"Sial! Gw sial gara-gara lo!" Sembur Ervan.
Kedua mata Prisa menatapnya, "kenapa gara-gara aku? Kan kamu yang nyetir mobil. Aku udah berusaha mengingatkan, tapi kamu malah cuek aja."
"Iya, tapi memang lo itu wanita pembawa sial!"
Prisa harus berusaha menutup hatinya, agar kata-kata kasar yang Ervan ucapkan itu tidak masuk ke dalamnya.
"Saudara kembar gue meninggal karena mau menikah sama lo, lalu gue nabrak mobil karena sedang menebengi lo. Sial kan kalau ada lo?!"
`Padahal Ervan adalah seorang yang berpendidikan tinggi, ia juga seorang CEO di perusahaan milik orang tuanya, tapi mengapa prilakunya seperti ini? Atau jangan-jangan ketika di kantor, ia juga sering marah seperti ini dengan bawahannya.` Batin Prisa.
Prisa masih terdiam, ia tidak ingin menanggapi laki-laki yang sedang menyetir di sebelahnya itu, karena Prisa takut malah akan menganggu konsentrasinya, lalu akan menyebabkan kejadian yang serupa.
"Gue tau, lo mau nikah sama Ervin hanya untuk mendapatkan harta kekayaan keluarga gue kan?" Ervan masih saja berceloteh.
"Nggak!" Jawab Prisa, singkat.
"Halah, ngaku aja deh! Jangan harap dengan lo menikah sama gue, lo bisa mendapatkan harta kekayaan keluarga gue!"
"Asal kamu tau, aku dan Ervin itu saling mencintai sejak lama, karena aku tau Ervin orangnya baik, tidak seperti kamu yang …."
"Yang apa?" Ervan memotong pembicaraan Prisa.
"Jahat ya? Pasti lo mau bilang kalau gue jahat kan?"
Prisa terdiam, ia tidak berani meneruskan perkataannya. Tiba-tiba saja, Ervan meminggirkan kendaraan roda empatnya.
"Kok berhenti disini?" Tanya Prisa.
"Sekarang lo turun! Turun cepat!" Perintah Ervan dengan suara kerasnya. Prisa pun takut jika diturunkan di tempat sepi dan gelap seperti ini.
"Van, kamu nggak salah menyuruh aku turun disini? Maafkan aku Van, maafkan aku! Jangan turunkan aku disini."
Namun Ervan dengan intonasi suaranya yang tinggi, tetap menyuruh Prisa untuk turun dari mobilnya, karena ia tidak mau mendapatkan kesialan untuk kedua kalinya.
Dengan matanya yang menahan tangis, Prisa pun turun dari mobil Ervan. Setelah Prisa turun, Ervan langsung melajukan kembali kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Prisa menangis tersedu, betapa teganya laki-laki yang sudah berstatus sebagai suaminya itu, meninggalkannya di tempat sepi di malam hari. Prisa membuka ponselnya, lalu ia memesan ojek online.
Suara dentuman petir sudah terdengar dengan sangat merdu, pertanda sebentar lagi hujan akan turun. Dinginnya angin malam merasuk ke dalam tubuh yang hanya terbalut kaos lengan panjang. Ojek online yang Prisa pesan pun sampai tepat di hadapannya, lalu ia langsung naik ke atas motornya tersebut. Baru saja lima menit berjalan, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Pengendara ojek online itu tidak membawa dua jas hujan, ia hanya membawa satu jas hujan yang sudah dipakai untuk dirinya.
"Gimana Neng, mau berteduh dulu?" Tanya pengendara ojek.
"Nggak usah, Bang. Lanjut jalan aja!"
Sang pengendara ojek pun mengikuti perkataan penumpangnya, ia melanjutkan perjalanan walau hujan lebat melanda. Hujan turun bersamaan dengan air mata Prisa yang juga mengalir deras membasahi kedua pipinya. Bukan baru pertama kali ia menangis ditengah hujan, tapi ia sudah sering melakukan itu.
Di waktu yang sama, Mama Kania dan Papa Malik masih berbincang di ruang tengah, mereka masih menanti Prisa dan Ervan pulang, Mama Kania berharap dengan kebersamaan anak dan menantunya itu, bisa membangun rasa cinta diantara mereka.
Tin … Tin …
Ervan membunyikan klakson mobilnya, ia baru saja sampai di rumah. Security di rumahnya langsung membukakan pintu pagar, lalu Ervan memasukkan mobilnya.
Ervan masuk ke dalam rumahnya, melihat Ervan yang sendirian, Mama Kania pun menegurnya, "Van, Prisa mana?"
"Prisa kembali ke rumahnya." Jawab Ervan.
Mama kania tidak percaya kalau Prisa Kembali ke rumahnya, tidak mungkin Prisa meninggalkan rumah ini tanpa izin kepadanya. Mama Kania mengambil ponselnya, lalu ia mencoba menghubungi menantu barunya itu. Sudah tiga kali panggilan tapi tidak satupun yang dijawab olehnya. Mama Kania pun bertanya-tanya, kemana Prisa? Mama Kania melihat keluar, diluar rumah hujan masih lebat. Mama Kania kembali masuk ke dalam rumahnya, ia duduk di ruang tengah menunggu kedatangan menantunya itu.
Ervan yang sudah berganti pakaian, turun dari kamarnya, ia duduk di dekat kedua orang tuanya.
"Van, Prisa kemana?" Mama Kania bertanya lagi pada anak laki-lakinya itu.
"Aku juga nggak tau!" Jawab Ervan dengan mudahnya, ia sama sekali tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah ia lakukan.
Prisa pun sampai di rumah mertuanya dengan pakaiannya yang basah kuyup, tubuhnya sudah menggigil kedinginan.
"Bu Prisa kok basah-basahan?" Tanya security yang membukakan pintu pagarnya.
"Iya. Saya habis naik ojek."
Prisa langsung masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum." Salam Prisa.
Prisa melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya, Mama Kania, Papa Malik dan juga Ervan yang masih duduk di ruang tengah pun melihat Prisa yang basah kuyup. Prisa memandang Ervan dengan tatapannya yang tajam, ia benci dengan laki-laki yang sudah menuruni ia di pinggir jalan itu.
"Prisa, kok kamu basah-basahan?" Tanya Mama Kania sambal berdiri dari tempat duduknya.
"Aku ditinggal sama Ervan di pinggir jalan!" Ungkap Prisa dengan wajah kecewanya. Prisa langsung beranjak ke kamarnya untuk mandi, lalu berganti pakaian.
"Benar begitu, Van?" Tanya Mama Kania sambil menatap Ervan, ia kecewa dengan anak laki-lakinya yang berbuat seperti itu.
"Iya Ma, karena Prisa itu wanita pembawa sial!"
"Apa sih maksud kamu?" Tanya Papa Malik sambil menatap tajam anak laki-lakinya yang sudah tega menuruni istrinya di pinggir jalan.
"Tadi mobilku nabrak mobil di depannya ketika sedang macet. Akhirnya aku disuruh ganti rugi. Sial banget kan gara-gara memboncengi Prisa di dalam mobil!"
Papa Malik kecewa dengan Ervan yang masih bersikap ke kanak-kanakan seperti itu, ia menyalahkan Prisa atas peristiwa yang menimpanya. Padahal sebelumnya, Ervan tidak pernah berprilaku seperti itu terhadap orang lain. Karena kebenciannya terhadap Prisa yang membuatnya seperti itu.
Mama Kania beranjak ke kamar menantunya itu.
Tok … Tok … Tok …
"Prisa!" Panggil sang mama mertua.
Prisa pun membukakan pintunya, ia baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Mama Kania masuk ke dalam kamarnya, lalu duduk di tepi ranjang.
"Sebenarnya gimana kejadiannya, kamu bisa ditinggal sama Ervan?"
Prisa menundukkan kepalanya, ia ingin bercerita tapi air mata lebih dulu membasahi kedua pipinya.
"Ervan mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi, lalu aku peringatkan agar dia menurunkan kecepatannya, tapi Ervan malah marah. Setelah itu Ervan melewati kemacetan di jalan, lalu ia menabrak mobil yang berada di depannya karena dia nggak sabar, dia juga sempat bersitegang saat diminta untuk ganti rugi oleh orang yang punya kendaraan tersebut. Setelah Ervan mentransfer sejumlah uang pada orang tersebut, aku dan Ervan kembali ke dalam mobil, lalu Ervan terus saja menyalahkan aku atas musibah yang menimpanya. Dia mengatakan kalau aku wanita pembawa sial, aku sakit hati Ma dihina seperti itu." Jelas Prisa yang masih berurai air mata.