Pagar terbuka secara otomatis, seketika Clowsien di buat takjub dengan penampakan itu, mulutnya lagi-lagi menganga, beruntung tak ada air liur yang menetes dari mulutnya. Mobil itu pun berjalan dengan pelan menuju halaman rumah.
"Wah, apa ini sebuah istana?"
Clowsien berdecak kagum, ia seperti tak percaya saat melihat rumah Reynald yang bagaikan istana, bahkan saking besar dan megahnya, sampai mengalahkan istana di dunianya.
"Silahkan masuk nona Clowsien." Suara pak Han seketika menyadarkan Clowsien dari lamunannya, ia tampak mengangguk, mendengar arahan dari pak Han, sedangkan Reynald terkesan cuek, meski sebenarnya ia agak risih Clowsien berada di sana, namun tak apalah sementara waktu wanita itu berada di sana, pikirnya penuh pertimbangan.
Saat pintu rumah terbuka, lagi-lagi Clowsien di buat takjub, matanya tak berhenti memindai satu demi satu benda yang ada di dalamnya, meski ia tak begitu paham dengan benda apa saja yang ada di sana, namun ia tampak terpana melihatnya.
"Sungguh sebuah istana yang sangat besar!" serunya sambil terus berjalan, namun ia lebih terpelongo lagi saat melihat sebuah aquarium besar yang berada di pojok ruangan, Clowsien terlihat menggeleng, tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.
Berbagai jenis ikan terlihat di sana, ia segera mendekat, matanya seketika mendelik saat melihat begitu banyak ikan terkurung di dalamnya, sambil menempelkan wajahnya pada kaca yang berukuran besar itu, matanya terlihat bergerak ke kanan dan ke kiri, mengikuti ikan-ikan yang sedang berlalu lalang.
"Mengapa mereka di kurung di tempat kotak seperti ini," ucapnya sambil terus menatap aqurium raksasa itu. Reynald yang memperhatikan Clowsien dari jauh, hanya bisa menggeleng saat melihatnya. Sedangkan pak Han terlihat tersenyum saat melihat tingkah aneh Clowsien.
"Hei, wajah mu bisa melebar jika terus kau tempelkan di situ!" teriak Reynald dari jauh, namun Clowsien terlihat cuek, ia bahkan seolah tak mendengar apa yang sedang Reynald katakan.
"Apa kau tak mendengar ku!?" Kali ini suara Reynald terdengar lantang, namun berhasil menyadarkan Clowsien dari hayalannya.
"Hei, kenapa kau berteriak?" Clowsien malah ikut berteriak, tentu saja hal ini mengagetkan pak Han yang sedang berdiri di sampingnya.
"Aku lelah, aku ingin istirahat, pak Han tolong antarkan dia ke kamarnya," ucapnya sambil berlalu menuju lantai atas, Clowsien menatap Reynald sambil tersenyum miring, ia tak habis pikir Reynald bersikap begitu dingin terhadapnya, bukannya merasa bersalah karena sudah meninggalkannya di panti sosial, malah ia semakin tak perduli.
"Nona Clowsien, silahkan beristirhat di sini," ucap pak Han dengan hangat, suaranya mampu menenangkan perasaan Clowsien yang sedang kesal terhadap Reynald.
"Terima kasih pak Han," balas Clowsien sambil tersenyum lebar.
"Kalau butuh sesuatu, tinggal panggilkan bibi Maryam," ucap pak Han sambil berlalu.
Clowsien tampak mengangguk, sepertinya sekarang ia hanya butuh istirahat, hingga pak Han berlalu barulah Clowsien mulai berpetualang, matanya mulai terlihat menjelajahi benda-benda apa saja yang ada di dalamnya.
Sedangkan Reynald tampak sedang melamun di kamarnya, ia masih berfikir tentang Clowsien, namun buru-buru ia menepisnya, sepertinya memikirkan sang ayah jauh lebih penting sekarang, bukan karena rasa sayangnya pada sang ayah, namun lebih kepada rasa kecewa.
"Apa tuan muda butuh sesuatu?" Tanya pak Han di tengah-tengah lamunannya, Reynald hanya menggeleng tak ada suara dari mulutnya.
"Apa tuan baik-baik saja saat ini?" Lagi-lagi pak Han bertanya, ia sedikit khawatir saat melihat Reynald yang tampak murung.
"Tidak, aku hanya merindukan ibu," suara Reynald sedikit bergetar, seperti sedang menahan tangis, pak Han hafal betul jika Reynald seperti ini, ia butuh perhatian, khususnya dari sang ayah yang selalu sibuk bekerja.
Pak Han mendekat, ia duduk di samping Reynald, ia bisa merasakan kesedihan yang di rasakan oleh tuan mudanya itu.
"Apa perlu kita hubungi tuan besar, bagaimana pun juga, beliau adalah orang tua anda," sahut pak Han menjelaskan. Reynald hanya menggeleng, sepertinya ia sudah tarlanjur kecewa dengan sang ayah.
"Apa ada yang bisa saya lakukan untuk tuan muda saat ini?" Pak Han menatap Reynald dengan sedih, ia teringat kembali akan kisah Reynald pada saat kecil dulu, di mana harus kehilangan seorang ibu pada saat masih kecil, saat itu juga sang ayah hanya sibuk bekerja, tanpa mau meluangkan waktu untuk sekedar bermain bersama. Sejak saat itu hanya pak Han yang selalu setia menemaninya hingga sampai saat ini.
Di saat Reynald tengah larut dalam kesedihannya, Clowsien tampak ceria bersama bibi Maryam, keduanya terlihat cocok satu sama lain, padahal mereka baru saja bertemu, namun sudah seperti kenal lama.
"Apa nona Clowsien sangat menyukai ayam goreng?"
"Iya bi, tentu saja, ayam goreng rasanya sangat lezat dan juga enak," sahut Clowsien dengan polos, ia tampak menelan air ludahnya ketika membayangkan sepotong ayam goreng masuk ke dalam mulutnya.
"Apa nona mau makan sekarang?" Tanya bibi Maryam lagi, Clowsien terlihat mengangguk, matanya seketika berbinar saat mendengar kata ayam goreng, bibi Maryam pun dengan segera membawakan beberapa potong ayam untuk Clowsien.
"Silahkan di makan nona Clow, anda pasti sudah lapar," ucap wanita paruh baya itu lagi. Clowsien mengangguk, dengan cepat ia melahap satu demi satu ayam goreng. Bibi Maryam hanya bisa melongo pada saat melihatnya.
"Apa bibi tidak mau makan?"
"Bibi sudah makan, nona Clow habiskan saja ayamnya?" Sahut bi Maryam dengan hangat, ia tampak tersenyum melihat Clowsien yang begitu bersemangat melahap habis masakannya.
"Apa Reynald tidak makan bi?"
Tanya Clowsien tiba-tiba.
"Tuan muda sepertinya sedang tak berselera makan, nanti bibi yang akan antarkan makanannya ke kamar," sahut bi Maryam sambil merapikan meja makan yang sedikit kotor.
"Bibi ke belakang dulu ya, kalau ada apa-apa panggil saja bibi," ucap bi Maryam lagi seraya tersenyum.
Clowsien membalas senyuman itu, ia pun beranjak dari tempatnya, sepertinya ia harus menemui Reynald sekarang, ia berjalan melewati beberapa anak tangga, matanya sampai tak berkedip melihat bangunan yang sangat megah itu, namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat melihat sebuah lukisan besar yang terpasang di dinding. Matanya terlihat berkaca-kaca, Reynald yang tak sengaja ingin turun, mendapati Clowsien yang tengah duduk sambil termenung. 'Ada apa lagi dengan wanita ini,' gerutunya dalam hati.
"Hei... apa yang kau lakukan di sini?"
Ucapan Reynald berhasil mengagetkan Clowsien, ia hanya menggeleng dengan mata yang masih berkaca-kaca.
"Kau ini benar-benar wanita yang aneh," sungutnya sambil berlalu, namun baru saja Reynald akan beranjak, Clowsien tiba-tiba menghadangnya.
"Apa kau masih tak percaya kalau aku bukan manusia,"
Kata-kata itu terdengar bergetar, Clowsien menatap ke arah jendela, sepertinya akan ada bulan purnama malam ini, secepat kilat ia meraih tangan Reynald dan mengajaknya berlari ke atas balkon, Reynald hanya bisa menurut ia tak bisa melepas genggaman Clowsien yang begitu erat, bahkan tenaganya saja tidak cukup kuat untuk melepasnya.
"Hei, kau ini kenapa?" Teriak Reynald dengan marah, Clowsien tak menjawab, ia menatap ke arah langit, hanya tinggal beberapa detik lagi, bulan purnama akan segera keluar dari balik awan.