BAB 31
SUARA MISTERIUS
"Gimana dong, Bang? Hanif takut tinggal disini."
"Kalo pindah sekarang sekarang berasa rugi, soalnya gue udah bayar ampe tiga bulan kedepan." Mahesa ikut merasa menyesal dengan keputusannya pindah di kost nomor 205.
"Hanif apalagi Bang, mama udah bayar sampek satu tahun." Pemuda bertubuh mungil itu hampir menangis, pikirannya sudah kalut.
"Kita coba tinggal disini dulu aja, Nif. Kan belum tentu juga hantunya gangguin kita kan."
"Iya sih Bang, tapi hati Hanif takut."
"Kalo ada apa apa teriak aja Nif, panggil gue ya. Kamar kita sebelahan, atau Bang Wiliam yang sebelahan juga sama kamar lu." Mahesa mencoba menenangkan Hanif, meski sebenarnya dirinya sendiri pun takut.
…..
Mahesa sudah bersiap untuk berangkat ke kampusnya, pagi ini ada rapat HIMA prodi, maka dari itu Mahesa berangkat lebih pagi dari biasanya. Saat kakinya menuruni anak tangga, ia melihat seorang pria yang sangat asing, Mahesa tidak mengenali siapa pria itu dan Mahesa yakin pria tersebut bukanlah penghuni kost 205.
Pria bertubuh tinggi tegap dengan lengan penuh tato yang sedang memebersihkan srea kost, yang membuat Mahesa semakin heran, beberapa penghuni kost lain terlihat sudah biasa dengan kehadiran pria bertato itu.
"Bang." Mahesa menuju dapur untuk bertanya pada Wiliam yang sedang membuat kopi pagi.
"Eh, Mahes. Udah siap ma uke kampus?" Wiliam menoleh kea rah Mahesa yang terlihat sudah rapi dsan wangi, padahal sekarang masih pukul 06:00.
"Iya, Bang, ada rapat HIMA pagi pagi," Wiliam mengangguk mendengar jawaban Mahesa.
"Bang, itu abang abang tatoan siapa?" Mahesa berbisik di telinga WIliam, Wiliam pun tau siapa yang dimaksud oleh Mahesa.
"Oh, itu mas Krisna, dia pegawainya ibu Irina si ibu pemilik kkost, tugasnya buat bersih bersih di kokst yang miliknya ibu Irina, kkost sini dan yangn satu lagi di belakang kampus UV," tutur Wiliam menjelaskan.
"Biasanya dua hari sekali, tapi pas kemaren mas Krisna katanya izin nggak masuk, makannya lu baru liat hari ini, Hes." Mahesa pun mengangguk mendengar penjelasan Wiliam.
"Tapi kok serem gitu ya, Bang?"
"Penampilannya emang gitu, Hes, soalnya dia dulunya mantan napi, kasus perjudian," Ucap Wiliam pelan, ia takut Krisna mendengar perbincangan dengan Mahesa.
Mahesa membulatkan mulutnya mendengar penuturan Wiliam, memang kita tidak boleh menilai seseorang hanya dari penampilannya dan masa lalunya saja, namun tidak ada salahnya berrhati hati, karena jujur saja Mhaesa sedikit takut dengan Krisna.
"Tapi kok kayaknya cuek gitu ya Bang orangnya?" Mahesa masih penasaran.
"Emang rada cuek gitu Hes, kalo kesini ya Cuma buat kerja, abis itu ya udah pulang, jarang banget ngobrol sama penghuni kost, tapi aslinya sih dia baik kok, Hes."
"Oke deh Bang, maaf ya Mahes jadi kepo banyak. Mahesa duluan ya, Bang, mau langsung ke kampus."
"Sip dah, hati hati, ya Hes." Wiliam menepuk Pundak Mahesa, yang lebih muda sudah berjalan menjauh sembari melambaikan tangannya.
…..
Sudah satu minggu Mahesa dan Hanif tinggal di kost nomor 205, sejauh ini tidak ada hal hal menakutkan yang terjadi di kost, penghuni lain pun tidak ada yang mendapat gangguan, Johan sempat bercanda mungkin para hantu itu sudah Lelah mengganggu penghunui kost.
Pukul 9 malam, Jeviro baru pulang ke kost, pria yang merupakan mahasiswa jurusan Desain Interior itu sedang sibuk sibuknya persiapan KKN yang akan dimulai bulan depan.
Suasana kost sedikit sepi mala mini, mungkin karena Johan yang belum pulang dari acara kencannya, Tara yang masih di kantor dan anak anak lain yang sibuk dengan tugas kuliahnya. Di ruang tv ada Yusuf yang sedang mabar game dengan Dimas.
"Baru pulang lu, Jev?" tanya Yusufntanpa mengalihkan pandangannya dari layer pipi yang ada ditangannya, sepertinya permainan sedang seru.
"Iya Bang, tadi sekalian mampir makan dulu sih." Jeviro berjalan menuju dapur hendak mengambil air putih.
"Yang lain pada kemana, Bang?" tanya Jeviro sembari mengisi air gelas kosongnya dengan air putih dari gallon.
"Biasa lagi pada anteng dikamarnya masing masing, pada nugas." Yusuf melirik sekilas kea rah Jeviro, dan Jeviro hanya mengangguk mendengar jawaban Yusuf.
Langkah kaki Jeviro menaiki tangga, ia masih ingat kalau powerbang miliknya dipinjam Wiliam dan belum dikembalikan, Jeviro bermaksud mengambilnya.
"Wil." Jeviro mengetuk pelan pintu kamar Wiliam.
"Wil." Kembali Jeviro memanggil sang pemilik kamar, namun taka da sahutan dari dalam.
Pintu kamar sebelah di terbuka, Hanif keluar dari kamarnya, ia mendengar suara Jeviro mengetuk pintu dan memanggil nama Wiliam.
"Bang Wiliam pulang kerumah, Bang. Katanya ibunya lagi pulang." Ucap Hanif.
"Oh pantesan kagak nyaut nyaut, yaudah deh."
"Kalo boleh tau, ada perlu apay a, Bang?" tanya Hanif yang sangat ingin tau.
"Itu Nif, powerbang gue masih di pinjam Wiliam, tadinya mau gue ambil."
"Pake punya Hanif aja dulu Bang, ini." Hanif mengambil powerbang miliknya dan menyodorkannya kepada Jeviro.
"Benerean gapapa Nif kalo gue pinjem dulu sampek besok?" tanya Jeviro memastikan.
"Santai lah, Bang. Masih ada powerbang satu lagi kok."
"Okeh deh, gue bawa dulu ya."
Jeviro pun tersenyum memamerkan lesung pipinya dan berjalan menuruni anak tangga untuk menuju kamarnya.
Sore tadi, saat Hanif baru pulang kuliah, ia kebetulan berpapasan dengan Wiliam yang akan bersiap untuk pulang ke rumahnya. Kabarnya sang ibu yang biasanya tinggal di malang, kali ini sedang pulang ke rumahnya, dan menyuruh sang anak untuk menginap di rumah. Sebenarnya rumah Wiliam tidak begitu jauh dengan kampus, hanya berjarak 1 jam perjalanan, namun Wiliam lebih memilih tinggal di kost.
Setelah Jeviro Kembali ke kamarnya, Hanif Kembali melanjutkan mengerjakan tugasnya. Sebagai mahasiswa baru jurusan Kimia, Hanif sedang sibuk sibuknya dengan jadwal dan tugas kukliah yang terasa berbeda dengan SMA. Pemuda bertubuh mungil asal Bandunng itu sedang mencoba belajar mandiri dengan memilih kuliah dan tinggal di Jakarta.
Dua jam berlalu, malam semakin larut, tubuh Hanif pun semakin letih setelah berkutat lama dengan laptop. Bersiap untuk tidur, besok pagi pagi sekali ia harus berangkat ke kampus, karena ada praktikum di jam pagi. Seluruh tugas dan laporan sudah terselesaikan, tubuhnya bterasa sangat Lelah.
Pemuda bertubuh mungil itu mencoba memejamkan matanya, hingga perlahan kantuk semakin mendominasinya.
KRIETTT
KRIETTT
Mata Hanif yang semula sudah terpejam,secara sontak langsung terbuka kala mendengar suara perabotan yang berpindah pindah, ia yakin suaranya dari kamar sebelah, yaitu kamar nomor 10 kamar milik Wiliam.
KRIETTT
KRIETTT
Suara perabotan yang bergeser itu semakin terdengar jelas, setau Hanif pemilik kamar nomor 10 itu sedang pulang ke rumahnya.
"Bang Wiliam nggak jadi nginep di rumahnya apa ya?" Hanif bermonolog, masih mencoba untuk berfikir positif, mungkin abangnya itu membatalkan rencana menginap di rumahnya lalu Kembali ke kost.