BAB 23
BELUM BERAKHIR
Saat ingin membuka pintu tangga darurat merka bertemu petugas pemadam kebakaran yang bajunya basah karena terkena air.
"Hei, kenapa kalian massuk kesini! Disini masih berbahaya! Api bisa saja berkobar lagi!"pekik lelaki paruh baya yang turun menggunakan tangga darurat itu.
Lami berdua diperintahkan keluar meninggalkan Gedung.
Tapi tidak benar benar meninggalkan tempat itu, kami sekarang duduk di parkiran didekat mobil Damkar yang terparkir acak.
Para reporter pun sudah banyak yang datang ke lokasi itu. Terlihat juga keluarga karyawan Gedung itu meraung raung memanggil nama para korban.
Banyak dari mereka yang berusia senja jatuh pingsan. Saat melihat salah satu polisi dan Damkar paruh baya tadi yang akhirnya keluar dari TKP para reporter itu mengerumuninya.
"Bagaimana….. menurut anda apa motif pelaku?"
"Apa ada hhubungannya dengan mendiang Dorta?"
"Sebenarnya kasus macam apa yang kalian tutupi?"
Para reporter membom bardir polisi itu dengan segudang pertanyaan.
Namun saying, bukannya memberikan informasihg polisi itu malah menghadiahi para reporter dengan bekas makan malamnya.
-----
[Rizal ver]
21:30
8 menit sebelum kejadian naas itu berlangsung.
Aku, pak Bagas dan Bobby tidak pulang karena tadi menyiapak acara jumpa 'penggemar' sebagaimana yang diperintahkan pak Roni.
"Pak Roni? Kenapa dia ada disana?" ujarku mengubah posisi dari yang semulanya rebahan menjadi duduk jongkok diatas sofa.
"Astaga? Apa yang pria tua itu lakukan! Kita harus kesana sekarang!" ujar Bobby yang selalu mengkhawatirkan image polisi kota itu.
"Eiii ayolah, bukankah ini bagus? Setidaknya banyak orang yang akan membicarakan kota ini. Dan pada akhirnya kota kecil ini akan bisa terkenalkan?" Rancu Rizal menggoda Bobby.
"Diam diam, mari kita lihat sampai mana pria otoriter itu dapat bertindak" cegah bagas menaikkan volume tv itu.
Mereka bertiga diam mendengarkan argument pak Roni.
21:30
DUAR!
Suara dahsyat itu terdengar.
Anehnya siaran stasion itu masih menyala hanya saja suaranya sudah hilang.
Terlihat banyak potongan tubuh yang berceceran disertai muncratan darah yang menyelimuti lantai marmer indah itu.
Kobaran apipun melahap tubuh mereka. Setelah itu siarannya berakhir.
Mereka saling bertatapan tidak percaya apa yang mereka saksikan.
Mereka bertiga segera pergi menuju TKP.
21:50
Mereka bertiga bersamaan dengan mobil damkar.
"Damkar baru sampai? Apa mereka tinggal di gua" keluh pak Bagas yang terlihat menutupi kekhawatirannya.
"Itu ada satu yang terlihat sudah lama di sana" timpal Bobby yang segera keluar dari mobil itu.
Mereka bertiga juga ikut masuk setelah lantai dua dijinakkan apinya oleh petugas.
Di lantaim dua juga terlihat banyak bagian tubuh yang telah 'matang' berhamburan.
Rizal tak kuat dan berlari keluar Gedung itu. Mengikuti Langkah seorang petugas Damkar paruh baya.
Setelah berhasil keluar dari Gedung itu. Namun tak disangkah para reporter itu mengerumuninya, akhirnya ia muntahkan seluruh makan malamnya di depan para reporter itu.
"Nak, polisis kok lemah sekali" ucap petugas tadi yang kini mengoleskan minyak kayu putih di punggungnya.
"Heheheh, sudah tidak apa apa pak" Rizal berbohong.
2 mobil menghampiri mereka.
"Rizal? Kamu baik baik saja?" ucap Dani panik.
"Ah sudah tidak apa apa kok" ucap Rizal berbohong lagi.
Para polisis yang lain memasang garis polisis dan mulai menyusuri TKP.
Mereka memungut satu persatu anggota tubuh yang kemudian difoto lalu dimasukkan kantong jenazah.
[Author ver]
Para polisi yang datang mencoba mengumpulkan satu persatu anggota tubuh milik para korban.
Di lantai 2, tercium aroma daging panggang karena disana tempat api menjalar ganas.
"Aku akan memeriksa ruangan itu" Ucap Arya yang menyudahi percakapan dengan Rizal yang memakai masker ganda agar hidungnya tidak menyium aroma itu.
Suka tidak suka, Rizal harus tetap melakukan ini. Karena itu bagian dari pekerjaannya.
Ia melangkah dengan hati hati karena bangunan itu sudah jauh dari kata aman.
Beetapa terkejutnya saat melihat ke dalam, ada sepasang orang dewasa yang terikat dengan besi baja pada kursi.
Tentu saja dengan anggota tubuh yang sudah tidak sempurnah lagi.
"HEI YANG DI DALAM! CEPAT KELUAR!" pekik seseorang menggunakan toa disana.
Dani terpaku melihat kedua mayat itu dan berusaha membaca jejak yang ditinggalkan pelaku di dinding.
"ARYA APA YANG SEDANG KAMU LAKUKA! CEPAT KITA PERGI DARI SINI!" Ajak Rizal yang mengkhawatirkannya.
"Sebentar!" Arya melepaskan diri dari genggaman Rizal dan mencolong kamera yang digunakan oleh Rizal untuk memotet mayat dan TKP"
"Kamu pergilag, aku tidak akan lama disini" usir Arya.
Rizal benar benar melakukannya. Dia benar benar turun tanpa Arya.
Di tangga darurat itu terlihat bayangan seseorang. Saat melihat kedatangan Rizal dia menutup rapat pintu baja itu.
"Hei! Aku masi disini! Hei! Buka pintunya!" rizal terus menggedor pintu itu. Walaupun ia tahu pintu itu kedap suara.
Rizal yang putus asa Kembali ke atas, terdengar gemuruh besar yang bersumber daroi Gedung ini.
Ia mencoba menjaga keseimbangannya.
"Rizal? Kamu menungguku?" ucap Arya yang melihat Rizal masih di lantai 2.
"Tidak, pintu tangga darurat ini sudah dikunci" ucapnya dingin mendekati Arya tanpa menggunakan masker ganda itu lagi.
"Kamu percaya padauk?" ucapnya Kembali.
"Apa maksudmu? Ten-tentu saja aku mempercayai abangku" jawabnya sambil bergerak mundur. Apa Rizal tau Arya dan Ravi mencurigainya? Apa Rizal akan mengakhiri hidup Arya sekarang.
"AAAAAAHHH YA ALLAH TOLONG LINDINGI HAMBA! EMAK! BAPAK!" teriak Arya yang dilempar oleh Rizal.
"Nice!" ucap Rizal pelan saat tubuh Arya tepat sasaran mengenai matras angin.
"YA ALLAH HAMBA! HAMBA TIDAK AKAN BERBUAT BURUK LAGI!" ia masih saja berteriak. Membuat situasi disana sedikit mencair.
Gemuruh terdengar lagi, kalil ini lebih besar. Membuat tumbang Gedung gagah itu.
"RIZAALLLLL!!!!" Mereka berteriak serempak saat melihat Gedung itu hancur.
"YA ALLAH APALAGI INI!!! ASTAGHFIRULLAH EMAK MAAFIN AKU EMAK!" teriak Arya yang belum membuka matanya sama sekali dari tadi.
"Hei bocah! Sadarlah!" ucap Rizal yang tadi melompat dan tepat jatuh dalam posisi duduk diatas punggung Arya.
"Turun lah! Astaghfirullah, makan apa sih berat banget" sindirnya mendorong tubuh Rizal kasar.
"Gini gini kalau aku tadi keluar sendiri kamu akan terkubur disana" ujar Rizal membalas godaan Arya.
"Tapi tadi, ada yang mengunci tangga darurat" lapor Rizal menghadap pak Krisna.
"Ravi! Kamu kemana saja!" tegur pak bagas yang baru saja melihat batang hidung Ravi, kini Ravi terburu buru berjalan ke arahnya.
"Tadi, saya ke toilet di kafe seberang pak, kebelet banget" ucap Ravi tersenyum kaku menghadap pak Bagas.
"Ya sudah, lain kali bilang ke teman temannnya dulu. Biar ngga panik dicariin." Titah pak Bagas menepuk ringan kepala Ravi.
Ravi menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal melihat itu semua polisis di sana tersenyum gemas melihat tingkah si bungsu kecuali Arya.