Ervan masuk ke dalam ruangannya, lalu ia memanggil seorang sekretarisnya yang bernama Riana. Riana pun masuk ke dalam ruangan atasannya tersebut.
"Pak, saya turut berduka cita atas meninggalnya Pak Ervin."
"Iya, terima kasih."
"Oh iya Pak, saya juga mau memberikan selamat pada Bapak."
Ervan memicingkan kedua matanya sambil memandangi Riana. "selamat untuk apa?"
"Selamat untuk pernikahan Bapak."
Mendapat ucapan seperti itu, Ervan bukannya bahagia tapi ia malah kesal. Karena pernikahannya dengan Prisa bukanlah pernikahan yang ia harapkan, jadi tak pantas rasanya jika mendapatkan ucapan selamat dari orang lain.
Ervan melupakan masalah pernikahannya, ia ingin fokus bekerja demi perkembangan perusahaan milik orang tuanya.
Di waktu yang sama, Mama Kania dan Prisa sudah selesai membereskan pakaian milik Ervan, semua sudah dipindahkan ke dalam lemari milik Ervin, begitupun barang-barang milik Ervan lainnya yang dipindahkan ke kamar Ervin. Prisa takut kalau Ervan marah dan menyalahkannya, padahal ini adalah ide dari sang mama.
"Ma, kalau nanti Ervan marah padaku gimana?"Ucap Prisa.
"Nanti Mama yang akan bicara padanya, kamu tenang aja."
Prisa tidak mau mencari gara-gara dengan Ervan karena hatinya masih mengeras, ia tidak mau memberi ruang pada Prisa sedikitpun untuk masuk ke dalamnya.
"Prisa, kamu antar makan siang ya untuk Ervan ke kantor!" Perintah sang mama mertua.
"Tapi …."
Mama Kania langsung memotong pembicaraan Prisa. "Mau ya? Nanti diantar sama Pak Harno."
Prisa tidak bisa menolak, ia pun menganggukkan kepalanya seraya mejawab, "iya, Ma."
Ia harus selalu mendekati Ervan, suami yang sangat membencinya.
Masakan Mbak Darti sudah matang, Prisa pun memasukkan nasi beserta lauk pauk ke dalam kotak makan. Setelah itu, Prisa mengganti pakaiannya, lalu ia juga memoles wajahnya dengan makeup tipis-tipis, agar terlihat cantik di hadapan para karyawan Ervan.
Pak Harno sudah mengeluarkan kendaraan roda empat, lalu Prisa masuk ke dalamnya. Prisa sudah cocok menjadi nyoya Ervan Putra Byantara, hanya saja Ervan belum juga mau mengakui jika Prisa adalah istri sahnya. Ervan sedang meeting dengan beberapa karyawannya di ruang meeting.
Sampailah Prisa di Gedung Arthatama, ia deg-degan karena ini pertama kalinya ia akan masuk ke dalam Gedung perusahaan milik mertuanya.
"Pak, ruangan Ervan lantai berapa?" Tanya Prisa pada Pak Harno.
"Lantai tiga, nanti tanya aja."
"Oke."
Prisa turun dari mobil, lalu ia melangkahkan kakinya menuju ke dalam Gedung. Ini pertama kalinya Prisa masuk ke dalam Gedung tinggi. Prisa langsung masuk lalu ia naik ke dalam salah satu lift yang pintunya terbuka, setelah sampai di dalam lift ternyata tidak ada tombol menuju ke lantai tiga, Prisa pun bingung, mau bertanya tapi ia hanya sendiri di dalam lift, ia takut lift membawanya ke lantai yang lebih tinggi. Ternyata benar saja, pintu lift terbuka di lantai tertinggi, Prisa pun keluar dari lift, ia melihat di sekeliling, lantai paling tinggi itu sepi, taka da orang satupun, Prisa merasa takut.
"Mbak!"
Ada yang menyapanya, Prisa pun terkejut, ia langsung menoleh ke arah suara itu. Yang memanggilnya ternyata seorang security.
"Mbak ada perlu apa ke lantai atas?" Tanya security yang bernama Rian itu.
"Saya mau ke ruangan Pak Ervan."
"Pak Ervan kan ruangannya di lantai tiga, bukan disini."
"Iya Pak, saya nyasar karena di liftnya nggak ada tombol lantainya."
Pak Rian pun tertawa, lalu ia menjelaskan, "tombolnya itu ada di dekat lift, sebelum Mbak masuk ke dalam lift. Jadi Mbak tekan dulu tombolnya, setelah itu baru masuk ke dalam lift."
"Oh begitu." Ucap Prisa yang merasa malu.
"Memang, Mbak ada perlu apa ingin bertemu dengan Pak Ervan?"
"Saya mau antar makan siangnya."
"Oh, dari cathering mana, Mbak?"
'Security ini belum tau kalau aku adalah istri Ervan, mungkin memang wajahku cocok untuk menjadi karyawan cathering, bukan istri dari seorang CEO seperti Ervan.' Batin Prisa.
"Saya istrinya Ervan."
Kedua mata Pak Rian pun membulat, mulutnya menganga. Ia tidak menyangka kalau wanita yang berdiri di hadapannya itu adalah istri Bapak Ervan.
"Oh maaf Bu, saya pikir Ibu ini siapa. Maaf ya, Bu."
"Iya, nggak apa-apa,"
Pak Rian mengantar Prisa menuju ke ruangan Ervan yang berada di lantai tiga. Prisa Kembali masuk ke dalam lift. Kali ini tidak akan nyasar lagi, karena ada Pak Rian yang mengantarnya.
Setelah sampai di lantai tiga, Pak Rian bertanya pada salah seorang karyawan, seorang karyawan itu mengatakan kalau Bapak Ervan sedang meeting.
"Pak Ervannya sedang meeting, Bu." Ucap Pak Rian pada Prisa.
"Oke, saya tunggu disini aja deh."
"Nggak nunggu di dalam ruangannya aja, Bu?"
"Nggak, Pak."
Prisa pun duduk di dekat ruangan Ervan, ia menunggu suaminya selesai meeting.
Jam makan siang pun tiba, Ervan sudah menutup meetingnya, lalu ia dan beberapa karyawannya pun keluar dari ruang meeting.
"Aku bawa makan siang untuk kamu!" Ucap Prisa seraya menyodorkan kotak makan berwarna biru itu pada Ervan.
Para karyawan Ervan pun melihatnya. Ervan merasa malu karena kedatangan Prisa ke kantornya yang hanya untuk mengantarkan makan siang untuknya.
"Ke ruangan saya!" Printah Ervan pada Prisa.
Prisa pun mengekor di belakang suaminya itu. Ia masuk ke dalam ruang kerja Ervan. Baru kali ini Prisa melihat ruang kerja seorang CEO. Prisa pun duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi Ervan.
"Ngapain sih kesini?" Ketus Ervan.
"Aku cuma mau antar makan siang untuk kamu."
"Gue masih bisa beli makan siang sendiri, nggak perlu dibawakan makan siang seperti anak TK!"
"Maaf, tapi ini Mama Kania yang nyuruh."
Ervan tak habis pikir dengan Mama Kania yang selalu saja memberi perintah pada Prisa untuk selalu mendekati dirinya. Sekali tidak suka, tetap saja Ervan tidak suka pada Prisa.
"Yaudah, sana pergi!" Usir Ervan.
Prisa pun meletakkan kotak makan di meja kerja Ervan, lalu ia keluar dari ruangan sang suami. Prisa turun menggunakan lift, kali ini ia tidak salah lagi, ia turun di basement, lalu ia kembali masuk ke dalam mobil.
"Sudah bertemu dengan Pak Ervan, Bu?" Tanya Pak Harno.
"Sudah."
"Lalu, mau langsung pulang?"
"Saya mau ke makam Ervin dulu Pak, tolong antarkan saya!"
"Baik, Bu."
Pak Harno pun melajukan kendaraannya menuju ke makam Ervin. Prisa hanya rindu, ia ingin mengirim untaian doa untuk kekasihnya itu.
Prisa kembali teringat sikap Ervan tadi, Ervan sangat tidak menginginkan Prisa untuk datang ke kantornya. Prisa takkan mau lagi jika disuruh mengantarkan makanan untuknya.
Ervan memang merasa malu saat Prisa datang ke kantornya, karena para karyawan yang melihatnya tadi pasti membicarakannya. Apalagi jika para karyawannya tahu istri dari seorang Ervan Putra Byantara hanya seorang dari keluarga sederhana, Mau diletakkan dimana wajah Ervan untuk menahan malunya itu?