Chereads / pura pura / Chapter 17 - CURIGA

Chapter 17 - CURIGA

BAB 17

CURIGA

[Putri]

Jam 20:00

Aku dan Rizal dikirimi nasi oleh pak Broto, tapi pak Broto segera pergi setelah memberikan nasi itu. Ruangan yang dipilihkan pak Broto untuk ibukku lumayan sangat besar, kami makan di meja yang telah disiapkan.

Rizal sangat lahap dan dia tertidur setelah makan.

20:15 bertepatan dengan habisnya nasiku, lampu rumah sakit ini mati. Terdengar suara membuka pintu.

Kreeekk..

"Siapa?" tanyaku sambal meraga gelas air mineral.

"Dokter, maaf aku akan mengecek keadaan pasien terlebih dahulu, sekarang lampu mati kami akan memanggil teknisi stelah mengecek keadaan pasien disini" jelas pria itu.

Dia hanya membawa senter kecil sebesar pulpen yang disorotkan pada wajah ibuku.

Krekkk, terdengar suara pintu tertutup lagi. Dia memeriksa dengan sangat cepat.

Tak lama setelah suara pintu itu terdengar lampu lampu disini menyala terang.

"IIBUUUUUUUUUUUUUUUUU!" aku tersadar, bangun, Kembali ke dunia nyata.

Mengapa akhir akhir ini aku selalu memimpika hari itu.

"Kak Putri, kenapa?" Nia datang memelukku erat.

Akhir akhir ini aku sangat sibuk, masalah datang taka da henti hentinya sampai aku melupakan Dimas dan Nia.

Aku senang mereka baik baik saja, aku beruntung mereka menemaniku sampai sekarang.

Hari ini, catatan pengangkatan anak dari kantor catatan sipil akan keluar. Aku akan mengejutkan mereka berdua.

"Nia, Dimas, sudah makan?" ucapku menanyakan kepada mereka bas abasi.

"Hehhehe" Mereka berdua terkekeh yang dapat diartikan sebagai 'belum'.

"Mau makan waffle? Atau pancake?" tanyaku menggoda mereka sembari meninggalkan ranjang rumah sakit.

Mata mereka berdua berbinar binar.

Aku menghantarkan mereka ke kafe dekat rumah sakit, satu satunya kafe di kota ini. Kami makan sambal menikmati terpaan angin kota kecil ini.

Tingkah lucu mereka membuatku tertawa.

Mereka saling menjahili dan marah karena itu dan kemudia berbaikan lagi.

Sebelum pulang, aku mengajak mereka ke kantor catatan sipil, tentu saja dengan menggunakan taksi karena mereka terlihat kekenyanngan mengantuk karena makan banyak waffle.

Mereka menunggu dudalam taksi itu, sementara aku pergi, masuk kedalam mengambil surat adopsi mereka.

Saat aku Kembali masuk ke dalam taksi itu aku melihat mereka telah tertidur lelap.

Aku sangat tenang melihat mereka berada didekatku.

[Putri ver]

"Kak, boleh nggak aku tunggu di luar? Aku ngantuk banget" keluh Dimas anak lelaki dengan tahi lalat di bawah mata kirinya yang sedari tadi menompa tubuh Nia, adiknya yang telah hanyut dibawa pergi oleh peri mimpi.

"Iya saying, jaga adiknya ya" aku membelai rambut kedua anak itu "Mas titip anak anak ya?" Ucapku bas abasi pada supir taksi yang menutupi mukanya dengan masker medis.

Setelah supir itu mengangguk tanda setuju, aku melangkahkan kaki menuju kantor catatan sipil itu.

Anak tangga demi anak tangga ku lewati seraya berdoa, 'semoga aku bisa merawat mereka dengan baik, semoga mereka senang aku menjadi sosok orang tua untuk mereka, dan aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menyenangkan hati mereka'

"Permisi, Tika? Pak Jordi ada?" Tanyaku pada salah satu petugas, yang kebetulan sahabatku sejak SMA. Dia sama sekali tidak berubah, wajahnya yang tetap cantik ditambah kulit sawo matang itu membuatnya semakin terlihat elegan.

"Jadi benar kamu mau mengadopsi anak? Dia anaknya Aditama si pembunuh itu kan?" sinisnya, sembari merapikan rambut pendeknya dengan jemari lentik yang di cat unggu sehingga serasi dengan pakaiannya hari itu.

"Mending jangan deh, kamu tau kan ada pepatah mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" terusnya, aku tau dia mengatakan itu karena khawatir padauk.

"Dan gak selamanya di satu pohon itu rasa buahnya sama semua kan? Pasti rasanya juga berbeda beda" aku menyentuh Pundak Tika dengan tersenyum tapi dia membalasnya dengan sebuah tatapan tajam.

"Yang penting aku udah kasih tau semua, ya pilihannya tetap di kamu. Dia ada tuh di kantornya" Tika seperti tak enak hati menerima keputusanku, ia pun peregi setelah mengatakan itu.

Aku berjalan menyusuri Lorong dan anak tangga lagi hingga sampai di ruangan pak Jordi.

"Permisi pak, boleh saya masuk?" Tanyaku, aku memasukkan sedikit kepalaku karena pintu ruangan pak Jordi sedikit terbuka.

"Aahh nak putri, silahkan masuk. Maaf ya AC ruangan ini rusak dan hari ini sangat panas" ia bangun dan mempersilahkanku duduk di bangkuyang berhadapan langsung dengannya.

"Ini suratnya sudah jadi, mohon diperiksa terlebih dahulu" ia menyerahkan surat itu kepadaku. Salah satu kalimat salah membuatkku menegurnya.

"Pak ini, jenis kelamin Nia, kenapa ditulis laki laki" aku menunjukkan hal itu kepada pak Jordi.

"Ahhh Nia perempuan ya? Maaf maaf saya tidak tau" ia terkekeh dan tertawa, aku juga seperti itu.

"Naahh sudah jadi, Cuma ini yang salah?" ia menatapku, aku menggelengkan kepala dan tersenyum puas.

"Sudah resmi ya sekarang Dimas dan Nia jadi anak angkatmu, jadi kapan cari suaminya?" goda pak Jordi

"Hahahahha mau focus bahagiain anak dulu" candaku, kami berdua berjabat tangan dan tertawa karenanya.

Aku turun dan mendekati mobil taksi itu.

Hawanya sangat panas seperti biasanya. Aku harap hari ini akan turun hujan.

-----

[Author ver]

Disis lain…..

"Halo? Komandan? Apa maksudnya semua ini? Kasus ini bahkan baru saja terjadi, kenapa TKP sudah dirusak seperrti ini, nahkan Dorta…" pak Tommy menghubungi pak Roni untuk mencari tahu apa yang terjadi, sementara seluruh tim divisi itu berusaha menghalangi para pekerja yang ingin menghancurkan area pasar itu.

"Hancurkan saja semuahnya, apa yang kita dapat saat pelakunya ketahuan? Masalah si Aditama saja membuat harga tanah di kota ini sangat rendah, ingat tahun depan di kota ini akan diadakan festival seni, bagaimana jika hal itu tidak terealisasikan? Kamu mau kota ini Kembali miskin? Dan kamu mau hanya makan satu nasi padang Bersama istri dan anak anakmu itu?" Pak Tommy diam, dia mengingat Kembali apa yang dilalui saat kota ini mengalami krisis 10 tahun yang lalu, persis saat kejadian ini terjadi.

Pembunuhan dimana mana, lingkungan tidak aman. Mengakibatkan para investor menarik semuah asetnya dan orang orang kaya yang tinggal disini menjual rumahnya dengan harga murah.

Tidak heran banyak rumah bagus saat itu membaur dengan alam, ditumbuhi banyak tanaman dan dianggap angker oleh pendatang dari kota lain, mereka enggan melewati bahkan melihat rumah rumah itu.

Penduduk saat itu sangat kelaparan dan menderita. Ditahun ketujuh kejadian itu terjadi, bertepatan dengan pemilihan walikota baru, hanya satu orang yang ingin menyalonkan diri. Bisa dibilang ini tahun keberuntungan karena biasanya walikota disini dipilih denga nagak 'dipaksa' karena tidak ada yang mau menjadi walikota.

Pak Riki, Riki Yudistira dengan kepercayaan dirinya maju kepodium, taka da masyarakat yang mempercayai pidato kampanye saat itu. Mereka tidak ingin mendengarkan kata kata manis lagi. Sudah bosan. Yang mereka butuhkan hanyalah makanan. Sudah itu lebih dari cukup bagi mereka.