Prisa menggelengkan kepalanya, "aku nggak lapar Ma."
"Tapi kamu kan belum makan malam. Mau dibawain makan sama Mbak Darti kesini?"
"Nggak usah, Ma. Nanti aku turun sendiri."
Prisa bercermin, matanya masih terlihat sembab dan merah, lalu ia keluar dari kamarnya, ia menuruni anak tangga menuju ke ruang makan. Rumah sudah mulai sepi, karena tamu yang hadir sudah pulang. Prisa duduk berhadapan dengan Ervan, lalu matanya melirik laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu. Ervan sama sekali tidak peduli padanya.
Prisa mengambil piring lalu menuangkan nasi dan lauk pauk ke atasnya, lalu ia makan sesuap demi sesuap hanya untuk sedikit mengisi kekosongan perutnya.
"Nasinya sedikit banget, Mama tambahkan ya?" Ucap Maka Kania.
"Nggak Ma, nggak usah. Aku kan memang makannya sedikit."
Mama Kania perhatian pada Prisa seperti ia perhatian pada anak kandungnya sendiri, memang dulu Mama Kania pernah menganggap Prisa seperti anak perempuannya, karena keinginannya untuk mempunyai seorang anak perempuan belum terwujud.
Setelah selesai makan, Prisa membawakan piring-piring kotor ke dapur, lalu ia mencucinya.
"Kamu istirahat aja, biar Mbak Darti yang cuci piringnya!" Ucap Mama Kania.
"Nggak apa-apa Ma, aku yang cuci piring."
Prisa memang sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, ia selalu membantu Mama Mitha, jadi tak heran dimana pun, ia selalu ingin membantu untuk merapikan.
Setelah selesai mencuci piring, Prisa kembali menaiki anak tangga, lalu ia masuk ke dalam kamarnya.
Tok ... Tok ... Tok ...
Mama Kania mengetuk pintu kamar Ervan yang bersebelahan dengan kamar Ervin. Ervan pun membuka pintu kamarnya.
"Kok kamu masih berada di kamar ini? Kamu kan harusnya tidur di kamar sebelah sama Prisa, dia kan sekarang istri kamu." Tutur sang mama.
"Tapi ini kan hanya status. Aku nggak mencintai Prisa."
"Tapi apa salahnya kalau kalian tidur bersama? Kasihan Prisa sendirian, dia pasti masih bersedih."
"Ya aku juga masih bersedih."
"Ya sudah, kamu temani dia, ngobrol sama dia untuk saling menguatkan." Titah sang mama.
Dari kecil, Ervan sudah benci dengan Prisa, bahkan sampai saat ini ia masih saja membenci wanita yang bekerja sebagai pelayan restaurant itu.
"Ayolah Ervan!"
Ervan pun menuruti permintaan sang mama, ia mengetuk pintu kamar Ervin, lalu Prisa membukakannya. Ervan melirik Prisa, lalu ia masuk ke dalam kamar.
"Kamu tidur di atas ranjang dan saya tidur di sofa atau mau sebaliknya?" Tanya Ervan.
"Terserah!" Jawab Prisa.
"Ya sudah, saya tidur di sofa. Silahkan kamu tidur di atas ranjang!" Ujar Ervan.
Ervan pun mengambil bantal dan selimut miliknya, lalu ia merebahkan tubuhnya di atas sofa bed berwarna cokelat tua. Sedangkan Prisa masih duduk di tepi ranjang, ia sedang memperhatikan laki-laki yang tadi mengucapkan ijab kabul kepadanya, ia sangat cuek. Sangat berbeda dengan Ervin.
Prisa kembali menangis, ia sedih karena sebelumnya ia membayangkan malam pertamanya akan indah bersama Ervin, tapi ternyata kenyataan pahit menampar mimpi indahnya. Malam pertama ia lewatkan dengan menangisi kepergian Ervin.
"Ngapain kamu masih nangis? Tidur, udah malam!" Ucap Ervan yang ternyata belum tertidur.
Prisa pun langsung menghapus air matanya, ia tak ingin terlihat sedih di hadapan Ervan.
Prisa merebahkan tubuhnya, lalu ia berusaha memejamkan kedua matanya. Namun ternyata pikirannya belum bisa di ajak beristirahat, pikirannya malah membawanya ke wisata masa lalu.
Satu tahun yang lalu.
"Prisa!" Ucap Ervin, saat ia dan Ervan sedang makan siang di Cakrawala Restaurant. Prisa yang saat itu sedang mengantarkan makanan pun terkejut melihat si kembar yang wajahnya sudah berbeda.
"Kamu Prisa kan?" Tanya Ervin, lalu Prisa pun menganggukkan kepalanya.
"Aku Ervin dan ini kembaran aku Ervan. Kamu masih ingat?"
"Iya, aku ingat. Tapi maaf, aku nggak bisa ngobrol berlama-lama, karena masih harus bekerja."
Ervin pun meminta nomor handphone Prisa, lalu Prisa memberikannya. Pada saat itu Prisa seperti sedang bermimpi karena dipertemukan kembali oleh Ervan dan Ervin, si kembar yang berada pada masa lalunya.
Keesokan harinya, Ervin mengajak Prisa untuk bertemu. Pulang kerja, Prisa langsung menuju ke Star Cafe. Ervin sudah menunggunya disana. Dari kejauhan, Ervin melambaikan tangan, lalu meleparkan senyum padanya. Prisa pun membalas dengan senyuman termanisnya.
"Kamu apa kabar?" Tanya Ervin.
Prisa yang masih malu-malu karena sudah lama tidak bertemu, menundukkan pandangannya, seraya menjawab. "Alhamdulillah sehat."
"Aku senang banget bisa ketemu kamu lagi. Aku nggak sangka, ternyata kamu kerja di Restaurant itu."
Prisa menganggukkan kepalanya, "iya, aku juga senang bisa ketemu kamu lagi."
"Udah lama aku cari kamu. Aku sempat ke tempat tinggal kamu yang dulu, tapi ternyata kamu udah pindah. Aku cari kamu ke sosial media, tapi aku juga nggak menemukan kamu."
"Iya, aku memang nggak aktif di sosmed."
"Karena sibuk kerja ya?"
"Iya."
"Kamu sekarang tinggal dimana?" Tanya Ervin.
"Di jalan Damai Asri daerah Jakarta barat."
"Oh cukup jauh ya, aku di perumahan Karya Indah daerah Jakarta Selatan."
"Iya, jauh."
"Pantas aja kita nggak ketemu." Ujar Ervin.
Pertemuan untuk pertama kalinya ketika dewasa, menurut Prisa sangat menyenangkan karena Ervin bisa mencairkan suasana. Prisa yang sedikit pemalu dan pendiam, pada akhirnya bisa ngobrol asyik dengan teman lamanya itu.
Prisa baru mengetahui kalau Ervin selama ini berusaha mencarinya, tapi tak juga bertemu. Saat Ervin sudah pasrah, akhirnya malah bertemu secara tak sengaja. Kadang takdir memang seperti itu, pun ketika sudah bertemu, lalu mereka berdua berniat untuk menikah, takdir malah berkata lain, mereka harus dipisahkan lagi untuk selamanya.
Mengingat Ervin pada masa lalunya adalah kebahagiaan untuk Prisa. Namun ketika sudah kembali ke dunia nyata, ia kembali harus menerima takdir bahwa Ervin sudah tidak ada di dunia.
Alarm pada ponsel Prisa berbunyi, ia pun membuka kedua matanya, lalu mematikan alarm tersebut. Sudah pukul lima pagi, Prisa yang sedang berhalangan, jadi ia tidak menunaikan sholat subuh. Prisa melihat Ervan yang masih berselimut, ia masih tertidur pulas, lalu Prisa pun membangunkannya.
"Van, bangun!" Prisa masih terus membangunkan laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu.
Ervan pun membuka kedua matanya, "apaan sih?"
"Sudah subuh, waktunya sholat."
Ervan pun bangun, lalu ia kembali ke kamarnya dan melanjutkan tidurnya. Ia tidak suka jika sedang tidur, lalu ada yang menganggunya.
Prisa pun keluar kamar, lalu melangkahkan kakinya menuruni anak tangga.
"Prisa, Ervan sudah bangun?" Tanya Mama Kania.
"Tadi sih sudah aku bangunkan, setelah itu dia kembali ke kamarnya."
"Coba tolong kamu bangunkan lagi di dalam kamarnya, takutnya dia belum sholat."
Prisa pun kembali naik ke lantai dua, lalu ia mengetuk pintu kamar Ervan.
Kreekkk ~~
Ervan dengan matanya yang masih mengantuk pun, membukakan pintu.