Chereads / pura pura / Chapter 9 - MENCARI BU SARI

Chapter 9 - MENCARI BU SARI

BAB 9

MENCARI BU SARI

Aku berlari kearah dapur.

Mereka menyusulku.

"Hei hei apa apaan ini, kamu mau buat saya mati lebih cepat? Kita sudah menemukan ini lebih baik kita segera Kembali ke markas" pak Aldo terengah engah, berlari hingga napasnya habis, dan keringatnya membenjiri baju itu membuatnya terlihat transparan.

Aku menunduk, mencoba mencari biscuit itu.

"ini di aini dia!" seruku melihat sepiring biscuit dan susu, didalamnya beruap dan terasa hangat. Ini pasti ditinggalkan oleh penguntit itu!

"Gila! Tidak mungkin! Kenapa bisa ada biscuit disini? Kapan? Kapan dia kemari!" Rizal melotot tak percaya denga napa yang dilihatnya.

"Dia, Dia menunggu kita di sini" aku berlari mengitari rumah itu, perasaan ini. Aku pernah mengalaminya. Pasti dia orang yang sama! Jika benar, aku akan membunuhnya dengan kedua tanganku,

[throwback Putri 1997]

"Tolong! Seseorang tolong!" Aku berteriak, menangis di samping tumuh ibuku.

"Ssuhhft" ibuku mengeluarkan suara, aku tidak begitu mendengarnya.

Ku dekatkan bagian mulutnya. Samar samar terdengar kata 'biskuit' 'didekatmu' 'penuh' kata it uterus terulang dan di ulang ulang.

Suara kaki berlari terdengar dari depan.

"ada ap aini!" Lelaki berbaju putih abu dihiasi bordiran bertuliskan Rizal memiliki tinggi sekitar 178 dengan rambut disisir ke belakang itu menghampiri kami.

"A-akh aku tidak tahu" aku menggeleng gelengkan kepala sambal menatap ke lantai rumah yang sudah mendapat corak merah.

Tanpa pikir Panjang dia berlari keluar, memanggil tetanggaku. Meneriaki rumahnya. Hingga sang pemilik rumah keluar hanya dengan menggunakan baju dalam dan sarung ikat khas bapak bapak.

"Kamu siapa! Tengah bolong begini teriak di depan rumah orang!" amuk marahnya te rdengar hingga rumahku.

Tapi tanpa mendengarkan keluhnya. Rizal menggapai yangan tetanggaku dan menariknya.

Betapa terkejutnya tetanggaku, pak Broto.

"Dek ini kenapa! Sebentar bapak keluarkan mobil" wajahnya panik bukan main, terlihat keringat mengalir dari kepala botaknya, kacamatnya pun sekarang dihalangi oleh kabut. Ia berlari, membawa mobilnya keluar.

Saat pak Broto mengangkat tubuh ibuku.

-----

[Author ver]

2008, sekarang-

"Dia. Dia menunggu kita disini" putri berlari mengitari rumah itu, hatinya dipenuhi rasa sesak.

Bau dan perasaan saat berada dirumah itu. Mengingatkan kejadian yang menimpa ibunya di tahun 1997.

Lorong samping menghubungkan taman belakang dan taman depan.

Samar samar ia mendengar suara Langkah kaki yang berlari dari arah itu.

Ia segera berlari. Terlihat seperti badan laki laki, memiliki tinggi sekitar 180cm dan memakai setelan hitam.

Putri berteriak, "Hei! Berhenti!"

Teriakannya itu membuat Rizal dan pak Aldo mengikuti arah suara itu. Seketika laki laki itu terkepung.

"Kamu yang meletakkan biscuit itu?" tanya Putri, mendekat dan menodongkan senjata.

"Heh maksud kalian?" ia menurunkan tangannya, meraih topi hoodie yang ia kenakan, dan emmbukanya.

"Aku, 'mantan suaminya', lihat ini? Ini kunci pagar dan ini kunci rumah" ia menunjukkan beberap kunci dan tersenyum mengejek.

"Tapi kenapa kalian ada di sini? Apa dia membuat kekacauan lagi? Wanita itu benar benar" dia menatap rumah, dan menggeleng gelengkan kepalanya.

"Jika sudah bercerai, untuk apa kamu Kembali kesini?" Putri tidak menurunkan senjatanya, menatapnya tajam hingga mata mereka bertemu.

"Rumah ini atas namaku, aku kesini untuk mengusirnya. Tapi jujur aku takut menghadapinya sendiri, dia sering menggila. Ahh dulu kenapa aku menikahinya?" terlihat wajah penyesalan, kemudian ia menunjukkan senyum "mmm dia lumayan cantik pada masanya"

Putri meletakkan senjatanya. Kemudian menghadiahi lelaki itu tinjuan, tepat di dadanya.

"Hah polisi macam apa kamu menghajar warga tidak bersalah?" ia melotot dan mengambil ancang ancang untuk membalas pukulan putri.

"Suami macam apa kamu menghajar istri tidak bersalah?" Rizal mengambil tangan lelaki itu, berhasil menyelamatkan putri dari hantamannya.

"Kamu ditangkap atas penganiayaan dan percobaan pembunuhan, kamu berhak mencari pengacara" Rizal memasangkan gelang besi ditangan lelaki itu.

"Apa apaan ini, siapa yang aku sakiti? Siapa yang aku bunuh? Hah aku kesini hanya untuk menuntut hak ku" lelaki it uterus saja protes, namun tidak ada yang mendengarkan.

Sampai akhirnya mereka sampai di markas.

[Di ruangan pengawasan interogasi]

"Rizal, apa apaan ini. Sebenarnya apa yang lelaki ini lakukan, jika begini kita membuang buang waktu. Kita harus segera mencari bu Sari, itu prioritas kami" Putri menatap Rizal kecewa.

"Menurutmu begitu? Lihat ini" Rizal menunjukkan banyak berkas yang menunjukkan banyak luka luka penganiayaan "Ini, lelaki itu yang melakukannya. Tapi dia dibebaskan karena pelapor meminta jalur damai"

"Jika sudah ada kesepakatan berdamai, kenapa kamu menangkapnya?" Putri melihat lihat berkas itu.

"Ini, dan ini" ia menunjukkan dua laporan "yang ini laporan atas nama Endang Dwi, 20 Februari 2008 berisi tentang perlakuan tidak menyenangkan dan penganiayaan dan yang ini ditulis atas nama Sari Dayana, 14 Februari 2008, tentang oercobaan pembunuhan tepat 1 tahun setelah mereka bercerai" Rizal memberikan laporan itu pada Putri.

"pertama kali Endang dwi melaporkan tentang perbuatan tidak menyenangkan dan menolak berdamai, kemudian ia melakukan laporan untuk keuda kali pada tanggal 27 Februari tentang penganiayaan, saat selesai melapor di polres, dia" Putri terus menatap Rizal yang berbicara dengan nada pelan "dia meninggal tertabrak, pelaku tabrak larinya juga sangat aneh, pengemudi truk, dia membawa banyak perabotan tapi tidak tahu ingin mengirim kesiapa, seperti orang linglung" jelasnya Kembali.

"Kamu curiga padanya hanya karena itu? Bisa saja itu murni kecelakaan? Tentang korban yang lain, bisa saja mereka mendapatkan uang pengobatan, itu biasa terjadi kan?" Putri masih tidak yakin dengan tujuan Rizal menahan lelaki yang tengah duduk santai menyilangkan kakinya di seberang sana.

"Pengemudi truk itu, bunuh diri di ruang interogasi, tepat dihadapan polisis saat itu. Temanku, rendi tidak jadi naik jabatan karena dia, beritanya sampai tersebar dan dia dipindahkan ke wilayah pedesaan, sejak saat itu tidak ada yang mengungkit tentang kematian Bu ending, pengemudi truk itu, bahkan pak Burhan, lelaki yang menatap kita diseberang itu" ucapnya sambal menatap lurus kedepan.

"Yapp, aku ingin mulai dari sini, jika kamu ingin mencari bu sari, silahkan saja. Ini tidak sama dengan ibumu saat itu" Rizal memegang bahu putri menatapnya dingin.

Mendengar itu putri buru buru keluar.

Sepertinya langit yang paling mengerti perasaan putri, ia seringkali bersikap tegas namun hatinya tetap rapuh.

Hujan membuat raungan putri tidak terdengar.

Hujan membuat air Putri tidak terlihat.

Putri memang merasakan aura yang sama tempat itu dengan rumahnya saat kejadian itu berlangsung. Hanya aura.

Putri bisa membedakannya. Ini motifnya berbeda.

Tapi kenapa Rizal berbizara seperti itu.

Itu seperti membuka luka lama pada Putri.

-----