BAB 8
HILANG
"Aku merasa kasus ini tidak semudah itu, untuk apa pak Aditama, psikopat yang buron sejak 10 tahun lalu menyerahkan diri? Dan sebenarnya bisa saja dia mengelak, karena ada bu Sari, bukankah bu sari alibi yang bagus?" Putri mendorong kursinya kedekat kursi Rizal, kini mata mereka bertemu.
"Eiii ap aini, kamu, kamu ini terlalu dekat" Rizal tersenyum, wajahnya memerah ia benar benar salah tingkah saat ini.
-----
[Putri ver]
Throwback
Sore di bulan oktober 1997
Umurku 15 dan sedang duduk di bangku SMP. Saat ini sudah semester 6.
Tergolong semester akhir, jadi sekolah menganjurkan siswanya untuk mengikuti bimbel. Itu kata kepala sekolahku dalam pidato seninya minggu lalu.
Dan di sini aku, menatap langit yang kosong, ntah apa yang dibicarakan guruku di depan. Bukannya aku tidak ingin mendengarkan. Tapi sampai pukul 3 sore aku belum makan siang. Kantin sekolahku hanya buka sampai jam 10 pagi, saat keluar main pertama. Apa bibi kantin tidak ikut upacra, hingga nggak tahu kalau sekarang ada makhluk yang menuntut ilmu sampai sore?
Aauughh aku lapar sekali, terbayang sudah nasi ayam kremes buatan ibu di rumah.
Aku ingin segera pulang.
Aku bergegas merapikan tas saaat bel pulang sudah berbunyi.
Aku, Shinta, dan Teti pulang Bersama karena rumah kami searah.
Diantara kami bertiga rumahku yang paling jauh, jadi pada akhirnya aku harus berjalan sendirian.
Langit sudah tidak kosong lagi, banyak anak menerbangkan layang layang yang berwarna warni. Menari nari diirngi kicauan burung. Suasana yang sangat damai.
Satu persatu temanku sampai dirumahnya. Hingga tiba saat giliranku menapakkan tangan membuka gerbang. Ini sangat damai.
Seorang terbujur kaku bermandikan darah, bau gosong masakan ibu melihat itu semua tentu saja aku berteriak sekencang mungkin.
Rizal dating tepat saat aku berteriak.
-----
[Author ver]
"Eii ap aini, kamu, kamu ini terlalu dekat" Rizal tersenyum, wajahnya memerah ia benar benar salah tingkah saat ini.
"Aku serius , bukankah ini sangat mencurigakan? Di TKP hanya sidik jari anak anaknya yang terlihat tidak ada jejak apapun yang memberatkan pak Aditama" jelas Putri yang berusaha menutupi rasa malunya saat bertatapan dengan Rizal.
"Heheh, tapi dilihat lihat kamu cantik loh" memerah lagi, ia tidak menghiraukan perkataan Putri.
Pak Aldo membuka pintu tepat saat Putri bersiap menghadiahi bogem pak Rizal.
"Pak Aldo! Ngerasa nggak sih kasus ini aneh banget?" Putri berlari ke arah pak Aldo yang baru saja menapaki kaki di ruangan itu.
"Menurutku sih nggak ada"
"Pak Aldo! Kenapa coba pak Aditama menyerahkan diri saat di TKP tidak ada bukti yang mengarah kepadanya dan kenapa dia menolak alibi yang diberikan bu Sari.
"Mungkin dia ingin tobat, kenapa sih kamu ini udah bagus diam au menyerahkan diri, gausah buat ribet lagi bisa gak sih? Istri saya marah banget gara gara saya nginep dikantor mulu" ketus pak Aldo sambal berjalan ke kursinya.
Meski mereka berbicara seperti itu aku merasa ada yang mengganjal.
"Putri, aku sudah menelpon rumah sakit dan tidak ada kabar dari bu Sari, tapi sejak datang ke markas kemarin, dia tidak Kembali lagi" Rizal meletakkan gagang telepon itu, terlihat raut wajahnya khawatir.
Aku dan pak Aldo refleks berjalan ke arahnya, kami naluri kami mengatakan bu Sari tidak baik baik saja.
"Tapi aku mendapatkan alamatnya dari rumah sakit itu, dan ini gila! Walinya itu ibunya sendiri menurut rumah sakit ia sudah bercerai 1 tahun lalu dia sangat depresi dan hal itu membuatnya mengikuti konsultasi" jelas Rizal kami bergegas pergi ke rumah bu Sari.
----
"Permisi, bu Sari?" ucapku dan pak Aldo memencet tombol bel using berwarna emas, kurasa b el itu sudah rusak pak Aldo membutuhkan tenaga ekstra untuk memencetnya.
Rizal memanjat pagar.
"Hei, ini dikkunci dari luar dan kuncinya tidak ada di sekitar sini" Rizal berseru setelah memeriksa disekitar rumput dan tanaman.
"Baiklah kami akan memanjat pagar juga"
"Apa maksudmu Putri? Kita bahkan tidak punya surat perintah pak Krisna juga tidak ikut kemari, bisa bisa akku yang kena masalah." Tegas pak Aldo, aku tahu pak Aldo hanya tidak ingin terlihat cupu. Dengan perut besarnya dia tidak akan bisa memanjat pagar tinggi itu.
"Baiklah bapak tunggu di sini saja, biar saya dan Rizal yang memeriksa ke dalam" aku menghiraukan perkataanya sembari memanjat bata demi bata pagar tinggi itu.
Rumah minimalis yang luarnya berdinding putih gading dan lantai motif bebatuan
Prabot dari kayu dan aroma biscuit ini menambah kesan homie, terasa Kembali ke rumah dimasa kecil.
"Harus ya?" Rizal tersenyum manis ke arahku.
"Harum apa? Cepat periksa rumah ini jangan meninggalkan sidik jari" ucapku ketus kepadanya.
Kami mencari, terus mencari tapi tidak ada satupun petunjuk keberadaan bu Sari.
"Hei lihat ini!" Rizal membawa satu album foto.
"Ini, ini, ini dan in, Bukankah itu pria yang bilang bahwa dia suaminya bu Sari? Waahh dia penguntitt! Tidak bisa diragukan lagi!" seru Rizal.
Aku melihat tanggal di foto itu.
"Lihat tanggal dibawah itu 12 januari 2008, 13 febriari 2008, 14 Maret 2008 dan 15 April 2008. Sekarang tanggal 15 Mei 2008 gawat! Kita harus menemukannya hari ini" aku melihat kearahnya.
Kreekk suara kaki seseorang yang menginjak dahan lapuk dari arah taman depan.
Kami berlari kesana.
"Iihh pagar sialan" umpat lelaki berusia 39 tahun itu.
"Eii pak Aldo! Hahahaha bapak ngapain tidur disana?" rizal ketawa cekikikan melihat teman timnya terjatuh dari pagar.
"Diamm! Saya ini bertanggung jawab! Saya gak mau ninggalin kalian, anggota termuda tim kita dalam bahaya ingat itu" ia mencoba berdiri, membersihkan rumput, dahan kering dan kotoran yang menempel pada seragam dinasnya.
"Apa kalian menemukan sesuatu?" Lanjutnya
"Ini, di album foto ini ada lelaki yang mengaku suaminya itu, dan tanggal di sini sangat mencurigakan" Rizal mulai serius dan menunjukkan hal itu.
"Ooohh penguntit rupanya, lihat ini dia bahkan berada 1,5 meter dan pura pura tidak melihat kamera, aku mengerti ini, ayo pergi ke markas dan segera cari tahu siapa lelaki ini, perasaanku mulai tidak enak" pak Aldo mengernyitkan dahinya, merampas album itu dan berjalan memutar.
"Tunggu sebentar! Aldo, aroma itu! Aroma biscuit saat kita datang, kapan wangi itu menghilang?"
"Kamu juga menciumnya? Aku pikir penciumanku yang salah, karena saat masuk tadi kamu bilang tidak mencium apapun" ia melihatku aneh, hidungnya mulai mengendus endus "emm iya aromanya menghilang, saat… AH! Aku menemukan ini di rak bawah tangga, dekat dapur tapi aneh. Aku rasa saat pertama kali masuk aroma ini ada di dapur. Tapi saat aku mendekat, aromanya menjauh" jelasnya Kembali.