Chapter 10 - 10

Derap kaki kuda rombongan Ki Demang Wilangan makin pelan tatkala melewati jalan setapak memasuki Alas Saradan. Alas yang banyak ditumbuhi pohon jati sebesar pelukan tangan orang dewasa menjulang tinggi seakan membelah angkasa. sebab itulah Ki Demang Wilangan dan Ki Aran beserta dua pengawalnya berjalan sangat perlahan,apalagi Jika terdapat pohon yang tumbang maka mereka pun turun serta mengangkar serta memindah pohon itu. dan kadang kala dengan memakai pedang,mereka memotong dan membabar sulur-sulur akar pohon.

Makin masuk kedalam hutan, sinar surya makin terhalang oleh lebatnya daun-daun jati dan lainnya.

pada kanan kiri bunyi kicau burung serta bunyi hewan pun ikut meramaikan suasana di alam.

"Apakah pohon jati di Alas Saradan ini tidak dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan, Ki Demang." Tanya Ki Aran, prajurit muda dari kadipaten Prana Raga.

"Jika jalan masuk tadi sampai kesina tidak,Ki Aran.namun ujung utara oleh para penghuni kademangan seringkali di ambil pohonnya,itu pun menggunakan syarat harus menanam kembali selesainya satu pohon di tebang."ucap Ki Demang Wilangan,"Apakah saat kau tiba tidak lewat jalur ini.?"

"tidak ki,aku lewat ujung yang lain dengan sedikit memutar."

saat seperti itulah,tiba-tiba sebuah teriakan mengagetkan rombongan itu.

"Berhenti kalian.!"

Teriakan itu telah membuat Ki Demang serta pengiringnya menarik kekang kuda mereka,sampai membuat kaki depan kuda itu terangkat.

"Siapa kisanak ini.?"tanya Ki Aran.

Orang itu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh ki Promono,malah dengan gKi Arangnya dia menarik pedangnya. Bersamaan dengan itu, dari berbagai penjuru beberapa orang muncul dan menunjukkan tampang tidak bersahabat.

"Ku ulangi,siapa sebenarnya kalian ini.?"sekali lagi Ki Aran bertanya.

"Kami raja daerah Alas Saradan ini, kisanak. Julukanku Ki Boyo Putih." SeoKi Arang berbadan tinggi besar menggunakan memakai topeng menjawab.

Ki Demang serta rombongannya pun mengerutkan keningnya.

"Janganlah kau bergurau,kisanak. Alas Saradan sebelah timur masih masuk dalam telatah kademangan Wilangan yang aku pimpin. Sedangkan disebelah barat termasuk daerah Segaten, yang dipimpin sang Kyai Rekso Gati." Sergah Ki Demang Wilangan.

"Hahaha aku tidak mengakui dirimu ataupun orang Demak yang bernama Rekso Gati. Hutan ini kerajaanku serta seluruh yang memasuki harus membayar upeti.!"ucap ki Suro Adikoro lantang.

"jika kami tidak mau,apa yang akan kalian lakukan.?"Ki Aran angkat bicara.

"Tentu saja kalian akan kami jadikan santapan binatang buas yang ada ditempat ini.!"

"Kurang ajar,apa kau buta sampai tidak mampu melihat pakaian keprajuritan bumi Wengker.!"kata Ki Aran.

Orang bertopeng yang mengaku Suro Adikoro itu tersenyum dan memandang tajam ke arah Ki Aran.

"Jangankan kau prajurit rendahan,bahkan adipati pangeran Anom pun aku tidak gentar."

Mendengar ucapan asal ki Suro Adikoro itu,darah Ki Aran langsung menggelegak serta meloncat menyerang orang bertopeng itu. tetapi seorang anak buah ki Suro Adikoro sudah menghadangnya. Benturan dua tenaga pun terjadi di dalam hutan lebat itu.

Ki Aran terkejut bukan kepalang akibat dari benturan yang baru saja terjadi. Tangannya terasa bergetar dan sakit.

"Ternyata hanya ini kemampuan yang dipunyai kadipaten Prana Raga.?"ucap orang yang menghadang Ki Aran,"Kakang biar Werdi saja yang melumatkan kunyuk - kunyuk ini."

"Terserah kau saja, namun lakukanlah dengan baik dan cepat."

"Baik kakang Suro."

Dirasa situasi itu tak menguntungkan,maka Ki Demang dan dua pengiringnya segeta turun dari kudanya serta mendekati Ki Aran. sekKi Arang mereka berada di dalam kepungan ki Werdi dan komplotannya, sementara ki Suro Adikoro sebagai pemimpin kelompok berdiri agak sedikit jauh kebelakang.

Sesaat kemudian di dalam lebatnya hutan Alas Saradan mulai terdengar teriakan dari komplotan orang yang mengaku ngaku wilayah Alas Saradan adalah milik komplotan itu ,sebagai awal dari serangan mereka.

Pedang dari wKi Arangka segera keluar dan terhunus untuk menyelesaikan pertempuran yang tidak seimbang itu. Bunyi suara dari goresan pedang makin seringkali terdengar dan munculnya bunga api juga ikut mewarnai.

Empat orang melawan tujuh anggota perampok dengan tata gerak yang kasar itu, membuat Ki Demang dan Ki Aran beserta dua pengawal kademangan Wilangan kewalahan. Di pihak Ki Demang,hanya Ki Aran dan Ki Demang sendiri yang diunggulkan. Sedangkan dipihak kawanan perampok Alas Saradan,ki Werdi ialah hantu yang angker,dan bawahannya yang sebenarnya belum seberapa, namun karena banyaknya pengalaman bertempur mereka, itulah yang membuat perbedaan dan sangat menentukan.

Dan benar saja, sebuah erangan tertahan telah keluar dari salah satu pengawal yang mengiring Ki Demang. Sebuah goresan walau tidak dalam sudah mengenai lengan kirinya, darah segar mulai menitik membasahi tanah Alas Saradan.

"Apakah kau masih mampu,Bongol.?" Ucap Ki Demang, cemas.

"Ini belum seberapa, Ki Demang." Jawab pengawal itu, sembari terus menghadapi dua lawannya.

Tidak berapa lama, kembali sebuah rintihan terdengar dari pengawal kademangan lainnya. Sebuah tendangan menyKi Arang sempurna mengenai lambungnya,sampai membuat pengawal itu terjengkang kebelakang.

menerima lawannya terjengkang ,salah seorang kawanan rampok dengan nafsunya mengayunkan pedangnya kearah leher pengawal itu. Dalam Sekejap pedang itu hampir mengenai leher pengawal kademangan itu, ketika sebuah bayangan berklebat dan menendang tangan rampok yang sedang mengayunkan pedang itu, serta membuat pedang dalam genggamannya tidak mampu dipertahankan dan lepas dari tangannya. Tidak hanya itu saja, sebuah pukulan menghantam pelipis orang itu dan membuat orang itu jatuh terjengkang tidak berkutik.

"Kau tidak apa-apa, kisanak.?" tanya yang baru saja menyelamatkan pengawal kademangan.

Meskipun masih menahan sakit, pengawal kademangan itu berusaha berbicara.

"Terima kasih kisanak."

"Sudahlah lebih baik kisanak beristirahat agak jauh kepinggir." SKi Aran orang itu.

"namun bagaimana dengan Ki Demang dan kawan-kawanku..."

"Sudahlah, aku akan berusaha untuk menghadapi mereka." Sahut orang itu yang tidak lain adalah Ki Wilis.

Kedatangan Ki Wilis menarik perhatian seluruh orang yang ada di situ dan memancing dua orang yang sedang membantu ki Werdi dan yang menghadapi Ki Aran.

"Bersambung ..."