Sore ini Elmira, Alana, serta Rivanya memutuskan untuk berjalan-jalan ke kebun teh yang ada di sekitaran rumah. Elmira dan Rivanya sama sekali belum pernah berjalan-jalan keluar rumah semenjak tinggal di desa Marga Asih ini.
Dan baru kali ini mereka berdua keluar dari rumah selain sekolah, itu pun karena Alana memaksanya karena dia ingin berfoto di tengah-tengah kebun teh. Ketiganya berjalan beriringan menyusuri perkebunan teh dengan ditemani udara sore yang sangat sejuk.
"Andai aja gue kepilih buat ikut pertukaran pelajar, apalagi ke tempat yang kayak gini gue gak akan nolak, sih."
Alana membuka suaranya sembari asik berfoto, Elmira yang mendengar itu hanya tersenyum tipis. Dirinya pun tentu saja senang jika berada di tempat seperti ini, jauh dari polusi seperti di kota. Tetapi itu hanya sebatas liburan atau berkunjung saja ke sini, bukan untuk mengikuti pertukaran pelajar seperti ini.
Namun, di samping itu Elmira tetap bersyukur karena setidaknya ia diberikan kepercayaan oleh pihak sekolah untuk ikut serta dalam program seperti ini. Karena selain itu juga Elmira dapat menjauh dari kedua orangtuanya, ia ingin tahu apakah mereka akan merasa kehilangan atau biasa-biasa saja.
"By the way, kalian di sini sampe kapan, sih?"
"Kurang lebih tiga bulanan. Ya kan, Nya?" sahut Elmira sembari menoleh ke arah Rivanya.
Gadis itu mengangguk. "Kata Bu Nilam sih memang tiga bulanan, tapi ya semoga kurang dari tiga bulan, sih."
Mendengar itu Alana langsung menoleh. "Lah? Kenapa? Lo gak nyaman di sini, Nya?"
"Eum... gimana ya? Ditanya gak nyaman ya enggak juga, tapi ditanya nyaman enggak juga," Rivanya menggaruk kepalanya bingung. "Pokoknya gitu, deh."
Sontak keduanya langsung terkekeh mendengar jawaban dari Rivanya. "Yeuuu, gimana sih lo? Gak konsisten kalau gitu namanya," Alana terkekeh geli.
"Bukannya lo udah akrab banget ya sama anak IPA 1?" tanya Elmira heran, karena pada saat istirahat Elmira sempat melihat Rivanya bersama teman-teman barunya.
"Ya emang akrab, sih. Cuma ya gitu," jawab Rivanya seadanya.
Alana beralih menatap ke arah Elmira. "Kalau lo nyaman gak di sini?"
Belum sempat Elmira menjawab, Rivanya sudah lebih dulu membuka suaranya. "Asal kamu tahu ya, Na. Elmira itu di sini udah deket sama satu cowok," ucapnya sedikit berbisik, namun Elmira tetap dapat mendengarnya.
Alis Elmira mengerut bingung. "Gue deket sama cowok? Mana ada, Rivanya," gadis itu menunjuk dirinya sendiri dengan heran.
"Terus cowok yang waktu itu kamu lagi nungguin aku, itu siapa?"
Tatapan keduanya berubah seperti meledek ke arahnya, terlebih lagi Alana menatapnya dengan tatapan penuh intimidasi. "Kenapa lo gak cerita kalau lo deket sama cowok di sini?"
Elmira berdecak kesal. "Gue gak deket sama cowok, Alana. Dia itu cuma temen sekelas gue doang," ucapnya membela diri.
Lalu Alana mendekat ke arah Rivanya dan berbisik, "Cakep gak cowoknya?"
Rivanya mengingat kembali lelaki yang pernah ia temui bersama Elmira itu lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Alana. "Ganteng sih, dia kan cowok."
Jawaban dari Rivanya seperti itu membuat Alana memutar bola matanya malas, anak kecil pun jika ditanya seperti itu pasti jawabannya akan sama. Sepertinya Rivanya memang tak bisa membedakan mana laki-laki yang benar-benar tampan, tidak seperti dirinya yang bisa membedakan hal itu.
"Kayaknya aku harus pulang duluan, deh. Kalian kalau masih mau di sini gak apa-apa, aku pulang duluan ya?" pamit Rivanya setelah melihat jam di ponselnya.
"Gue masih mau di sini, belum puas nih foto-fotonya."
Rivanya mengangguk. "Yaudah aku pulang. Elmira, aku pulang duluan ya, dadah!"
"Dah!"
Seusai Rivanya pergi dari hadapan mereka, Alana langsung merangkul Elmira dan membawanya ke sebuah bangku panjang yang berasal dari kayu. Alana mendorong Elmira untuk duduk, sementara Elmira hanya pasrah saja karena ia tahu setelah ini Alana akan menembaknya dengan berbagai pertanyaan.
"Parah ya lo!" sindir Alana setelah duduk di samping Elmira.
"Kenapa?"
"Kinipi?" Alana meniru ucapan Elmira dengan meledek, kedua matanya pun melirik sinis ke arah Elmira.
Elmira mengulum bibirnya, menahan tawanya saat melihat ekspresi yang diberikan oleh Alana. "Lagian gue gak paham sama lo yang tiba-tiba ngomong parah ke gue," katanya pura-pura tak tahu.
Alana menghela napasnya kasar. "Lo kenapa gak cerita ke gue, sih?"
Keningnya mengerut. "Gue selalu cerita ke lo setiap hari, Na. Apalagi kalau di sekolah, gue sering ceritain kan ke lo kayak gimana gue di sini."
"Selain itu. Lo gak cerita tentang percintaan lo di sini," ujar Alana yang saat ini sudah mulai kesal lantaran Elmira belum juga paham ke mana arah pembicaraannya. "Tadi si Rivanya bilang kalau lo lagi deket sama cowok, kenapa lo gak cerita ke gue tentang itu? Atau karena cowoknya itu ganteng dan lo gak mau ceritain karena takut gue rebut?"
Dengan cepat Elmira menggeleng. "Bukan gitu, Alana. Ya lagian gue sama dia tuh cuma temen sekelas, gak lebih. Ya makannya gue gak ceritain tentang dia ke lo, karena dia emang bukan orang spesial."
"Siapapun dia, pokoknya gue mau tahu ceritanya! Cerita sekarang!" perintahnya tak ingin diganggu gugat.
Elmira menghembuskan napasnya pasrah, karena jika ia masih kekeh tak ingin menceritakan tentang Varo, sahabatnya itu pasti akan terus memaksanya. Daripada nanti ujung-ujungnya masalah ini bertambah panjang, lebih baik Elmira langsung menceritakannya saja.
"Jadi nama dia itu Varo," ucap Elmira memperkenalkan Varo sampai menjelaskan bagaimana awal mereka kenal hingga terakhir dirinya diantarkan pulang oleh Varo sebagai permintamaafan laki-laki itu karena telah menjahilinya.
"Kalau dia ganteng, deketin aja, El. Lumayan, kan selama ini lo gak pernah tuh dideketin sama cowok," saran Alana, refleks Elmira langsung memukul lengan sahabatnya itu dengan kesal.
"Ogah! Lo aja sana kalau mau!" Elmira langsung bergidik saat mendengar penuturan dari sahabatnya itu. Tapi, setelah mendengar saran sesat dari Alana membuat Elmira ragu untuk menyebut gadis itu sahabat.
"Gue pengen liat orangnya dulu, eh tapi itu pun setelah lo yakin kalau lo gak suka sama dia. Gak apa-apa deh gue dijadiin tempat pembuangan, yang penting cowoknya ganteng."
Elmira menggeleng-geleng heran melihat kelakuan sahabatnya itu. "Gue gak punya fotonya, lagian gue gak suka sama dia, Na. Nanti deh kalau udah waktunya, gue kenalin lo ke dia."
Alana tersenyum lebar mendengar itu. "Asik, gue tunggu waktu baiknya ya!"
"Apaan banget sih, lo?" Elmira tertawa mendengarnya. "Kayaknya lo kebelet banget buat punya pacar ya? Emangnya di sana lo gak nemuin cogan lagi?"
Alana mengetuk jari telunjuk di dagunya, mengingat lagi sosok laki-laki tampan yang ada di SMA Pelita Bangsa. "Banyak sih sebenernya, cuma masih yang itu-itu aja. Belum ada yang baru, makannya gue pengen nyari yang baru di sini."
"Gaya lo nyari yang baru! Dideketin sama cowok aja, ketar-ketir lo!"
***