Tin … Tin …
Ervan membunyikan klakson mobilnya, lalu security membukakan pintu pagar rumahnya. Ervan pun memasukkan kendaraan roda empatnya itu. Setelah selesai memarkirkan kendaraan roda empatnya ke dalam garasi, ia pun masuk ke dalam rumahnya.
Prisa yang keadaannya masih lemas, tetap menyediakan makan malam untuk suaminya itu. Masakannya sudah tersedia di atas meja, es manis hangat untuk Ervan pun sudah tersedia. Ervan masuk ke dalam kamar, lalu ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, Prisa pun menyediakan pakaian untuknya.
Ervan sudah keluar dari kamar mandi, lalu ia melihat pakaiannya sudah tersedia di atas ranjangnya.
"Ini, lo semua yang nyiapin?" Tanya Ervan.
"Iya, kenapa?"
"Nggak apa-apa. Lo keluar dulu sana, gue mau pakai baju!" Titah Ervan, namun Prisa menolak untuk keluar karena kepalanya masih terasa pusing, ia ingin beristirahat.
"Aku menghadap kesini aja, aku nggak akan melihat kamu kok. Kamu tenang aja!" Prisa pun menoleh ke belakang, ia juga tidak ingin melihat aurat Ervan. Padahal mereka berdua sudah menjadi pasangan suami istri tapi karena tak ada rasa cinta jadi mereka seperti bukan pasangan. Ervan langsung memakai pakaiannya tersebut.
Prisa merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran queen itu, Ervan heran melihatnya. Karena Prisa terlihat lemas.
"Kok lo tidur disitu sih? Itu kan tempat tidur gue!"
"Malam ini kamu tidur di sofa bed dulu, bisa nggak? Karena aku sedang sakit, badanku lemas, kepaku pusing.
"Oh, lo bisa sakit juga?"
Prisa tidak sedang bercanda, tapi Ervan malah berucap seperti itu. Prisa pun tidak menjawab ucapan suaminya itu.
Tok … Tok … Tok …
Mama Kania mengetuk pintu kamar, lalu Ervan pun membukakan pintunya.
"Mana Prisa?" Tanya Mama Kania seraya masuk ke dalam kamar. Mama Kania menghampiri Prisa yang berada di atas tempat tidur.
"Kamu masih pusing?"
Prisa menganggukkan kepalanya.
"Van, tolong antarkan Prisa berobat ke Klinik!" Titah sang mama.
Ervan menghela nafas, ia lelah baru pulang kerja, belum makan, belum istirahat tapi sudah disuruh untuk mengantarkan Prisa ke dokter.
"Suruh minum obat warung aja, Ma! Nanti juga sembuh."
"Sudah, sudah dua kali minum obat tapi masih juga pusing." Tutur sang mama, yang sangat khawatir pada keadaan Prisa.
"Yaudah, nanti aku anterin Ma, tapi aku mau makan dulu." Ervan pun melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, lalu ia beranjak ke ruang makan.
"Kamu juga makan yuk Pris!" Ajak sang mama mertua.
Prisa pun bangun dari tempat tidurnya, lalu ia melangkahkan kakinya perlahan menuruni anak tangga, Mama Kania berjalan di belakangnya. Setelah sampai di ruang makan, Prisa langsung duduk di samping Ervan yang sedang makan dengan lahapnya.
"Enak nih sambal ikan bakarnya!" Tutur Ervan.
"Pasti Mama baru lihat resep sambal di youtube lagi ya?" Lanjut Ervan, ia menyangka Mamanya lah yang membuat sambal itu.
"Itu Prisa yang buat, Prisa yang masak untuk kamu hari ini." Papar sang mama.
Ervan pun hanya melirik Prisa. Jika ia tahu kalau sambal ini Prisa yang membuatnya, ia takkan mau memujinya. Ervan pun menambahkan nasi ke atas piringnya. Tak bisa dipungkiri, masakan Prisa membuat nafsu makannya bertambah.
Prisa masih merasakan pusing dikepalanya dan juga disertai mual, ia berlari ke kamar mandi lalu memuntahkan isi perutnya. Setelah muntah, ia sudah sedikit lega.
"Kok muntah-muntah? Jangan-jangan lo hamil anak Ervin?!" Celetuk Ervan.
"Sssttttt!" Ucap Mama Kania.
"Apa sih, nikah aja belum, kok hamil?!" Balas Prisa, ia tidak pernah melakukan hubungan diluar pernikahan, jadi mana mungkin kalau dirinya hamil.
"Mungkin aja, kalian udah pernah berbuat sebelum menikah!"
Lisan Ervan memang tak terjaga, ia memang suka menyeletuk seperti itu yang membuat Prisa sakit hati.
"Ervan! Apa-apaan sih kamu?!" Seru Mama Kania. Ia tidak ingin Ervan asal bicara.
"Kalau muntah-muntah itu kan identik dengan kehamilan, Ma. Jadi mungkin aja dia hamil."
"Cukup!" Ujar Prisa, lalu ia kembali beranjak ke dalam kamarnya.
Mendengar ucapan Ervan bukannya membuat dirinya sembuh tapi malah membuat dirinya sakit hati. Prisa kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu tubuhnya ia tutupi dengan selimut.
Setelah selesai makan, Ervan pun kembali ke dalam kamarnya.
"Nggak jadi dianterin berobat ke Klinik? Ya udah!" Ucap Ervan.
Mendengar Ervan berbicara, Prisa pun kembali membuka selimutnya. "Ikhlas nggak nganterinnya? Kalau nggak ikhlas, ya nggak usah!"
"Memangnya lo nggak mau sembuh? Hah?"
"Siapa sih yang kalau sakit nggak mau sembuh? Setiap orang pasti mau sembuh!"
"Yaudah cepet, mau diantar berobat nggak? Nanti Mama marah lagi sama gue. Heran deh, lo pakai guna-guna apa sih, kok Mama gue bisa sayang sama lo melebihi rasa sayangnya sama gue?" Pertanyaan Ervan kembali membuat Prisa tersinggung.
"Nggak pakai apa-apa. Kamunya aja yang merasa nggak disayang sama Mama. Makanya jadi orang jangan jahat!"
"Kok lo jadi ngatain gue sih?" Ervan mulai marah.
"Kamu duluan yang buat aku sakit hati dengan ucapan-ucapan kamu yang nggak disaring!"
"Oh, jadi lo balas dendam ya?"
"Nggak, aku nggak dendam sama kamu. Udah ah, aku nggak mau rebut terus, kepalaku malah tambah pusing!"
Kreekkk~~
Mama Kania membuka pintu kamar. "Ervan, katanya mau antar Prisa berobat ke dokter?" Ucap sang mama.
"Prisanya nggak mau, malah tidur."
"Nggak Ma, aku nggak tidur." Sahut Prisa.
Mama Kania pun menyuruh Ervan untuk mengantarkan Prisa berbobat ke Klinik agar penyakit yang sedang melandanya segera sembuh. Prisa memakai cardigan, lalu ia mengekor di belakang Ervan menuruni anak tangga, lalu Ervan pun mengeluarkan kendaraan roda empatnya.
"Mau berobat ke dokter mana nih?" Tanya Ervan saat mereka berdua sudah berada di dalam mobil.
"Terserah kamu."
"Mau ke Klinik langganan keluarga gue? Tapi mahal, lo punya uang nggak?"
Prisa melihat ke dalam dompetnya, ternyata ia hanya membawa uang dua ratus ribu rupiah. Karena kalau berobat ke dokter umum di dekat rumah orang tuanya, hanya habis seratus ribu lebih.
"Aku cuma bawa uang dua ratus ribu, cukup nggak?" Tanya Prisa.
Ervan pun tertawa, "hari gini berobat ke Klinik dua ratus ribu? Dapat apa? Dapat resepnya doang dua ratus ribu mah!"
"Yaudah, pinjam uang kamu dulu deh, nanti aku ganti."
Memang sudah selayaknya Ervan memberikan nafkah materi pada Prisa, tapi Ervan tak juga peka untuk memberikannya, karena ia belum bisa menerima Prisa sebagai istrinya. Makanya Prisa masih harus bekerja, ia tidak ingin berharap pada orang yang tidak peduli padanya itu.
Sampailah pasangan ini di sebuah Klinik, lalu Prisa mendaftarkan dirinya. Setelah itu ia menunggu di ruang tunggu. Sambil menunggu Prisa berobat, Ervan membuka ponselnya, lalu ia membuka aplikasi Instagram. Tiba-tiba ia teringat temannya yang Bernama Salsa yang tadi bertemu dengannya, Ervan pun mencari akun Instagramnya. Akhirnya ia menemukannya, ia langsung memfollow akun Instagram Salsa tersebut.