Chapter 6 - 6

Suasana di Bulak Sepi menjadi sunyi, hanya desau angin yang menggerakkan pucuk daun dan rerumputan. Dua sosok tubuh tanpa nyawa mulai dimakamkan oleh Ki Ireng menggunakan alat seadanya. Satu lubang yang tidak terlalu dalam dibuat menggunakan banyak waktu serta tenaga. Walau keadaan Ki Panji Daru masih payah, tetapi dia ikut membantu mengangkat mayat pasangan begal dari Bulak Sepi itu. Sehabis mayat itu dimasukan dan dikubur kembali menggunakan tanah, dan diatasnya ditimbuni batuagar tidak digali oleh hewan, ke dua orang itu istirahat di bawah pohon jati.

"Terima kasih Ki Ireng, Jika saat diujung bulak itu Ki Ireng tidak mau pergi bersama denganku, mungkin mayatku yang akan terkubur dibulak ini." Ucap Ki Panji Daru.

"Ah ini semua hanya kebetulan saja ki panji, dan tentu atas keinginan yang Maha Agung." Sahut Ki Ireng, merendah.

"Oh ya ki panji, apakah Ki Sanjaya itu benar seorang begal dibulak ini.?"

"Aku rasa tidak ki, Ki Sanjaya selama ini seseorang prajurit pengawal adipati Japanan. Mungkin dia memang saudara seperguruan kakang Ki Danur yang dimintanya membawaku kemari untuk membalaskan sakit hatinya terhadapku." Jelas Ki Panji Daru.

Mendengar penjelasan dan dugaan keterlibatan Ki Sanjaya, Ki Ireng termenung.

"Adakah yang mengganjal pikiranmu ,ki.?" tanya Ki Panji Daru.

"Benar Ki Daru, bila Ki Sanjaya bukan salah satu orang yang bergelar sepasang begal Bulak Sepi, lalu siapa orang itu dan apakah dia tidak berada pada di tlatah ini.?"

Prajurit pasukan khusus Japanan itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Entahlah ki, akan tetapi yang jelas Ki Sanjaya bukan salah satunya."

"Baiklah, oh ya apa keadaan Ki Daru telah baikan.?"

"Kurasa sudah membaik ki, berkat obat dari Ki Ireng. Obat itu sangat manjur."

"Syukurlah, jika begitu ayo kita lanjutkan perjalanan ini. " Ajak Ki Ireng, yang lalu membantu Ki Panji Daru menaiki kudanya.

Sesaat kamudian derap kaki kuda terdengar meninggalkan Bulak Sepi yang seram.

***********

Malam yang gelap di kademangan Tegowangi. Seorang lelaki yang sudah usia paruh baya sedang sibuk membaca aksara pallawa yang tergurat dilembaran rontal. Seorang gadis kecil dengan sungguh-sungguh mendengarkan apa yang terucap dari lelaki tua itu.

"Bopo, apakah Dewi Srikandi itu hebat.?" Tanya gadis kecil itu polos.

Senyum mengembang dibibir orang tua itu, orang tua yang dikenal oleh orang sekitar candi Tegowangi dengan nama Empu Citrajati.

"Benar cah ayu, Dewi Srikandi seseorang perempuan yang ikut pada sebuah perang akbar pada Kurusetra antara Pandawa serta Kurawa. Menggunakan senjata panah, dia berani menghadapi Resi Bisma putra prabu Sentanu dan Dewi Gangga." jelas Empu Citrajati.

"Wah, apakah aku bisa dan mampu seperti Dewi Srikandi, Bopo.?"

"Hahaha tentu anakku, Jika kau giat berlatih kau pasti mampu."

Keceriaan gadis kecil terasa menyerebak keluar dari parasnya yang ayu itu. Di saat seperti itu dari luar rumah, terdengar derap kuda perlahan dan berhenti pada depan halaman rumah Empu Citrajati. Seseorang lelaki berbadan tegap dengan membawa pedang disampingnya memasuki regol halaman, orang itu yang tidak lain Ki Ireng yang sudah turun dari kudanya serta menuntun kudanya masuk kedalam regol.

"Oh kaukah itu, Sabdho.?" Ucap Empu Citrajati yang sudah berdiri pada pringgitan.

"Iya paman, maaf malam-malam begini mengejutkan paman." Sahut Ki Ireng yang mengikat tali kudanya pada sebuah tonggak yang ada pada halaman rumah Empu Citrajati.

"Ah ini belumlah larut malam, lihat saja Ayu Nilamsari masih terjaga."

Ki Ireng segera menaiki tlundhak serta menghampiri pamannya itu. Usai saling bertanya warta masing-masing, Empu Citrajati menyuruh Ayu Nilamsari untuk mengambil minuman dan beberapa potong ketela rebus yang masih tersisa didapur. Dan beberapa saat Ayu Nilamsari telah kembali dengan membawa nampan berisi minuman serta sepiring ketela rebus.

"Silakan kakang., maaf ketelanya sudah dingin." Kata Ayu Nilamsari menyilahkan.

"Ah kau begitu repot adikku yang ayu." Sahut Ki Ireng, seraya menggoda Ayu Nilamsari putri angkat Empu Citrajati itu.

"Ah kakang."

"Sudahlah Sabdho, makakanlah dan Jika sudah selesai dan ingin membesihkan diri, kau masih ingatkan letak pakiwan pada gubuk pamanmu ini.?"

"Tentu saya ingat paman, seluruh sudut istana paman ini, bukan begitu adi Nilamsari.?"

Guruan itupun membuat suasana pada rumah Empu Citrajati, makin hidup dan semarak. Dan malam pun berjalan mengikuti saat yang ditentukan, di luar suasana yang sepi serta sunyi terasa menambah rasa ketenangan di desa itu. Hanya suara hewan malam saja yang silih berganti terdengar. Tanpa terasa dari langit timur, cahaya kuning kemerahan terlihat pada cakrawala itu. Kokok ayam pun ikut gembira menyongsong hari baru itu.

Dipakiwan Ki Ireng sudah selesai membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya. Sementara Ayu Nilamsari telah memasak didapur serta mempersiapkan sarapan pagi pada pagi itu. Kesigapannya dalam mempersiapkan sarapan, begitu cepat dan sigap layaknya wanita dewasa. Dan akhirnya nasi beserta sayur bayam, sambal korek menggunakan lauk ikan terhidang diruang dalam. Empu Citrajati pun mengajak Ki Ireng dan putri angkatnya untuk menyantap makanan pada pagi itu.

"Tidakku sangka ternyata adi Andini sangat terampil seperti ini." Puji Ki Ireng.

Mendengar pujian itu, Ayu Nilamsari hanya tersenyum. Ketiganya dengan lahap menyantap hidangan itu hingga tuntas. Dan setelah usai, Ayu Nilamsari segera mengangkut sisa makanan itu dan membawa kembali ke dapur.

"Paman kedatanganku kemari selain menengok keadaan paman sekeluarga, juga atas permintaan dari Resi Puspanaga. " kata Ki Ireng, mengawali.

"Paman, Resi Puspanaga yang masih berada di Pucangan ingin meminta bantuan paman."

"Bantuan apa, Sabdho.?" Tanya Empu Citrajati.

"Entahlah paman, oleh resi saya hanya disuruh menyampaikan pesan untuk paman bahwa pada Gunung Penanggungan ada bahan yang akan membuat paman senang."

Tampak orang tua itu mengernyitkan dahinya, kemudian Empu Citrajati berkata. "Baiklah aku akan memenuhi permintaan dari resi Puspanaga, akan tetapi pasti Ayu Nilamsari akan ikut juga."

"Benarkah bopo akan mengajakku.?" Tiba-tiba Ayu Nilamsari kembali mengucapkan perkataan yang dia dengar.

"Iya nduk, asal kau menurut."

"Memangnya aku seseorang gadis yang bengal bopo.?" Sahut Ayu Nilamsari, menggunakan paras cemberut.

Namun hal itu membuat Empu Citrajati serta Ki Ireng tertawa.

"Bersambung ..."