Hampir saja pedang Ki Sanjaya terlepas dari tangan, jika dia tidak menggenggamnya dengan erat. serta ekspresi muka yang menahan rasa sakit dan yang dirasakan oleh lengan dan lambungnya.
"Maafkan aku Ki Sanjaya, bukankah nama kisanak Ki Sanjaya.?" Ucap Ki Ireng.
Tidak terdapat jawaban yang keluar dari mulut Ki Sanjaya, rasa kemarahan yang begitu memuncak menyebabkan suara gemeretak giginya yang terdengar. Wajahnya memerah bagaikan tersiram air mendidih siap melumat lawan yang tidak terduga sebelumnya.
Sekarang Ki Sanjaya menggunakan sungguh-sungguh mengetrapkan ilmu yang selama ini diserapnya dari seorang resi di Gunung Arjuno. Dengan loncatan panjang Ki Sanjaya menyerang Ki Ireng. Kembali pertarungan terjadi dengan seru dan sengit. Tandang keduanya pun selapis demi selapis meningkat seiring berjalannya waktu.
Suatu ketika pedang Ki Sanjaya dengan sebatnya mengarah ke lambung Ki Ireng yang hampir mampu ditangkis, tetapi dengan cepat pedang itu ditarik kemudian dengan meloncat Ki Sanjaya berhasil mendepak dada lawannya.
Walau tidak begitu mengenai tubuhnya, tetapsaja tubuh Ki Ireng terdorong beberapa langkah kebelakang.
Melihat serangannya mendapatkan hasil, saudara seperguruan Ki Danur menjad isemangat untuk menyelesaikan lawannya.
Perkelahian dibulak Dowo Gambiran yang terbagi dua kalangan itu, membentuk daerah itu bagaikan terkena bajakan, tanah jalan teraduk sertarumput-rumput yang tidak ikut campurpun terkena imbasnya. Suara Denting terdengar dengan seringnya serta kadang kala pwrcikan api akibat dari beradunya dua pedang anak manusia itu.
Di kalangan yang lain pun berbeda, perkelahian tangan kosong tanpa senjata terlihat seru serta dahsyat. Saling pukul menggunakan tenaga wadag yang menakjubkan terjadi beberapa kali. Kecepatan yang luar biasa dari dua itu terungkap seiring bertambahnya tingkat tataran. Siapa lengah dialah yang kalah, sebuah kata-kata yang pantas untuk menggambarkan tandang Ki Rangga Barong dengan Ki Daru.
Gerakan Ki Danur laksana burung camar yang terbang menukik tajam serta berubah-ubah. Akan tetapi Ki Daru yang adalah seorang prajurit khusus kadipaten Jipang, artinya seorang prajurit yang mumpuni pada ilmu kanuragan. Kegesitan tandangnya layaknya burung alap-alap yang merajai dirgantara, tubuhnya ringan tidak berbobot layaknya kapas.
"Bukan main, ilmumu makin tinggi walau kamu sibuk pada dunia keprajuritan. "Puji Ki Danur, tanpa memperlambat serangannya."
"Jangan terlalu memuji kakang, aku takut diri ini tidak bertenaga menahan besarnya hati." Balas Ki Daru.
"Hahaha jangan khawatir Ki Daru, kau tidak akan merasakan beban itu, sebab sebentar lagi nyawamu akan mengangkasa.!"
Usai berkata, Ki Danur telah mempertinggi ilmunya yang merambah ke tenaga cadangannya. Tata gerak dari resi digunung arjuno yang rumit, telah melibat Ki Daru. Sebuah tata gerak dari ilmu yang luar biasa itu telah membuat Ki Daru terdesak.
Ki Ireng yang masih melayani serangan ki Londra, sesaat meloncat jauh kebelakang untuk memperhatikan keadaan Ki Daru yang terdesak.
"Ki Daru akan tewas Bila begini terus, Jika aku tidak segera menyelesaikan Ki Sanjaya." Kata Ki Ireng dalam hati.
"Bangsat kau meremehkan aku, iblis.!" Teriak Ki Sanjaya yang tidak diperhatikan oleh lawannya itu.
Pedang Ki Sanjaya dengan ganasnya membabat leher Ki Ireng. Hampir saja pedang itu berhasil memapas leher lawannya. Bila Ki Ireng tidak segera menghindari dengan melentingkan tubuhnya. Tidak sampai disitu saja, tanpa memberi kesempatan untuk Ki Ireng, saudara seperguruan Ki Danur itu terus merangsek kedepan menusuk tubuh lawan.
Kembali bunga api memercik ketika dua pedang tajam itu bertemu. Tetapi hal yang tidak terduga telah terjadi, pedang Ki Sanjaya mampu dipatahkan oleh tangkisan Ki Ireng. Bukan itu saja, dengan gerakan cepat Ki Ireng berhasil menyarungkan pedangnya ke tubuh Ki Sanjaya. Erangan yang keluar dari mulut Ki Sanjaya, serta tubuh itupun terkulai tidak berdaya sehabis Ki Ireng menarik senjatanya.
Bersamaan dengan itu, Ki Daru yang menghadapi Ki Danur, telah terkena hantaman yang membuat jatuh telentang dengan darah merembes disela sela bibirnya. Dengan sekuat tenaga, Ki Daru berusaha untuk bangun, tetapi luka di dalamnya begitu parah sampai beliau jatuh kembali.
"Kau akan mampus, Daru.!" Teriak Ki Danur, seraya mengeluarkan pisau belatinya dan dilemparkan ke tubuh yang tidak berdaya itu.
Angin desiran berasal dari pisau belati itu begitu hebat dan mutlak membawa kebinasaan Ki Daru. Tetapi yang Maha Agung belum menginginkan, sebutir kerikil telah memapas pisau belati itu sampai patah dan jatuh di samping kanan kiri tubuh Ki Daru.
"Setan tethekan.!" Ki Danur mengumpat dengan kasarnya, mengetahui terdapat orang lain yang merusak rencananya.