokap atau bokap lo gak ada yang tahu, El?'

Mendengar itu Elmira tersenyum kecut. Kenapa maminya tak berani langsung menanyakan padanya saja? Kenapa harus lewat perantara? Apa maminya itu tidak percaya kalau dirinya pergi dari rumah karena program pertukaran pelajar?

"Enggak ada yang tahu, awalnya juga gue mau izin ke mereka, Na. Tapi, mereka sibuk terus dan gue ngomong pun mereka nganggepnya itu candaan. Siapa yang gak sakit hati digituin sama orangtua sendiri, Na?"

'Lo gak ada hubungin mereka duluan?'

"Buat apa? Mereka aja gak berniat untuk cari tahu gue ada di mana sekarang, bahkan nelpon pun enggak ada."

***