Kedatangan Ki Wilis membuat Ki Demang Wilangan dan Ki Aran bernafas lega. Walau tidak mengetahui jati diri sang penolong, tetapi Ki Demang serta para pengawalnya merasa yakin jika orang itu secara tulus membantu.
Di luar kalangan Ki Boyo Putih, mengernyitkan dahinya. Betapa mudahnya orang yang baru tiba itu menghalau anak buahnya. sekarang yang tersisa dari anak buahnya hanya ki Werdi dan kawannya yang menghadapi Ki Aran, kemudian dua anak buahnya menghadapi Ki Demang. Tanpa menunggu lagi maka Ki Boyo Putih dengan satu loncatan panjang sudah berdiri di hadapan Ki Wilis.
"Bukan main kau kisanak, dengan mudahnya kau melumpuhkan empat anak buahku layaknya menepuk seekor lalat." Ucap Ki Boyo Putih, yang masih melipat tangannya pada depan dada." Ketenangan dari raja perampok Alas Saradan ini, membuat Ki Wilis waspada.
"Ah itu semua hanyalah kebetulan saja kisanak, mungkin pula kawan-kawan kisanak yang lengah."
"Mungkin..mungkin.. Oleh sebab itu kau harus membayar menggunakan nyawamu.!"
"Ah mengapa wajib dengan nyawa kisanak, lebih baik hentikan perbuatan kisanak serta hidup tenang sesama manusia." Kata Ki Wilis.
"Cih mulutmu begitu mudahnya mengatakan, apa kau akan bisa mempertahankan selembar nyawamu..!" Ucap Ki Boyo Putih.
Lalu kemudian Ki Boyo Putih mulai bergerak menyerang cantrik Resi Chandakara itu. Tata gerak dasar yang diperagakan oleh Ki Boyo Putih, mengawali adu kerasnya tulang serta liatnya daging. Dan Ki Wilis pun mencoba melayani dengan mengeluarkan tata gerak dasarnya.
Tangan terbuka yang miring dari Ki Boyo Putih mencoba menusuk dada Ki Wilis yang terlihat terbuka, tetapi sesaat tangan itu akan sampai pada tujuan, Ki Wilis memapas menggunakan tangan kanannya.
Tentu saja Ki Boyo Putih dengan cepat mengganti serangannya serta mengubah kaki kiri menginjak kaki kanan lawan dan sebuah pukulan mengarah kepala lawan.
Tetapi orang dari Gunung Penanggungan itu segera menggeser kaki kanannya serta menghindari pukulan pada kepalanya, sekaligus dengan cepat menjejak tanah sampai membuat badannya membal ke atas dan menendang kepala pemimpin perampok itu.
Menerima serangan dari atas itu, Ki Boyo Putih, segera mendoyongkan tubuhnya kebelakang yang membuat serangan dari Ki Wilis tidak mengenainya.
Makin lama seiring berjalannya waktu, pertempuran kedua orang itu bertambah seru. Tataran demi tataran telah semakin tinggi ke atas.
Ungkapan tenaga mereka menyebabkan tanah yang mereka pijak rusak layaknya terkena bajak. Daun serta rumput pun terkulai lemas akibat benturan tenaga keduanya.
Sementara itu Ki Demang yang menerima bantuan dari pengawalnya, dengan leluasa mendesak lawannya. Dan ayunan pedangnya berhasil menggores lengan dan lambung lawannya, yang lalu membuat tubuh perampok itu terkulai lemah.
Sesaat Ki Demang memperhatikan tandang dari Werdi yang mendapatkan lawan sebanding.
"Bukan main orang itu." Desis Ki Demang.
"Ki Demang, ayo kita bantu Ki Aran." Ucap pengawal Kademangan Wilangan, yang sudah selesai mengalahkan lawannya.
"Bagaimana dengan lawanmu.?"
"Dia pingsan, Ki Demang." Jawab pengawal itu.
"Baiklah, mari kita bantu Ki Aran. " Kata Ki Demang Wilangan, yang berlari kearah di mana Ki Aran terdesak oleh Werdi dan kawannya.
"Majulah kalian, agar pekerjaanku cepat tuntas.! " Tantang ki Werdi, yang terus mendesak prajurit muda dari bumi Wengker itu.
Yang terjadi kemudian merupakan pertempuran berpasangan yang melibatkan dua orang melawan tiga orang.
Di lain tempat yang tak terlalu jauh, Ki Boyo Putih dibuat bertanya-tanya oleh lawannya. Bagaimana tidak, setiap dia meningkatkan tatarannya maka lawannya pun bisa menandinginya.
Sekarang orang bertopeng pemimpin kelompok rampok Alas Saradan itu mulai merambah ilmu simpanannya. Deru angin yang awalnya silir semilir itu tiba-tiba berkumpul sebagai satu tenaga dan menghentak ke arah Ki Wilis.
Seleret warna putih itu mengagetkan Ki Wilis. Walau dia bisa menghindari, namun dia pun masih terkena hempasannya yang terasa pedih di kulit.
"Ilmu apa itu tadi, sampai membuat lenganku terasa pedih tidak terkira.?" Ucap Ki Wilis dalam hati, "aku harus berhati-hati."
Tidak ingin membahayakan dirinya, maka Ki Wilis dengan cepat mengungkap Aji Tameng Wajanya untuk melindungi tubuhnya.
"Bagaimana kisanak, apakah kau mampu mempertahankan nyawamu itu.?" Ledek Ki Boyo Putih.
"Akan aku coba kisanak, hingga tetes darah terakhirku."
"Besar pula semangatmu itu, walau mungkin penalaranmu itu keliru.!" Kata Ki Boyo Putih.
Di lain kalangan sebuah erangan sudah keluar dari mulut kawan Werdi. Ki Aran berhasil menggoreskan senjatanya di paha lawan.
Namun pengawal Ki Demang pun tidak luput dari sodokan tangkai pedang dari Werdi dan membuat pengawal itu jatuh tak sadarkan diri.