Chapter 7 - 7

Pada siang itu, murid Pertapa Penanggungan itu istirahat di sebuah kedai yang berada padukuhan pinggir tlatah tanah perdikan Anjuk Ladang.

"Silakan kisanak, mau pesan makan apa.?" Tanya pemilik kedai, dengan ramah.

"Terima kasih ki, saya ingin nasi megono serta air kelapa muda." Sahut Ki Wilis yang lalu duduk dibangku bambu dekat dengan jendela.

"Baiklah tuan, tunggu sebentar lagi akan saya siapkan pesanan tuan."

Dan tidak lama kemudian apa yang dipesan Ki Wilis terhidang di hadapannya. Dengan lahapnya orang Ki Wilis menikmati nasi megono yang masih mengeluarkan asap dan segarnya air kelapa hijau itu.

Tapi suasana yang tenang itu terusik dengan datangnya anak pemilik kedai itu. Kedatangan Yang Buru-buru serta dengan raut wajah gelisah dan ketakutan, sudah mencuri perhatian Ki Wilis.

"Bopo, lebih baik kedai ini tutup saja.!" Teriakannya dengan kegelisahan mencengkam hati pemuda itu.

"Memangnya ada apa Jura.?"

"Gawat bopo, Ki Jalak Ireng yang kalah sabung ayam dengan anak Ki Bekel ingin melumatkan padukuhan ini, lebih baik kita segera tutup dan pindah." Jelas Jura, yang masih ketakutan dan tubuhnya yang mulai gemetar. Pemilik kedai itu pun langsung terkejut mendengar warta dari anaknya itu.

Kemudian katanya,"Apakah ki Jagabaya Tidak Bertindak, ngger.?

"Sudah bopo, tapi Ki Jagabaya bukan tandingan murid Kyai Bergotar itu, bahkan para bebahu pun dengan mudahnya bisa dirobohkan."

"Baiklah Kalau Begitu cepat kau kemasi barang serta dagangan kita, bopo akan berbicara dengan kisanak itu." Ucap pemilik kedai akhirnya.

Dengan berat hati pemilik kedai itu menghampiri Ki Wilis, yang tidak mengetahui keadaan sebenarnya.

"Tuan, mohon maaf saya mengusir tuan, namun ini semua demi keselamatan tuan, tuan silahkan pergi dari tempat ini."

"Memangnya ada apa ki.?"

"Sudahlah tuan, cepatlah pergi dari sini, sebelum orang yang bernama Ki Jalak Ireng tiba kemari."

Tidak ingin menyusahkan pemilik kedai itu, maka Ki Wilis bangkit dari bangku dan merogoh keping uang dari kampil serta membayar makanan danminuman yang sudah dimakannya.

"Baiklah ki, aku akan pergi. " Kata Ki Wilis serta menjulurkan tangan yang memegang beberapa keping uang untuj membayar.

"Tidak perlu tuan, makanan serta minuman itu aku kasih cuma-cuma." Pemilik toko itu menolak keping uang pembayaran dari Ki Wilis.

"Terima kasih ki atas kebaikannya." Ucap Ki Wilis, kemudian mengambil kain bungkusan diatas bangku serta keluar dari kedai itu.

Sepeninggalnya Ki Wilis, pemilik kedai itu segera mengemasi mangkuk serta piring yang terbuat dari tanah liat bekas makanan Ki Wilis. Tapi pemilik kedai itu terkejut setelah mengetahui ada beberapa keping uang yang sengaja diletakan dibawah piring.

"Ah orang itu memang orang yang berbudi luhur." Kata pemilik kedai itu.

Tapi sebuah bunyi bantingan pintu kedai telah mengagetkan penghuni kedai yang hanya tinggal pemilik kedai dan anaknya. Sebelum mengetahui siapa yang membanting pintu kedai itu, wajah kedua orang itu tampak ketakutan, saking takutnya muka mereka putih pucat layaknya awan yang cerah di langit. Didepan pintu seseorang yang sebaya dengan Jura berdiri dengan bertolak pinggang.

"He mengapa kalian berdiri mematung mirip tikus sawah.? Cepat hidangkan tuak yang paling enak dan ayam panggang.!" Teriak Ki Jalak Ireng.

Betapa resah serta gelisahnya pemilik kedai itu mendengar permintaan yang tidak masuk akal itu.

"Ma…ma…maaf anak mas, jika ayam panggang dengan cepat saya hidangkan, tapi jika tuak disini tidak menyediakan, anak mas."

"Bangsat ,beraninya kau menolak keinginanku, apa kau bosan hidup.?!" Bentak Ki Jalak Ireng, sembari menghantam pintu kedai. Akibatnya pintu itu pecah berantakan, dan membuat penghuni di dalam kedai itu semakin ketakutan.

"Ampunilah aku anak mas, aku bukan menolak kemauan dan pesanan anak mas, tapi sebenarnya memang kedai ini tidak menyediakan minuman..."

Belum sempat pemilik kedai itu menyelesaikan perkataannya, sebuah tangan kekar sudah mengarah memegang baju pemilik kedai itu serta di angkat keatas, sampai membuat kaki pemilik kedai itu tidak menyentuh tanah jarak sejengkal tangan laki-laki dewasa.

"Den mas, ampunilah bopoku. Jika perlu biarlah aku yang menggantikan bopoku." Pinta Jura.

"Hahaha baik bila itu maumu, kunyuk.!" Ki Jalak Ireng segera melepaskan cengkraman tangan serta melempar pemilik kedai itu dengan kerasnya mengarah ke tiang kedai.

"Bopoooo.!" Teriak Jura cemas.

Sesaat tubuh pemilik kedai itu akan membentur tiang kedai, tapi sebuah gerakan yang cepat menyambar tubuh pemilik kedai itu.

"Kau tidak apa-apa kisanak.?" Tanya bayangan yang menyelamatkan pemilik kedai itu.

"Oh kau tuan, terima kasih tuan, aku tidak apa-apa berkat tuan…" Jawab pemilik kedai.

Rasa syukur terucap hati Jura, yang melihat boponya selamat dari ulah Ki Jalak Ireng.

Tapi jauh berbeda dengan apa yang Ki Jalak Ireng rasakan, kedatangan orang asing yang sudah menyelamatkan pemilik kedai, membuat dia semakin murka. Matanya seketika memerah serta ingin melumat orang asing itu.

"Setan !!, siapa kau beraninya menghalangiku.!" Maki Ki Jalak Ireng.

"Adi, bantulah bapakmu, aku akan berbicara dengan kisanak itu." Kata orang yang menyelamatkan pemilik kedai, yang tidak lain adalah Ki Wilis. Di saat dia meninggalkan kedai, sebenarnya dia tidak berjalan jauh. Ki Wilis yang ingin mengetahui ada persolan apa di Padukuhan Sukomoro, dengan diam-diam menyembunyikan kudanya dan kembali lagi ke kedai tempat Ki Wilis tadi memesan makanan dan singgah makan di kedai itu.

"He apa kau tidak mendengarkanku setan.!" Bentak Ki Jalak Ireng, yang merasa dirinya tidak dihiraukan oleh Ki Wilis.

"Janganlah kau berteriak-teriak seperti itu kisanak, aku mendengarkanmu kisanak namun aku masih meminta adi ini merawat boponya." Jawab Ki Wilis dengan tenang.

"Mengapa kisanak marah-marah tidak jelas layaknya orang tidak waras seperti itu hanya karena kedai yang memang tidak menyediakan tuak.?"lanjut Ki Wilis.

"Itu bukan urusanmu, ditepian barat Kali Berantas ini wilayahku, dan seluruh yang aku inginkan harus tersedia.!"

Mendengar perkataan Ki Jalak Ireng, telinga Ki Wilis seperti mendengar dengung lebah dan ingin melihat lebah itu. Tapi dia teringat nasihat dari Resi Chandakara, untuk berlaku sabar, bisa mengendapkan amarah serta tabah.

"Maaf kisanak, perbuatanmu itu jauh dari paugeran bebrayan, bahkan jika hal itu dilakukan oleh penguasa sekalipun, itu tetaplah salah dan keliru. Makadari itu sadarlah serta segeralah memohon maaf pada pemilik kedai ini."

"Tutup mulutmu.!, Beraninya kau sesorah dihadapan Jalak Ireng murid Kiai Bergota.!"

"Hem, jadi kisanak ini murid Kyai Bergota.? Tapi yang aku tahu Kyai Bergota, seseorang yang berjiwa besar tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain." Kata Ki Wilis.

Kening Ki Jalak Ireng, terlihat mengernyit saat mendengar orang yang dihadapannya mengetahui dan mengenali guru serta kepribadian gurunya.

"Gawat bila orang ini dibiarkan hidup, dia bisa mengadukanku atas tingkah laku yang kuperbuat disini kepada guru." Kata Ki Jalak Ireng dalamh ati,"Lebih baik orang ini aku bereskan agar dia tidak bisa mengadu kepada guru."

Tanpa peringatan apapun tiba-tiba, murid Kyai Bergota itu meloncat menyerang Ki Wilis.

Menggunakan tangan mengembang mirip cakar, Ki Jalak Ireng langsung mengarahkan serangannya ke wajah lawannya.

Untung saja lawannya bukan orang kebanyakan,dengan menggeser kakinya dan memutar tubuhnya,Ki Wilis lepas dari serangan mematikan itu. Tapi Ki Jalak Ireng yang merupakan gegedhuk barat tepian kali brantas itu yak tinggal diam.Ia pun berbalik dan menyerang kembali dengan tendangan memutar.Dan lagi-lagi Ki Wilis berhasil menghindari dengan merendahkan tubuhnya sekaligus menyerampang kaki kiri lawan. Akibatnya murid Kyai Bergotar itu berhasil tersapu dan jatuh.Walau begitu Ki Jalak Ireng dengan cepatnya melenting dan kembali berdiri dengan sikap sempurna.

"Pantas kau begitu sombong,ternyata kau mempunyai bekal olah kanuragan .Tapi janganlah kau keliwat bangga,karena aku hanya mengeluarkan tenaga sebesar biji sawi.!"kata Ki Jalak Ireng.

"Oh pantas,ungkapan tenaga kisanak tadi seperti silirnya angin."sahut Ki Wilis,memancing kemarahan lawannya.

Dan benar saja,bagai api yang tersiram minyak,Ki Jalak Ireng menggeram dan melibat punakawan dari gunung Penanggungan itu. Selapis demi lapis ungkapan tenaga dari Ki Jalak Ireng membadai,serangan tangannya yang kokoh itu seolah-olah menutup gerak dari lawannya. Oleh karena itu,Ki Wilis pun telah meningkatkan kemampuannya untuk melayani tandang dari murid Kyai Bergotar.

Sementara itu tanpa terasa perkelahian itu melumatkan seisi kedai,dingklik dan bangku rusak berantakan terkena gempuran Ki Jalak Ireng. Mengetahui barang-barangnya hancur,pemilik kedai hanya pasrah dan menjauhi kedainya,supaya tak terkena sambaran tenaga Ki Wilis maupun Ki Jalak Ireng.

Perkelahian yang makin lama bertambah seru dan sengit itu,telah bergeser di halaman kedai.Sergapan dan serangan keduanya begitu cepat dan trengginas,debu pun terangkat terkena sambaran kaki kokoh keduanya.

"Bersambung ..."