BAB 24
TRAGEDI
Ravi menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal melihat itu semua polisis disana tersenyum gemas melihat tingkah si bungsu kecuali Arya.
Arya yang sedari tadi berteriak mendadak diam seribu Bahasa, menatap kawannya sinis.
6 jam setelah kejadian itu kira kira pukul 3 dini hari, mereka masih saja mengais ngais reruntuhan Gedung pencakar langit yang kini telah memeluk bumi dengan sangat erat.
Kini tak hanya mereka, bantuan yang datang berbondong bonding dari pusat pun ikut membantu membereskannya.
"Lapor! Semua mayat sudah diamankan! Lokasi telah steril" suara serak khas pria dewasa terdengar menggema, pria itu memiliki tinggi 179 rambut dicukur habis dan berkulit sawo matang.
Seperti yang dikatakan pria itu. Kini lokasi tersebut telah bersih bahkan sangat bersih.
Sisa sisa bangunan itu semuah telah dibawa ke tempat lain. Semua. Hanya tanah kosong yang ada di sana.
Awalnya pak Bagas menolak menyetujui pembongkaran itu. Namun mereka bersi keras itu adalah perintah walikota, karena 4 hari lagi akan ada festival besar di jalan itu.
Mereka sangat putus asa. Terlebih Rizal, yang menolak membantu membersihkan puing puing disana dan memilih pergi dari lokasi itu.
"Pak, laporan forensic tentang korban kapan keluar? Kita juga harus memakamkan pak Roni dan Zere dengan layak." Keluh Bobby pada pak Bagas.
Pak Bagas melihat orang orang yang henti hentinya memasukkan plastic jenazah ke dalam mobil Basarnas dan Forensik. Kemudian ia menatap Bobby dengan lemah.
"Sangat banyak jenazah disini, tak mungkin hasilnya akan cepat ketahuan" balas pak Bagas menepuk nepuk Pundak Bobby dengan rasa bersalah.
Bobby mengerti dan meninggalkan pak Bagas. Pak Bagas merasa sangat bersalah, diam diam air matanya menetes.
-----
04:15
Toilet umum.
Suara air menjadi latar tempat itu. Ada yang sedang menggunakan wastafel.
Ravi, si bungsu memiliki senyum manis yang dapat membuat semua orang terpaku itu sedang membasuh mukanya.
Dengan tiba tiba Arya mendorongnya kepojokkan dengan kasar.
"Apa maksudmu? Kamu memanipulasiku untuk membenci bang Rizal? Kamu bilang bang Rizal itu pembunuh mereka semua, padahal itu kerjaanmu kan?" Interogasinya, ia mengangkat kera baju Ravi, membuat Ravi tidak bisa bernapas dengan baik.
Suara sesak dan teriakan minta tolong Ravi menarik perhatian Wanita yang baru saja keluar dari toilet Wanita.
Tanpa berlama lama, ia menerobos masuk ke toilet pria.
Didapatinya Arya memasukkan kepala Ravi ke dalan WC duduk itu.
Ravi berusaha melawan tapi tenaganya kurang kuat untuk melawan Arya.
Putri mencoba melerai mereka walau harus jatuh tersungkur berkali kali.
"Pak! Pak! Arya dan ravi! Di toilet umum…." Putri membuat laporan singkat pada atasannya itu.
Sekarang Arya membenturkan kepala Ravi ke dinding besi itu. Berkali kali, hingga dinding itu mendapat cat merah yang amis.
"ARYA! HENTIKAN!" perintah pak Krisna. Dani yang ikutpun membantu melerai mereka.
Mereka berhasil dilerai namun Ravi sudah tak sadarkan diri.
Karena hal itu pak Krisna menghadiahi Arya dengan sebuah tamparan.
"Kamu melenyapkan temanmu sendiri? Tidak masuk akal! Liaht apa yang terjadi pada Ravi! Akan kupastikan kamu akan mendapat hukuman" bentak pak Krisna sambil berusaha mengangkat Ravi dipunggungnya.
Arya menunduk, ia kini yakin Ravi terlibat disini. Dia berpikir pasti Ravi yang menutup pintu keluar itu dia ingin membunuh Rizal.
Arya yakin Rizal mengetahui sesuatu. Itu sebabnya Ravi ingin melenyapkannya.
"Ada apa?" tanya Putri yang berusaha mencari wajah Arya.
"Bang Rizal, kak Putri percaya sama Bang Rizal?" tanya nya sambil terus menyembunyikan wajah.
"Tentu saja, kenapa?" jawab Putri singkat.
"Kalau Ravi?"
"Ada apa?" tanya Putri memastikan
"Ravi bilang bang Rizal adalah dalang dari pembunuhan pembunuhan ini" ia akhirnya menampakkan wajahnya, pipi itu terlihat sangat merah dengan air mata yang membasahinya.
"Hah? Tidak mungkin, aku mengenal Rizal dari dulu. Dia tidak mungkin emlakukan itu" jawab Putri menghapus air mata Arya.
"Jika dia ingin membunuh, untuk apa masuk kepolisisan? Ada ada saja" ia tertawa. Itu menenangkan hati Arya.
"Sekarang aku jadi, curiga pada Ravi" bisiknya "Apa salah? Ravi menghilang diwaktu yang bersamaan dengan pintu keluar terkunci. Dia seperti ingin melenyapkan bang Rizal" jelasnya, air mata itu Kembali mengalir.
"Tidak, tidak apa. Dan seharusnya kamu tidak mencurigai kawanmu. Dia sudah menjelaskan tadi dia ada ke toilet kan?" mungkin pintu itu terganjal sesuatu" Putri menolak mempercayai asumsi Arya.
Ia mengajak Arya keluar dari toilet itu. Begitu keluar dari sana, mereka melihat Rizal.
Mereka melangkag meninggalkan toilet umum. Diluar masih gelap lampu Gedung sekitar sengaja dimatikan.
Hanya cahaya dari tim kepolisian di ujung gang itu yang terlihat.
Tiba tiba sosok pria menghampiri mereka dengan membawa tongkat baseball.
Dengan cekatan Putri menarik tangan Arya, lalu ia melawan pria itu.
Mengunci pergelangan tangannya sampai dia terkapar.
"Aaaaaaaaaaah sakit! Putri! Jangan bunuh aku" ucapnya dengan sangat kesakitan.
"Bang Rizal!" Arya membantu Rizal berdiri dan Kembali menangis dihadapannya.
"Maaf bang, seharusnya aku ngga berpikiran negative kea bang…" suara yang rintih membenamkan kepalanya di dada bidang Rizal.
"Kamu salah apa? Seharusnya si Putri biang kerok ini yang minta maaf! Ahhhh punggunggu sangat sakit" ia mengeluh sesekali terdengar suara aduan tulang yang sangat renyah.
"Kamu datang tiba tiba, dan tongkat itu…" Putri tidak ingin disalahkan
"Aku, akan menangkap pengacau itu! Aku akan mengakhiri semuanya disini!" Rizal dengan lantang mengucapkan itu. Tidak ada kecurigaan dibenak Arya dan Putri.
-----
19 Mei 2022
Konfrensi pers
Di halaman kantor polisi
"…..Densus 88 memastikan di stasiun BIMATV ada 4 boom panic yang menewaskan 105 orang di dalam gedung itu" ucap pak Bagas mengambil alih pekerjaan pak Tommy.
Sesi tanya jawab dimulai, para reporter yang sudah berkumpul mulai mengacungkan jarinya.
"Saya Tania dari stasiun TVL, apa jenazah para koran sudah diidentifikasi?"
"Aahh, tim forensic butuh lebih banyak waktu untuk itu…" pak Bagas dengan cepat menjawab itu, ia tersenyum dan tertawa seperti tidak tau apa yang ia katakana.
"Apa ada kemungkinan selamat dari kecelakaan itu?" tanya salah satu orang di belakang.
"Sayang sekali, itu tidak mungkin" jawab pak Bagas Kembali.
Para reporter mulai berbisik melihat layer ponselnya.
"Putri, apa yang mereka lakukan?" tanya Rizal penasaran dengan tingkah para reporter itu.
Putri memeriksa pesan masuk dari Bobby.
Sebuah video yang diambil dari Gedung walokota. Menayangkan seorang pria yang berjas rapi keluar memgang pisau dan membawa kepala manusia di tangan kirinya sambil tertawa tawa.
"Pak Walikota? Apa ini!" Putri refleks berteriak saat menonton itu.
Rizal juga menutup mulutnya tidak percaya.