BAB 25
SEMUA AKAN MATI
Sebuah video yang diambil dari Gedung walokota. Menayangkan seorang pria yang berjas rapi keluar memgang pisau dan membawa kepala manusia di tangan kirinya sambil tertawa tawa.
"Pak Walikota? Apa ini!" Putri refleks berteriak saat menonton itu.
Rizal juga menutup mulutnya tidak percaya.
Para reporter berbondong bonding meninggalkan tempat konfrensi diadakan.
Pak Bagas yang bingung menghampiri Bobby yang terjaga di sampingnya.
"Ada ap aini?"
"Pak Heru, walikota mengancam warga dengan pisau" ucapnya sambil melihat video itu.
Sekilas melihat, pak Bagas segera mengambil pasukannya untuk pergi ke lokasi.
-----
19 mei 2022
Di alun alun kota.
12:30
Terlihat pak Heru membawa sandera baru, Wanita paruh baya memakai setelan merah bata di padukan dengan hijab biru dongker.
Ia memohon mohon untuk dilepaskan, benyak orang yang berkumpul disana nun tak seorang pun menolongnya.
Pak Heru menarik rambut orang itu, menuju patung besar yang menjadi ikon kota.
"Hahahahah tidak ada yang bisa menghentikanku bertaubat! Anak itu benar! Aku melakukan kesalahan besar! Aku akan menebusnya disini!" ia berteriak dan menunjuk nunjukpatung besar yang menggambarkan dirinya menunggang kuda.
Mobil yang dikendarai pak Bagas dan rombongan tiba disana.
"Pak, tenang, jatuhkan pisaunya" oles Bobby.
Tangisan sander aitu makin menjadi jadi saat melihat pak Aldo.
"Sayang! Tolong aku! Aku tidak mau mati!" ia menangis sekencang kencangnya sampai seolah olah urat dilehernya akan keluar.
"Tidak, tidak, kamu harus mati disini…. Lihat! Lihat orang orang berseragam ini! Aku akan mempekerjakan mereka! Dan itu kesalahan!..." pak Heru berteriak sangar kemudian terlihat sedih "Anak itu! Anak itu benar! Aku harus membersihkan kesalahanku sekarang juga!" ia Kembali bersuara keras dan menarik rambut Wanita itu, mengangkatnya menusukkan pisau yang ia bawa ke lehernya.
Namun dengan sigap pak Aldo menolong istrinya itu.
"Tunggu!" pak Heru berbicara tegas "Aku akan membunuh kalian nanti" ia menghampiri tubuh Wanita itu
Kali ini pak Aldo hanya diam, ia ketakutan saat melihat mata pak Heru tadi.
Seolah olah kakinya menyatu dengan beton dan aspal disana. Tak hanya dia, para rekannya juga merasakan hal yang sama.
Pak Heru menusuk nusuk leher Wanita itu, sampai kepalanya hampir putus.
Kemudian ia membelah perut dan mengeluarkan isi di dalamnya.
"TUHAN! LIHAT INI! LIHAT KOTORAN INI! AKU MENGELUARKAN SEMUA SISA SISA DOSAKU! AKU AKAN MEMBERSIHKAN SEGALANYA! TERIMA TAUBATKU!" ia mengarahkan pisau berlumuran darah itu ke langit.
Lalu ia memakan kotoran itu. Pak Aldo berlari ke arahnya, mendorongnya menjauhi jenazah istrinya.
"Sadar pak! Apa yang bapak lakukan! Kalian! Tangkap dia!" ucap pak Aldo yang memeluk jenazah istrinya.
Bughh bughh bughh
Pak Heru menusuk punggung pak Aldo. Tulang punggungnya terlihat.
"Astaga, apa dosaku disini sangat banyak?"
"A-apa yang kamu lakukan" badan pak Aldo mendingin darahnya terus terusan bercucuran keluar.
Kratakkk
Tulangnya patah, pak Aldo memuntahkan banyak darah.
"Ahh aku akan menghabiskan kalian sekaligus" ucap pak Heru mencoba berdiri.
Mereka terrsadar dari lamunan tidak percayanya pak Krisna segera mencoba menjauhi TKP dan menghubungi markas untuk meminta bantuan tim lain.
Sementara yang lainnya mendekati TKP untuk memisahkan pak Heru dan pak Bagas.
Pak Heru makin mengamuk, menodongkan pisaunya pada mereka, ia menyanderra Putri.
"Wah, anak itu benar benar! Pantas saja tau segalanya! Ternyata ada mata mata disini!" ucap pak Heru pelan namun terdengar oelh Putri.
Putri mencari tujuan dari sorot mata pak Heru, dan dia menemukannya.
Pak Heru menatap tajam Rizal.
"Kamu berteman dengan polisi? Kamu akan menangkapku sekarang? Hahaha tolong lah. Aku benar benar akan bertaubat hari ini! Biarkan aku menghapus dosaku!" bentaknya, menggosok gosokkan pisau itu pada leher Putri.
Darah mengalir pelan, tetes demi tetes.
"Ahhh!!!!!" pak Heru menjerit keras, memegang telinganya "TUHAN! AMPUNI AKU! AKU AKAN MELAKUKANNYA SEKARANG!" ia berteriak menghempaskan tubuh Putri menjauh darinya.
"Jangan! Jangan!" Teriakan petugas dan warga setempat menggaung Ketika pak Heru membuka bajunya.
Dia memakai rompi yang dilapisi bom dan akan meledak dalam
1…2…3…
Duar!
Bom meledak dengan keras, pak Hereu tewas ditempat.
[Putri ver]
Tubuhku dilempar, sakit.
Kurasakan tulang belikatku patah.
'Jangan! Jangan!' hanya itu yang aku dengar, apa yang mereka larang? Aku tidak kuat membalikkan tubuh ini.
Tubuhku dirampas oleh seseorang, yang membawaku berlari diatas dekapannya, menjauh dari tempat tadi.
Duar!
Suara itu membuatku tuli, tak hanya pelipis dan leher, kini telingaku juga berdarah.
Mataku mulai memberat.
-----
Stasiun TVL
[Author ver]
"…baik, Maaf kami akan memotong siaran ini. Pemirsa baru saja tim kami menerima laporan. Bom Kembali memakan korban, kali ini terjadi tepat di alun alun kota. Dan terduka pelaku…" Tania yang kini berambut bob itu menghela napas Panjang, seakan tidak percaya. "Seorang anggota polisis, Rizal Ganarda" matanya mulai berkaca kaca.
"Kami serahkan pada Ardi Wibawa di TKP" lanjutnya, ia berlari keluar saat mendengar kata 'cut' dari sutradara.
Angin berhembus kuat, mendung gelap.
Seakan langit tau, apa isi hati Tania kala itu.
Tania dan Rizal sangat dekat sejak SMP, tidak mungkin ia melakukan hal kejam seperti itu. Lelaki itu, Dia sangat polos.
Tania menangis, menjerit, pokoknya dia tidak percaya dengan laporan yang diberikan rekannya itu.
"Hei, hei ada apa?" Yordan pura pura tidak tau dengan laporan itu, dia juga sebenarnya tidak percaya dengan berita itu. Bagaimana bisa menyimpulkan Rizal bersalah atas semua ini? Iyakann?
"Ada apa?" tanyanya lagi.
Tania masih tidak menjawab, ia malah menutupi kedua matanya yang sembab.
"R-rizal, dia ga bunuh orang kan?" tanya Tania lirih yang masih saja membenamkan seluruh wajahnya di jas ungu tua itu.
"Rizal? Anak mami itu? Ga mungkin lah, yakali" jawab Yordan berusaha menengkan hati tania.
-----
19 Mei 2022 di Alun alun kota
13:00
Suasana disana sangat mencekam, anggota tubuh berseliuran diantara puing puing patung yang ikonik itu.
"Terimakasi, Tania. Baik pemirsa sekarang kami ada di TKP pengeboman terjadi, diduga ini adalah bom bunuh diri, yang diledakkan seorang anggota kepolisian" ucap reporter itu Panjang lebar.
Suara ambulans terdengar kencang.
"Ooowhh, itu ada penyitas!" gumamnya "Pemirsa, sepertinya saya melihat ambulans membawa seorang penyitas!" ia mengarahkan kamera itu untuk menyorot dirinya sendiri, arogan.
Mereka mendekati ambulans itu.
"AAAAAAAAAAAhhhhhhh!" pekik Wanita itu kesakitan, kaki kananya terrlihat sangat buruk. Banyak darah yang berasal dari sana, bahkan dagingnya juga terlihat.
Juru kamera menundukkan kameranya, ia terpaku melihat Wanita itu.
"Apa yang kamu lakukan? Terus meliput!" ancam reporter itu.
Namun perkataannya tidak diindahkan, ia malah menarik tangan reporter itu menjauh dari ambulance.