BAB 7
ALIBI
"Putri..putri bawa anak anak keluar dan 'tutup rapat' pintunya" Pak Krisna mengetuk ngetuk mic beberapa kali dan berbicara seperti itu.
Tutup rapat berarti mengunci pintu, tim mereka banyak menggunakan kata ganti seperti ini agar tidak dicurigai contohnya juga seperti 'KK' atau kuyang keliling, artinya siagadi pos masing masing, hanya tim mereka yang mengerti instrupsi seperti ini, kadang tim lain memandang rendah mereka karena singkatan singkatan ini terdengar lucu bahkan aneh.
[Author ver]
Seorang laki laki berusia kira kira 20 tahunan berbaju cokelat susu dengan rambut mullet dating ke kantor polisi.
"Permisi, aku ingin melaporkan hilangnya istriku" ia mengibaskan rambutnya ke belakang, berkata sopan sambal menunduk pada polisi yang sedang asik dengan game di ponselnya.
"Oohh, silahkan duduk mas, istrinya sudah berapa lama hilang ya?" polisi itu tersadar dan buru buru membuka file untuk laporan.
"Mmm, sepertinya baru 5 jam pak"
"5 jam? Sepertinya ia pergi Bersama teman temannya, kami tidak bisa membuat laporan sebelum 2x24 jam" polisi itu memiringkan kepalanya, menatap lelaki itu heran.
"T-tapi pak.."
"Heiihhh sudah, mending kamu pulang, mungkin saja istrimu sudah ada di rumah, makin banyak saja suami yang terlalu khawatir dengan istrinya, habis berantem ya? Heihhh itu sebabnya aku memutuskan untuk tidak menikah" ia pergi kearah lelaki itu, berusaha mengangkatnya dan pergi menuju pintu utama.
Tapi ia berhasil menangkis tangan polisi itu
"Kau tau istriku tidak waras? Ia melarikan diri dari rumah sakit jiwa! Huh petugas rumah sakit jiwa, polisi semuah sudah seenaknya! Ingat ya pak, kami, masyarakat Indonesia yang menggaji kamu! Jangan seenaknya memutus omongan orang dong! Laporan dapat ditulis dalam 2x24 jam? Siapa yang menjamin korban bakal tetap hidup dalam waktu seperti itu? Aneh" mukanya memerah, tidak hanya muka, leher, tangan, dan kakinya pun ikut memerah, ia sangat kesal dengan perlakuan polisi itu.
"tugas polisi apa sih? Memelihara lemak perut? Tidak meu bekerja, ya berhenti saja, dasar pemalas" Umpatnya Kembali.
Mendengar itu, seluruh mata diruangan tersebut tertuju padanya.
"A, ah maksudku, ti-tidak bukan seperti itu mas" polisi tersebut terlihat linglung, melihat ke kanan dan ke kiri, kemudian tangannya bergetar, dan badannya mulai mendingin.
"Permisi, mas bisa saya bantu?" salah satu polisi dating, berusaha mencairkan suasana.
"Aku mencari istriku, Sari Wulandari, dari Rumah sakit Jiwa Permata Hati, dokter di sana mengatakan istriku hilang siang tadi, persetan apa disana tidak ada penjaga?" ia terdengar masih kesal.
"Ohh, bu Sari? Ia ada diruangan introgasi, ngomong ngomong, apa benar bapak suaminya?"
"Apa maksudmu? Ruang interogasi apa? Istriku sedang sakit, dia butuh perawatan cepat antarkan aku keruangan itu!" Matanya melotot, dan makin memerah.
-----
Kreeekkkk
"Permisi,…" polisi itu membuka pintu ruang pengawasan interogasi.
"Heiii apa maksudnya ini, kenapa kalian memperlakukan istriku seperti ini!" ia memaska masuk dan menggedor gedor kaca pembatas itu.
"Hanif, apa apaan ini! Siapa lelaki ini?" seperti biasa pak Krisna menunjukkan senioritasnya.
"Eemm, itu pak, dia mengaku dia suaminya bu Sari" polisi itu, hanif, merendahkan suara, dan pandangannya.
"Hei, kamu ketua disini? Cepat! Cepat keluarkan istriku!" Lelaki itu menarik kerah baju pak Krisna, meninggikan suara dan badan pak krisna itu,
Dia sangat kuat, bisa dengan mudah menganngkat pak Krisna yang beratnya 3x40.
"Keekkhh…. R-rizal… keluarkan Wanita itu" pak Krisna tidak tahan, tangannya mengobrak abrik meja, menumpahkan semuah dokumen itu.
"Tapi pak, kita belum bisa memastikan dia beneran suami bu Sari" balas Rizal yang masih terduduk menyilang kaki.
Mendengar itu, lelaki tersebut semakin mengangkat pak Krisna membuatnya lebih susah bernapas
"Sialan! Kamu membantah perintahku? Putri, Putri keluarkan dia cepppaaaaaaattttttt!"
Putri pun keluar, diikuti oleh lelaki itu, dan pak Hanif.
Ia membuka pintu.
Bu Sari menengok, namun tidak beraksi apapun dengan kehadiran lelaki itu.
"Sayang! Astaga kenapa kamu kesini? Aku susah payah mencarimu" lelaki itu berlutut dihadapan bu Sari, berusaha memapahnya. Namun tiba tiba, bu Sari mendorong keras lelaki itu.
"Kamu siapa! Jangan kurang ajar dong!' Seraya menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.
"Sayang? Apa maksudmu, aku, aku suamimu" lelaki itu berdiri, memegang siku bu Sari.
"Suamai? Suamiku sudah pergi! Pergi jauh! Kamu! Kamu! Ini akal akalan kamu kan?" mengajungkan jari telunjuk kea rah cermin dua arah.
"Kamu gamaukan aku sama ayahmu Bahagia, huh si ibu sudah mati sekarang giliran anakya yang ngehalangin cinta suciku dan mas Aditama, DIMAS! HEI DIMAS!" ia verteriak teriak, menggedor cermin itu, kemudian berlari keluar.
"Bu, tunggu bu" Hanif, yang gagal menghalau ikut berlari bersamanya.
"HEI! KELUAR KALIAN! KELUAR! DIMAS SIALAN! BRENGSEK! ANAK ANEH!" umpatnnya memaksa masauk ruangan pengawas itu.
Tentu saja, tidak ada yang mengindahkan teriakannya. Beberapa staff, mengamankan bu Sari dengan membawanya ke mobil lelaki itu.
-----
"Puttri, nampaknya jaksa tertarik dengan kisah bu Sari, ia memintahnya untuk hadir di persidangan besok" Rizal dating membawa dokumen dokumen penting tentang kasus ini.
"Baiklah, aku akan menghubungi suaminya" Putri meraih gagang telepon berwarna krem, dihiasi motif vintage berwarna putih tidak lupa logo tim mereka. Bungah matahsri.
"Hanif, kemarin kamu kan yang menghantarkan lelaki itu, yang mengaku sebagai suami dari bu Sari, bisa kirimkan ke aku file laporannya?" Putri bersiap, menyalakan computer itu.
"Laporan? Ahh iiya, sebenarnya aku tidak membuatnya, i-itu sebenarnnya, pak Jefri yang bertugas saat itu, tapi saat itu pak Jefri melakukan kesalahan yang membuat lelaki itu mengamuk, maafkan aku maafkan aku" hanif menjelaskan itu dan merasa bersalah atas perbuatannya "ahhh benar, sepertinya sebelum terjadi masalah itu, ia memberikan identitasnya pada pak Jefri, biar aku tanyakan"
"Tidak, tidak perlu, biar aku saja" putri mengerti keadaan kemarin, suami mana yang tidak panik saat istrinya yang sedang dirawat dirumah sakit tiba tiba menghilang begitu saja.
"Halo? Pak Jefri, mohon maaf, kemari nada laki laki yang mengamuk melaporkan kehilangan istri."
"Ahh yang kemarin itu, wah jika saja saya tidak memakai seragam dinas, pasti sudah saya pukul tuh orang, seenaknya saja diam au ngerendahin saya" ia memotong ucapan Putri, menyombongkan dirinya.
"Apa bapak mendapat identitasnya?" Putri tidak peduli dengan omong besar pak Jefri, sudah bosan mendengar kesombongan para senior.
"Lah kok tanya sya? Tanya sama si Hanif sono, Sok baik, sok pintar,." Belum sempat pak Jefri menyelesaikan kalimatnya, Putri mematikan telepon itu.
"Rizal, dokumen perawatan bu Sari dikamu kan? Coba lihat di sana, passti ada wali atau apalah itu" Putri frustasi, kepalanya terasa berat.