"Setelah itu Ervan meminggirkan kendaraannya, lalu dia menyuruh aku turun ditempat yang gelap dan sepi, aku takut. Setelah aku turun, aku langsung memesan ojek online." Lanjut Prisa.
"Mama tidak menyangka jika sikap Ervan seperti itu, tega sekali dia kepada kamu."
"Sampai kapan aku harus bersabar menghadapi suami seperti itu, Ma?"
Mama Kania memeluk Prisa sambal mengelus-elus kepalanya. Prisa sudah seperti anaknya sendiri.
"Mama selalu berdoa untuk kalian berdua, terutama untuk Ervan agar hatinya luluh dan mau menerima kamu sebagai istrinya, kamu juga jangan lupa berdoa ya."
Prisa menganggukkan kepalanya, memang tak ada kekuatan selain doa. Doalah yang mampu merubah segalanya. Mama Kania keluar dari kamar Prisa, lalu ia beranjak ke kamar Ervan.
Tok … Tok … Tok …
"Ervan!" Panggil sang mama. Ervan yang baru saja beranjak ke tempat tidurnya pun merasa kesal, tapi ia tetap membukakan pintunya.
"Ada apa lagi sih, Ma?"
Mama Kania masuk ke dalam kamar sang anak. "Kamu kok tega sih sama istri kamu sendiri?"
Ervan sudah tidak ingin membahas masalah tersebut, karena hanya akan membuat dirinya emosi saja.
"Sudahlah Ma, aku lelah. Aku mau beristirahat!"
"Van, Prisa itu seorang wanita yang perasaannya sangat lembut, jika kamu belum bisa mencintai dia, tolong jangan kamu sakiti dia!" Ujar sang mama.
"Iya Mama, udah ya jangan bicarakan tentang itu terus!"
"Ya sudah sekarang kamu tidur sama dia, sana! Kalian kan sudah suami istri."
Ervan menggelengkan kepalanya seraya berkata, "nggak!"
Kali ini Mama Kania tidak ingin memaksa, ia pun keluar dari kamar putranya tersebut. Ervan melanjutkan istirahatnya, ia tidak mau ambil pusing dengan persoalan hidupnya, yang terpenting ia harus fokus dengan pekerjaannya mengurus perusahaan sang papa, setelah itu ia akan mencari wanita yang ia cintai untuk menikah dengannya.
Ervan berada di sebuah taman yang indah, ia sedang duduk bersama Ervin di tengah rerumputan.
"Van, terima kasih ya lo udah menikahi Prisa, tolong jaga dia karena dia itu wanita baik-baik. Jangan sakiti hatinya!"
"Tapi gue nggak mencintai Prisa."
"Gue yakin suatu saat lo bisa mencintai dia karena kebaikan hatinya."
"Nggak!"
"Nggak akan pernah!"
Ervan pun terbangun dari tidurnya, tadi ia bermimpi bertemu dengan Ervin. Ervan melirik jam pada dindingnya, waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi, ia masih berdiam diri di atas tempat tidurnya.
Adzan subuh pun terdengar, Ervan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu ia melaksanakan sholat subuh. Setelah selesai sholat, Ervan pun bersiap-siap, ia memakai kemeja berwarna abu tua lengan panjang dan dasi bermotif. Setelah itu, ia menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhnya.
Ervan melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, lalu ia beranjak ke ruang makan. Di meja makan belum ada makanan apapun yang tersedia. Tak lama kemudian, Prisa menyediakan sepiring nasi goreng buatannya untuk sarapan sang suami, lalu ia juga membuatkan secangkir teh manis hangat, ia letakkan di meja makan. Walau sakit hatinya belum juga hilang, tapi Prisa tidak melupakan kewajibannya untuk melayani suaminya.
"Ayo dong Pris, kamu juga ikut makan sama-sama!" Ucap Papa Malik.
Prisa pun duduk di sebelah sang suami yang tidak sedikitpun mau melihatnya.
"Van, gimana kalau Prisa ikut bekerja di kantor sebagai asisten pribadi kamu?" Usul sang papa.
Ervan yang sedang makan pun tersedak, lalu ia mengambil cangkir dan menuangkan air putih ke dalamnya. Ervan terkejut dengan perkataan sang papa, tentunya ia tidak akan menyetujuinya.
"Nggak! Mana mungkin dia bisa, dia kan belum berpengalaman." Tolak Ervan.
"Justru itu biar dia berpengalaman." Lanjut sang papa.
"Tapi, seorang asisten itu harus cerdas dan berpendidikan, Pa. sedangkan Prisa kan pendidikannya hanya sampai SMA."
"Iya Pa, aku memang cocoknya hanya menjadi pelayan restaurant." Sambung Prisa.
"Nah, orangnya sendiri mengakui kan? Memang tamatan SMA itu hanya cocok jadi pelayan atau juga cleaning service."
Prisa menundukkan kepalanya. Tak apa ia direndahkan seperti itu, karena memang nyatanya seperti itu. Prisa merasa tidak ada yang pantas dibanggakan dari dirinya. Ia hanya wanita biasa yang tidak punya kelebihan menonjol. Sudah bisa mencari uang sendiri saja, ia sangat bersyukur, bisa mambantu Mama Mitha dan kedua adiknya.
Ervan sudah selesai makan, lalu ia berpamitan pada kedua orang tuanya untuk pergi ke kantor.
"Pris, ini hpnya Ervan tertinggal, tolong kejar dia!" Titah Mama Kania seraya memberikan ponsel tersebut pada Prisa. Prisa pun mengejar Ervan yang sudah berada di garasi, ia hendak mengeluarkan mobilnya.
"Ervan!"
Ervan pun menoleh, lalu Prisa memberikan ponselnya itu pada pemiliknya, tapi tak ada sepatahkatapun yang terlontar dari mulut Ervan. Ervan pun masuk ke dalam mobilnya, lalu ia mengendarainya menuju Gedung Arthatama.
Prisa Kembali ke dalam rumah, hari ini ia masih cuti kerja sampai satu minggu ke depan. Andai saja ia jadi menikah dengan Ervin, pastinya hari ini mereka berdua sudah berbulan madu keluar kota, itu merupakan rencana Ervin dan Prisa dari sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Jika memang seperti ini, lebih baik Prisa percepat waktu cutinya, ia ingin secepatnya masuk kerja agar tidak suntuk berada di rumah mertuanya, walaupun di rumah ini serba ada bak di surga, tapi tetap saja hati Prisa terasa hampa tanpa seseorang yang dicintainya.
"Pris, bantu packing pakaian milik Ervin yuk, karena mau disumbangkan." Ucap Mama Kania.
Prisa pun beranjak ke kamarnya, lalu ia membuka lemari Ervin. Ia dan sang mama mertua mulai melipat dan memasukkan pakaian Ervin ke dalam plastik besar, karena jika orangnya sudah tiada memang seharusnya disumbangkan agar yang memiliki pakaian tersebut mendapatkan pahala.
Melihat pakaian-pakaian milik Ervin, kembali membuka kesedihan bagi Prisa. Ia harus mengeluarkan semua pakaian milik Ervin dari dalam lemarinya.
"Prisa, kamu mau menempati kamar Ervin atau mau di kamar Ervan aja?" Tanya Mama Kania.
"Aku mau di kamar Ervin aja."
" Ya sudah, bawa pakaian Ervan ke sini yuk!"
Prisa mengernyitkan keningnya, "Memangnya Ervan mau satu kamar denganku?"
"Harus mau dong, kalian berdua kan suami istri."
Hanya pernikahan di atas kertas, tapi tidak di kehidupan nyata. Karena nyatanya Prisa dan Ervan belum saling cinta. Namun andai saja Ervan mau berusaha mencintai Prisa, pasti Prisa pun bisa berusaha mencintai Ervan. Mereka bisa saling cinta asalkan Ervan bisa bersikap baik padanya.
Mama Kania dan Prisa pun memindahkan semua pakaian milik Ervan ke dalam lemari di dalam kamar Ervin, tanpa memberitahu Ervan terlebih dahulu. Karena sudah sewajarnya sepasang suami istri berada dalam satu kamar, tidak berpisah seperti sebelumnya. Mama Kania berharap semoga Ervan tidak marah dengannya karena hal ini.
Ervan baru saja sampai di kantornya, ia pun memarkirkan mobilnya, lalu masuk ke dalam Gedung kantornya tersebut. Semua karyawan menyapanya dengan senyuman, semua karyawan sudah tahu tentang berita kepergian Ervin dan menikahnya Ervan dengan calon istri Ervin.