Chapter 8 - 8

Suasana waktu itu benar-benar membuat orang yang melihat berdebar-debar jantungnya. Terkaman serta serangan dari tata gerak kanuragan yang begitu rumit serta terengginas seolah-olah tidak henti-hentinya mencari kelengahan ataupun titik lemah lawan.

Memang sungguh tepat jika orang-orang dari daerah tepi barat Kali Berantas akan takluk dengan seseorang yang bernama Ki Jalak Ireng, ketangkasan serta kelincahannya sungguh mencengangkan. Namun lawannya pun juga bukan orang kebanyakan, Ki Wilis yang merupakan abdi dan cantrik dari Resi Penanggungan,memiliki ilmu yang ngedab-ngedabi.

"Siapakah sebenarnya orang ini.? Tidakku sangka sampai membuat diriku mencapai tataran setinggi ini." Ki Jalak Ireng, dalam hatinya berkata.

Tataran ilmu Ki Jalak Ireng pun mulai merambah ketenaga cadangan, ungkapan ilmunya sudah muncul kepermukaan dan membentuk udara disekitarnya terasa hangat serta kecepatan geraknya semakin cepat.

"Bukan main, inikah jalur tata gerak dan ilmu yang bersumber dari perguruan Kali Bening yang dipimpin oleh Kyai Bergota.?" Kata Ki Wilis, memuji Ki Jalak Ireng.

"Ternyata kau mengetahui tata gerak dan jalur ilmuku yang bersumber dari perguruan Kyai Bergota, lebih baik kau menyerahkan kepalamu agar kau tidak merasakan sakitnya ilmu pamungkasku.!" Teriak Ki Jalak Ireng, dengan angkuhnya.

"Oh maaf kisanak, daripada aku memberikannya, kenapa bukan kisanak saja yang menyerahkan kepala kisanak kepadaku." Sahut Ki Wilis lantang.

"Setan alas, akan ku cincang kau dan akan aku lempar bagian tubuhmu yang tercincang diderasnya dan besarnya kali berantas.!"

Sebuah sambaran yang sangat cepat mengarah ketubuh Ki Wilis dengan gencarnya, sampai membuat orang dari lereng gunung Penanggungan itu terdesak hebat. Serangan yang membadai dari Ki Jalak Ireng disertai tenaga cadangan yang terus meningkat, mengarah ke arah dada Ki Wilis dan dengan telak mengenai dada Ki Wilis yang terbuka bebas. Akibatnya tubuh Ki Wilis terpental kebelakang, namun dengan sigapnya sebelum tubuh itu jatuh ke tanah, Ki Wilis memutar badannya kebelakang dan menginjakan kakinya ke tanah dan kembali meloncat kebelakang.

"Hampir saja." Desis Ki Wilis, sembari mengusap dada yang terkena gempuran tangan lawan.

Namun lawannya tidak membiarkan Ki Wilis begitu saja, kembali serangan tangan terbuka mengarah keleher dengan cepat. Tetapi Ki Wilis tidakmenurunkan pertahanan dan kewaspadaannya, serangan itu dengan cepat telah diatangkis dengan lengannya. Tentu saja Ki Jalak Ireng yang tidak ingin serangannya dimentahkan, segera menarik tangan dan mengubah mengayunkan tangan kanan mengarah kedada lawan. Namun sekali lagi Ki Wilis mampu membaca arah. Dan keduanya tidak bisa menghindarkan benturan dari tangan mereka masing-masing. Akibat benturan kedua tangan mereka menyebabkan angin yang menghempasan barang-barang disekeliling mereka. Dan akibat dari berbenturannya dua tenaga itu membuat keduanya saling terpental.

Ki Jalak Ireng merasakan tangan kanannya saki dan nyeri luar biasa hingga terasa sampai didada. Begitu juga dengan Ki Wilis, tangannya seperti dirambati semut dan hawa panas.

"Setan hutan mana yang merasuki orang itu, hingga dia bisa menahan gempuran yang aku lambari dengan Aji Tapak Geni." Desis Ki Jalak Ireng," Aku rasa perkelahian yang berlarut-larut ini, akan segera ku akhiri."

Dengan mantap maka Ki Jalak Ireng, segera memusatkan nalar dan budinya untuk mengungkap Aji pamungkas asal perguruan Kali Bening. Sebuah aji yang berlandaskan dan bersumber dari api yang diberi nama Aji Tapak Geni.

Mendapati lawannya dengan sungguh-sungguh sudah memusatkan nalar dan budi untuk mengungkap ilmu pamungkasnya. Maka Ki Wilis pun juga mengungkap ilmu pertahanan sampai tinggkat teratas, jadi dirinya tidak hangus terkena ilmu lawan.

Dengan menyilangkan ke dua tanga pada dada dan kaki yang agak renggang seperti tonggak kayu jati yang menusuk jauh ke dalam bumi, Ki Wilis telah mengungkap Aji Tameng Waja untuk membentengi seluruh tubuhnya. Dan waktu yang mendebarkan telah terjadi, Ki Jalak Ireng dengan telapak tangan yang membara meloncat menggempur tubuh lawannya.

Sebuah hentakan yang dahsyat luar biasa. Daun-daun bergoyang sangat hebat laksana terkena angin puting beliung serta berguguran dengan kondisi hangus, dan hamburan debupun membumbung tinggi memenuhi halaman kedai. Setelah hamburan debu yang tebal itu semakin lama semakin menipis, samar-samar tampak satu sosok bayangan terduduk dengan kedua tangan menyangga tubuhnya. Bayangan itu ternyata Ki Wilis yang langsung mengambil sikap duduk bersila mengatur kembali pernapasannya yang terguncang walau kondisi Ki Wilis pada pinggir mulutnya darah tampak merembes keluar.

Sedangkan nasib lebih parah diderita oleh Ki Jalak Ireng. Ternyata ilmunya hanya selapis lebih rendah dari Ki Wilis. Aji Tapak Geni yang dia lontarkan, seakan akan mengenai pelindung kasat mata dan membuat Aji Tapak Geni membalik ketubuhnya dan membuat tubunya panas seperti terkena lelehan lahar. Dan membuat dirinya tidak kuat bertahan menghadapi akibat dari ilmu pamungkasnya sendiri,sampai akhirnya orang itu pingsan.

Disaat itulah, sesosok bayangan dengan cepat menyambar tubuh Ki Jalak Ireng serta membawa pergi dari tempat itu.

"Oh siapa orang yang menyelamatkan Ki Jalak Ireng, apakah kiai Bagor.?" Tanya Ki Wilis, setelah dia membuka mata serta tidak sengaja melihat bayangan yang menyambar Ki Jalak Ireng.

Sementaraitu pemilik kedai egera menghampiri Ki Wilis.

"Bagaimana kondisi dan keadaan tuan.?" Tanya pemilik kedai, setelah berada disamping Ki Wilis.

"Syukur ki, aku masih mendapat kemurahan dan perlindungan dari yang Maha Agung, tetapi maaf ki karena aku,kedai kisanak rusak." Ucap Ki Wilis, sekaligus meminta maaf.

"Ah sudahlah, tuan. Bila tuan tidak bertindak seperti itu, mungkin nyawaku sudah melayang. Dan akulah yang harus terima kasih kepada tuan."

"Sudahlah ki, jika begitu aku akan melanjutkan perjalanan, namun mohon ini diterima sebagai modal membenahi kedai kisanak." Kata Ki Wilis, sambil menyodorkan beberapa keping uang perak.

"Oh tidak... Tidak perlu tuan." Tolak pemilik kedai.

"Terimalah jika kau benar-benar menghargaiku." Desak Ki Wilis.

Akhirnya pemilik kedai itu menerima kepingan uang perak pemberian Ki Wilis dan mengucapkan banyak terima kasih. setelah dirasa cukup, Ki Wilis pun pamit serta kembali melanjutkan perjalanannya yang terhenti untuk beberapa waktu.

"Bersambung ... "