BAB 26
PENASARAN BISA MEMBUNUH
"Apa yang kamu lakukan? Terus meliput!" ancam reporter itu.
Namun perkataannya tidak diindahkan, ia malah menarik tangan repoprterr itu menjauh dari ambulance.
"Jani! Jaga sikapmu! Apa sopan meliput dalam keadaan seperti itu?" juru kamera itu melebarkan matanya dan menyudutkan matanya dan menyudutkan alisnya, ia terlihat sangat tidak menyukai sikap Jani.
"Sopan? Apa sopan buat kita banyak duit? Kita Jurnalis! Kita dilindungi! Toh kita begini dapet duit kan? Munafik kalo kamu gak mau duit!" Acuh Jani, merebut kamera itu dari juru kamera.
Jani berlari mendekati petugas yang memeriksa TKP. Juru kamera itu mengejarnya. Terjadi percekcokan antara Jani dan Juru kamera itu.
"Apaan sih?" Seru Jani mendorongnya.
"Heihei! Sekarang disini ada penyidikan! Lihat itu? Garis kuning polisi! Tidak ada yang boleh mendekat" pekik pak Hamid, begitu yang tertera di baju lapangan forensic itu.
Mereka berdua tetap saling menyalahkan, tanpa memperdulikan ucapan pak Hamid itu.
-----
19 mei 2022
Stasiun TVL
23:00
"Pemirsa, sekarang kita terhubung dengan seorang narasumber yang bertanggung jawab atas penyidikan tragedy bom di alun alun siang tadi, pak Hamid, apakah sudah mendengar suara saya?" Tanya Jani.
"Oh hiya sudah sudah"
"Baik bapak, tragedy itiu, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Aahh, anu, itu, bom bunuh diri, salah satu anggota polisi itu, Rizal, dia sangat kontra dengan pemerintah" jawab pak Hamid terpatah patah.
"Tapi pak, sepertinya ada pembunuhan juga disana" Tanya Jani Kembali setelah membaca berkas yang ia susun tadi malam.
Wajah pak Hamid tiab tiba memucat dan sambungan mereka terputus.
"Maaf pemirsa, sepertinya ada gangguan teknis, sekarang saya akan memberi tahu naman ama korban tewas dari tragedy di alun alun tadi, Rizal Ganarda, selaku terduga pelaku, Pak Heru Wijaya (Walikota), Bobby Ardiansyah (Polisi), Krisna Tan (Polisi), Dani Xavier (Polisi), Wisnu Malik (Polisi)......" ia menyebutkan satu persatu nama korban yang totalnya 29 diantaranya 1 walikota, 8 anggota polisi, 20 warga sekitar.
-----
19 Mei 2022
Stasiun TVL, Ruang Jurnalis.
00:00
"Ridho! Kamu mau kemana?" Tanya Jani yang baru saja mendaratkan dirinya di kursi empuk berwarna cokelat sesuai dengan teman ruangan ini.
"Ada yang aneh, aku akan menyelidiki ini" Juru kamera itu, Ridho, memasukkan barang barangnya ke dalam tas tote berwarna hitam.
"wohooo, mantan calon anggota detektif, kemarin kemana aja mas? Padahal Tragedi tadi kalo diliput pasti rating kita naik" keluh Jani mengingat perbuatan Ridho di TKP yang menolak meliput Polisi Wanita itu memarahinya. Dia masih dakit hati.
"Ini tentang tragedy itu" bisik Ridho.
"Apa? Kamu bilang apa?" Jani mendekatkan dirinya kepada Ridho.
"Lihat ini" jawab Ridho membuka Kembali computer yang semulanya ingin dimatikan.
"Dengar?" tanyanya.
"Apa? Gak ada suara apa apa" jawab Jani memandangi Ridho aneh.
"Akkkkskskksksknss bilang saja Rizal pelakunya" suara samar samar diucapkan sesorang disebelah pak Hamid.
"Sudah dengar? Aku harus cari pak Hamdi" ia mematikan computer itu.
"Menurutmu, ada yang sengaja melakukan ini? Tapi untuk apa?" tanya Jnai.
"Kita akan tau, setelah menyelidikinya" ucap nya sebelum meninggalkan ruangan itu.
Diam diam Jani mengikuti mobil Ridho.
Gelapnya malam membuat Jani kehilangan jejak Ridho
"Sial!" umpat Jani. Mau bagaimana lagi, ia harus pulang ke rumah dengan tangan kosong.
-----
` 20 Mei 2022
08:40
Kriiingggggg kriiinggggg
Ponsel Jani berdering, ia berusaha membangkitkan tubuhnya.
"Halo?" ucapnya penuh rasa malas.
"Jani? Ada kabar dari Ridho dan Tania ga?" ucap laki laki itu.
Jani mengusap matanya melihat nama yang terpampang di layer ponselnya.
"Kak Yordan? Ahh tidak, ada apa?"
"Mereka dari tadi pagi tidak bisa dihubungi, mereka kan harus liputan di tempat festival" keluh Yordan "Gak professional sekali, kalau gini kamu yang tugas smau nggak?" ajak Yordan penuh harap.
"Yaudah deh aku mandi dulu, acaranya masih jam 10 kan?" pasrah Jani, hilang sudah kesempatan tidur cantiknya.
"Iya tapi datang sebelum jam 10, biar bisa siap siap" ucapnya, mereka saling meng iyakan dan percakapan pun selesai.
"Huftt, apa apaan sih Ridho pasti kemarin begadang, rese banget" gumamnya kesal.
-----
20 Mei 2022
Di jalan depan reruntuhan Stasiun Bima TV
10:00
"Waahh bersih banget ya" ucap Jani melihat 'bekas' Gedung yang di robohkan bom itu.
"Terlalu bersih" balas Yordan. "Kamu sudah menghubungi si Ridho?" tanya Yordan.
"Iya, dia jawab sekali itupun Cuma diam Cuma suara napas saja, huh kayaknya kemarin dia begadang deh" Jani memikirkan balasan apa yang akan ia berikan saat bertemu Ridho yang menyebalkan itu.
"Syukurlah dia baik baik saja" ucap Yordan menghembuskan napass Panjang.
"Ini festival apa sih? Kok aneh gini?" Jani memperhatikan sekitar "Itu ada orang orang yang diikat kakinya pakai rantai, di sisi yang lain ada orang pegang pistol" Jani menatap Yordan, menanti jawaban dari Yordan.
"Aku lupa nama legendanya apa, yang jelas ini penghakiman, orang orang yang kakinya dirantai, itu symbol iblis/penghianat, kalau yang megang pistol itu julukannya 'sang adil' dia akan membunuh iblis iblis seeprti itu lah intinya, tapi seharusnya itu anak panah bukan pistol" jawwab Yordan.
"Ohh" ia merrespon dengan berr-oohh ria. "Kapan kita mulai meliput?"
"Nanti saja, pas presiden dating" Yordan sepertinya juga malass meliput hal seperti ini.
"Kalo gitu, ayo kit acari makan, ahhh! Aku mau foto sama 'iblis' itu dong" Jani menarik tangan Yordan.
"Hei, boleh minta foto?" Jani mengajak salah satu 'iblis' itu berrfoto. Ia di iya kan.
"1…2…3…" Foto pertama diambil, sampai 7 foto kira kira.
"Terimakasih" Jani tersenyum padanya.
"Pergi" jawab si 'iblis', dari topeng yang seram itu terlihat mata yang melebar.
"Ooowhh, apakah aku mengganggumu?, maaf" jawab Jani yang menjadi takut padanya.
"AAAARRRRGGGHHHH!" Ia mengangkat tongkat yang sedari tadi di tangan sebelah kanannya.
Jani juga berterriak, tapi para warga sekitar tertawa mendengar terriakan Jani.
Saat festival bulan, memang iblis sering berteriak seperti itu.
Presiden datang. Dan ia segera memulai pidatonya. Pidato yang ditujukan untuk memilihnya lagi dipemilu 3 tahun lagi.
"...…semuanya! Saya lahir disini! Besar juga diisni! Saya yang paling mengerti yang kalian butuhkan! Jangan lupa untuk memilih saya di tiga tahun mendatang, seperti ayah saya yang memerintah dua periode, saya tidak akan mengecewakan anda sekalian!" Serunya dengan semangat.
Di layar lebar belakang pak Presiden terpampang foto dirinya yang ikut serta dalam berbagai kegiatan kemanusiaan. Sampai tiba saatnya mengakhiri sesi pidato.
"Semuanya! Apa kalian percaya pada janji manisnya?" Suara dari antah berrantah, menggunakan efek khusus yang menyamarkan suaranya tiba tiba terdengar "Jangan, jangan percaya padanya"