Chereads / pura pura / Chapter 1 - BISKUIT dan SUSU

pura pura

Ilhasatul_Ilmiyah
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 19.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - BISKUIT dan SUSU

BAB 1

BISKUIT dan SUSU

Perjuangan yang kita tanggung hari ini akan menjadi 'masa lalu yang indah' yang kita tertawakan besok. -Ilhasatul Ilmiyah

-----

[Nia vr]

Minggu pagi di tahun 2021

Pagi yang cerah, angin sepoi sepoi ditambah aroma biscuit buatan ibu yang sangat manis membuatku ingin melakukan apa yang anak anak biasa lakukan di minggu lagi.

Yap, menonton televisi

Aku berlari menuju ruang keluarga, membuka pintu agar anginnya leluasa menguasai ruangan dan meletakkan nampan berisi susu hangat dan biscuit yang telah aku siapkan.

Tanganku berusaha meraih remote televisi yang letaknya sangat tinggi.

"Cepet tinggi dong" suara berat yang mengagetkan itu milik abang tertua, Dimas Febrian biasa dipanggil Dimas tapi jika ibu marah ia akan dipanggil Renjang (karena sangat tinggi)

"Bang Dimaaaaaaaassssss tadi kan aku yang nyalakan tv nya" ucapku memelas

"Cuma menyalakan, sekarang remotenya ada di abang, ya suka suka abang mau nonton apa dong hahahahaha" ia tertawa geli melihat rajukanku.

"Jangan diminum itu juga susu aku yang buat, abang jahat banget" aku menahan gelas berisi susu cokelat yang kubuat dengan susah payah.

"Ihh pelit amat sih, minum aja abang. Everything you want is yours bang hahaha" Suara nyaring itu milik Achmad Andi, bang Andi aku biasanya memanggilnya seperti itu. Dia anak kesayangan ibu-ayah jadi tidak memiliki nama panggilan tertentu, cukup Andi saja.

Bang Andi meraih susu cokelatku dan memberikannya kepada Bang Dimas.

Huhhh susu cokelat lezatku tinggal kenangan tentu saja aku menangis, di usia 8 tahun karena hal kecil kita mudah menangis bukan?

"HUAAAAAAAA IBU AYAH DUO ABANG TUHHHHHHH" aku menangis sekencang mungkin, menggedor gedor pintu kamar mereka, tapi anehnya pintu kamar itu terkunci dan tidak ada jawaban sama sekali membuat bang Dimas bangkit dari sofa nyamannya berjalan kearahku dengan tatapan heran.

Lalu menggedor pintu kamar ibu dan ayah

"Bu, ibu? Ayah? Kalian di dalam? Diikuti oleh suara gedoran yang semakin keras. Sama sekali tidak ada jawaban.

Bang Andi mengerenyitkan dahi kemudian keluar dan mengecek dari jendela luar ruangan itu.

"IBUUU!!!!!!! BANG DIMASS IBUUUU" Teriakan nyaring bang Andi menarik perhatian tetangga yang akhirnya berlari kearahnya

Bang Andi dibantu para tetangga berusaha mendobrak ruangan itu

Sedangkan Bang Dimas tersungkur lemas, aku tidak melihat apapun, orang orang ini menghalangiku

Aku dan Bang Dimas dibawah ke rumah salah satu tetangga kami, Pak Heru ia memiliki anak bernama Rudi

Aku dan Bang Dimas satu sekolah dengan Rudi dan kami lumayan dekat

"Mora! Mora! Jaga Dimas dan Nia sebentar" Mora adalah kakak Rudi, Pak Heru hanya mengantar kami sampai depan pintu rumahnya.

Aku memgang tangan Bang Dimas yang masih dingin dengan wajah pucat.

Aku bertanya tanya apa yang dilihat Bang Dimas di kamar ayah dan ibu. ss

"Eehh Nia Dimas, ayo masuk sini" Kak Mora membukakkan pintu rumahnya, aku menarik tangan Bang Dimas kami dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu.

Tercium aroma the yang menenangkan. The melati.

--------

"DIMAS DIMAS!!!" Teriak sesorang memanggil Bang Dimas suaranya sangat panik

Tubuh mungil itu bergegas masuk, napasnya terengah-engah

"Rudi? Ada apa? Dimas sedang istirahat di kamarmu" ucapku seraya menyeruput the hangat

"Ibumu, dibawa a-ambulans, darahnya banyak banget. Bang Andi ikut sama mereka" aku terpaku mendengar kata kata yang diucapkan Rudi. Ibuku kenapa?

Aku berlari keluar berusaha mengejar ambulans beberapa kali terjatuh dan beberapa kali terbangkit

Beberapa orang melihat mengasiani tapi tidak ada yang membantu

Hingga suara nyaring ambulans perlahan menghilang dari radar

Bu Maya berlari dan memeluk tubuh mungilku

"Sabar nak, ibumu baik baik saja" ia mengatakan dengan lirih, aku tau itu hanya ucapan untuk menenangkanku. Bagaimana mungkin ada orang yang baik baik saja jika darah yang keluar dari tubuhnya begitu membanjiri jalan?

Mungkin Bu Maya lupa jika ayahku seorang dokter, aku anak seorang dokter.

Bu Maya menitipkanku kepada Pak Heru.

-----

Aku Menangis tanpa suara sembari memeluk erat Bang Dimas.

Bang Dimas terbangun "Ni, everything is gonna be okay?" ia menepuk pelan kepalaku, terdengar seperti menahan tangis. Hatiku sakit mendengar ucapannya.

[Andi vr]

Pagi cerah di hari Minggu, ditambah aroma susu dan biscuit cokelat ibu rasanya sangat hangat.

Aku menengok Nia berusaha meraih remote tv dengan kaki mungilnya. Bukankah dia terlihat sangat imut?

"Cepet tinggi dong" kuraih remote itu tanpa perlu berusaha payah lalu duduk di sofa yang strategis, langsung menghadap tv.

"Bang Andiiiiiiiii tad ikan aku yang nyalakan tv nya" ucapnya memelas, menambah rasa gemasku ingin menggodanya.

"Cuma menyalakan, sekarang remotenya ada di abang, ya suka suka abang mau nonton apa dong hahaha" balasanku membuatnya terdiam sejenak, kulanjutkan dengan meraih susu yang ia buat dia langsung saja menahan segelas susu itu.

"Ihh pelit amat sih, minum aja bang. Everything you want is yours bang hahaahha" Suara Dimas yang baru bangun mengalihkan pandangan kami, Dimas sepertinya belum sadar betul, matanya masih dihiasi permata kecil dan di sekitar dagunya ada sungai kering.

Dimas merebut segelas susu itu dari genggaman Nia dan memberikannya kepadaku.

Aku meminum susu ini dan tertawa geli memikirkan tingkah si kembar yang sangat menggemaskan.

Nia mengeluarkan tangisan supernya, yang membuat telingaku sakit.

'HUAHHHHHHHHH IBU AYAH DUO ABANG TUUHHH" ia menangis, menggedor dan berusaha membuka pintu kamar ibu, namun tidak ada jawaban.

Melihat keanehan itu, aku dating kearah Nia meraih gagang pintu dan menariknya namun terkunci.

"Bu, ibu? Ayah? Kalian di dalam?" Aku memanggil mereka berulang kali namun sama sekali tidak ada jawaban sekedar 'eung' pun taka da.

Sangat sunyi membuatku memiliki firasat buruk, aku takut sesuatu terjadi pada ibukku.

"IBUUUU!!!! BANG ANDI IBUUUUUUUUU" teriakan nyaring Dimas mengagetkanku seolah memberi tanda firasatku benar.

Aku melempar tubuhku kea rah pintu yang terkunci ini

"ANDII ANDIIIII!" Teriak segerombolan bapak bapak mendatangiku "Jangan seperti itu nanti tubuhmu akan terluka, biar kami saja" ucap salah satu dari mereka, aku tidak mendengarkan.

Tidak peduli tubuhku terluka, aku harus membuka pintu ini.

Dengan bantuan mereka, akhirnya pintu ini terbuka.

Lega? Tidak jawabannya.

Aku melihat ibu bersimbah darah

Kasurnya yang kemarin putih sudsh bersimbah darah menjadi merah

Dinding kamarnya yang polos kini di hiasi noda darah

Hatiku, sakit sekali.

"ibuu….ibuuuuuu" aku tersungkur di sebelah ibuku, aku berharap ini hanya mimpi.

"Jangan diam saja! Panggil ambulans cepat!" teriakan pak pur memecahkan keheningan ini

Aku tersadar, aku melihat luka tusukan di perut ibuku dan bekas peluru di daun tekingahnya. Aku pernah mendengar ini sebelumnya, tapi tidak ingat dimana. Untuk berjaga jaga aku akan mengingat semuah hal yang ada di ruangan ini. Pertama luka tusukan, ibu setidaknya ditusuk 6 kali. Kedua goresan peluru di daun telingah sebelah kanan. Ketiga pintu dikunci namun kuncinya menghilang. Keempat goresan noda darah di dinding, bukan cipratan terlihat seperti dogores dengan jarih tengah membentuk angkah satu (1)