BAB 2
PERCIKAN DARAH
Melihat keanehan itu, aku dating kearah Nia meraih gagang pintu dan menariknya namun terkunci.
"Bu, ibu? Ayah? Kalian di dalam?" Aku memanggil mereka berulang kali namun sama sekali tidak ada jawaban sekedar 'eung' pun taka da.
Sangat sunyi membuatku memiliki firasat buruk, aku takut sesuatu terjadi pada ibukku.
"IBUUUU!!!! BANG ANDI IBUUUUUUUUU" teriakan nyaring Dimas mengagetkanku seolah memberi tanda firasatku benar.
Baik aku akan mengingat ini semuah. Ambulans dan polisi akhirnya dating.
Aku ikut menaiki ambulans yang sama dengan ibu. Ibu dipasangkan alat bantu nafas dan beberapa alat medis lainnya.
"Ibuuu....ibu dengar Andi?" Aku terus mengucapkan itu, aku yakin ibu pasti bisa mendengar suaraku,
Mata ibu perlahan terbuka.
Ibu seperti ingin memberi tauku sesuatu. Aku mendekat ke mulut ibu.
"Hhhhhhhhh-hh.." hanya nafas yang bisa kudengar
"Apa bu? Apa yang ingin ibu katakana" aku menatap ibu penasaran, aku rasa ini sangat penting ibu menatapku dengan tatapan tajam, aku rasa ia ingin aku memahami apa yang ia katakana.
Ku letakkan Kembali telingahku di sisi ibu, lengankuh menyentuh leher ibu terasa hangat kemudian mendadak dingin. Ibu kesulitan bernafas, apa tabung oksigennya tidak berfungsi?
"Nak tolong jangan halangi susternya ingin membantu ibumu" pak Heru memegangiku dengan kedua tangannya yang berotot
Ibu batuk batuk disertai darah yang keluar dari mulutnya mengotori bajuku, pak Tio dan suster. Ibu berteriak kesakitan, membuka alat bantu napasnya, mengambil sejenis pisau bedah didekatnya. Mengancamku! Ibu ingin membunuhku!
Pak Heru dengan sigap memegang pisau itu, alhasil tangannya berdarah. Ibu mendorong pak Heru lalu menarik pisau itu dari genggamannya, keluar saat ambulans masih berjalan.
Melompat dan mendarat dengan anggun seperti penari professional.
Melihat Tindakan aneh ibu, suster itu berteriak menyebabkan bapak sopir menghentikan ambulans ini.
Ibu tertarik dengan teriakan suster itu dan Kembali menghampiri kami.
"Tidak bukan aku hahahha dia yang menghasutku" ibu tertawa cekikikan dan menunjukku dengan pisau itu
Pak Heru, sopir dan petugas ambulans berusaha menenangkan ibukku, namun ibu membalasnya dengan beberapa tusukan dalam.
Aku rasa itu bukan ibu
Aku harus kabur
Tapi tidak mungkin berlari di daerah ini
Tidak ada tempat bersembunyi
Suster itu keluar dari ambulans mencoba menyuntikkan ibuku dengan obat penenang.
Akupun memberanikan diri untuk keluar melihat semuanya dengan jelas.
Tapi ibu menyadari Gerakan tangan suster dan menusukkan jarinya ke mata suster hingga membuatnya berdarah.
Suster berteriak-Aku terkejut melihat ibu
Dia benar benar bukan Ibu!
Aku berlarih ke arah kemudi ambulance, kutinggalkan mereka, untuk mencari bantuan.
"We each survive in our own way.?"
- Sarah J
[Andi ver]
Aku berlari kea rah kemudi ambulance, kutinggalkan mereka, untuk mencari bantuan
-----
Telah sampai di kantor polisi.
Aku bergegas masuk dan memberi tahu polisi kejadian 'aneh' itu.
Tidak, polisi itu tidak percaya kepadaku.
Dan mereka memeriksa mobil ambulance yang ku naiki.
"Lapor komandan! , di dalam mobil terdapat lima mayat" ucap
salah satu polisi kepada atasannya.
Lima mayat? Dalam mobil itu? Tidak mungkin, dengan mata
kepalaku sendiri aku melihat mereka ada di luar, menenangkan ibuku. Tidak, ini sulit dipercaya.
Aku tertegun dan jatuh seketika saat mereka menurunkan mayat
mayat itu. Aku ingin berteriak, 'ini apa? Aku tidak melakukan apa apa'.
"nak sebaiknya sekarang ikut kami ke ruang interogasi" salah satu
Wanita yang pada seragam dada sebelah kanannya terbordir nama 'putri', dia menjulurkan tangannya padauk aku membalas juluran itu kami berjalan menyusuri Lorong sepi menuju ruang introgasi.
Disana, aku duduk langsung menghadap Polwan Putri dan
disebelah kanannya ada polisi bayu.
"Dek, bisa jelaskan ke kita semuah?"
Ucap polwan Putri seraya mengernyitkan alis tebalnya.
"Adikku Nia berteriak di depan pintu kamar orang tua kami, tapi
tidak ada jawaban. Berulang kali. Aku khawatir aku takut sesuatu terjadi pada ibu" aku tertunduk menjawab pertanyaan itu, kejadiannya yang begitu cepat terasa seperti mimpi.
"Lalu orang orang disana? Kamu yang membunuhnya?" Suara
tegas polisi Bayu membuatku menatapnya.
Aku menangis. Aku tidak tahu harus berkata apa.
"A-aaku, bukan aku yang melakukan ittu, aku benar benar melihat
mereka keluar dan aku mengemudi untuk memberi tahu polisi kejadian ini, aku ketakutan" aku menyeka derasnya air mata yang terjatuh memandang polwan Putri dengan iba agar dia mempercayai ceritaku.
"Memberi tahu polisi!" Polisi Bayu berteriak dan menghentakkan
meja dengan keras membuat polwan Putri melihat aneh kearahnya, "untuk apa kamu dating ke markas polisi jika kamu punya handphone untuk itu? Kamu yang membunuh mereka! Siapa yang percaya jika orang mati bisa membunuh orang? Kamu ingin mengolok-olok polisi?" Polisi Bay uterus menatapku tanpa kedip. Aku takut.
"Tidak jelas jelas aku mendengar ibu berbicara di ambulance"
Ucapku mengalihkan mata dari pandangan polisi.
"Tidak ibumu sudah mati bahkan sebelum masuk ke ambulance
kan?" Suara Polisi Bayu lebih tenang sekarang dan Kembali ke tampat duduknya.
"Tidak ini tidak benar! Kenapa kalian tidak percaya kepadaku! Aku
sudah bilang berulang kali, bukan aku pelakunya! Untuk apa aku membunuh mereka!?" Aku berdiri, menendang kursi yang aku duduki dan berjalan ke arah pintu, berusaha membuka pintu namun sayangnya pintu itu terkunci.
"Kenapa? Ingin keluar?" ucap polisi Bayu yang berada tepat di
Belakangku, aku refleks menengok kearahnya. Dia terlihat sangat seram! Aku merogoh kantung celana terdapat pisau di sana, aku menusuk perutnya.
Kemudian terdengar suara pistol "DIAM DITEMPAT! ADA SATU
PELURU DI SINI!"Polwan Putri mengarahkan pistol kepadaku.
"uhuk uhuk uhuk, Psikopat?" Polisi Bayu melihat ke arahku
senyum terukir diantara darah yang keluar dari mulutnya.
DUAR!
Peluru terakhir keluar dari pistol itu mengenai tulang bahu
sebelah kiri Polisi Bayu.
Aku menggoyang goyangkan gagang pintu itu lagi dan sekarang
terbuka!
Tiga orang berada dibalik pintu itu aku memegang pistol,
mengarahkan kepada mereka semuah.
"Angkat tangan semuah! Jika tidak akan ku tembak kepalanya!"
Aku menarik dan mendekatkan pistol ke kepalahnya yang memegangi bahu dengan merintih kesakitan.
Aku melarikan diri dari pintu belakang, Dia seperti menuntunku
kesana. Disana sepi. Seperti bangunan lama. Dia tertawa gelu melihatku kebingungan.
Apa yang dia pikirkan?
Kenapa dia bisa tertawa dengan luka perut dan tembakan yang mengenainya?
Aku mendorongnya lalu berlari sekencang mungkin.
----------
(Author Ver)
Saat surat penahanan untuk Achmad Andi telah disahkan, terdapat saksi mata hasil forensic yang mengatahkan dia bersalah atas pembunuhan ibu, Pak Heru, Suster< sopir< dan petugas ambulance itu.
Namun Achmad Andi menghilang tanpa jejak dan
mengakibatkannya masuk ke dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) tak hanya dia Polisi bayu pun ikut menghilang.