Chereads / My Clowsien / Chapter 8 - Bimbang

Chapter 8 - Bimbang

Masih di tempat yang sama, Reynald terlihat tengah bersiap untuk menelpon, tak lupa ia memasukkan koin terlebih dahulu sebelum melakukan panggilan, dengan cepat ia menekan angka-angka pada number pad atau sering juga di sebut dengan numeric keypad.

Tuttt... Tuttt... Tuttt...

Panggilan tersambung, namun belum ada jawaban, sampai panggilan berakhir Reynald kembali menekan nomor pada tombol telepon, untuk melakukan panggilan yang kedua kalinya, berharap semoga ada yang mengangkatnya.

"Halo." Terdengar suara dari seberang telepon, ternyata itu adalah bibi Maryam, salah satu asiten rumah tangga yang bekerja di kediaman Reynald.

"Ya halo bi, tolong panggilkan pak Han sekarang!" sahut Reynald dengan terburu-buru.

"Oh, baik tuan muda, segera bibi panggilkan," tanpa bertanya terlebih dahulu, bi Maryam segera bergegas memanggil pak Han, ia sudah hafal betul dengan suara tuannya, mengingat selama ini Reynald sering kali menghilang, jadi ia tidak merasa kaget lagi.

"Ya tuan Rey, apa anda baik-baik saja?" Pak Han segera menanyakan kabar, setelah mengangkat telepon.

"Ya, saya baik-baik saja pak, besok tolong jemput saya di tempat biasa,"

Sahut Reynald lagi memberi interuksi.

"Baik tuan, tapi tuan sedang di mana

sekarang? kenapa dua hari ini ponsel tuan muda tak bisa di hubungi?" Pak Han kembali bertanya, terdengar dari nada suaranya yang sedikit cemas.

"Besok akan saya ceritakan," ucapnya lagi tanpa panjang lebar.

"Oh, baiklah tuan,"

"Ok, terima kasih," ucap Reynald seraya menutup telepon. Ia pun bergegas ke arah Clowsien, terlihat olehnya ekspresi tak biasa dari wanita itu, Clowsien terlihat bingung sambil terus memperhatikan botol minuman yang belum ia buka.

"Ada apa lagi dengannya," gumam Reynald sambil menggeleng.

Clowsien menyambutnya dengan tatapan kesal, mukanya semakin cemberut saat Reynald tersenyum tipis kepadanya, sepertinya Reynald sudah paham akan kebingungan Clowsien.

"Hei, apa yang sedang kau lakukan?" Reynald bertanya seolah tak tau, ia terlihat menahan tawa ketika memperhatikan Clowsien.

"Apa kau sengaja ingin mengerjai ku?

Bagaimana caranya aku minum, sedangkan airnya terkurung di dalam sini," sahutnya dengan polos sambil memperlihatkan botol minuman yang masih tersegel.

Lagi-lagi Reynald menggeleng, ia tak habis pikir wanita seperti apa Clowsien sebenarnya, apa memang ia berasal dari dimensi lain, atau akibat terlalu lama tinggal di hutan, kembali Reynald berfikir dengan hal yang sangat tidak masuk akal itu.

Reynald segera meraih botol minuman yang ada di tangan Clowsien, sepertinya ia harus ekstra sabar menghadapi tingkah dari wanita itu.

"Perhatikan, pertama-tama kau harus memegang tutupnya seperti ini, kemudian putar tutupnya secara perlahan," ucap Reynald lagi menjelaskan, dengan mudahnya tutup itupun terbuka. Clowsien begitu serius memperhatikan, kepalanya mengangguk seolah sudah paham dengan penjelasan Reynald.

"Apa kau mengerti?" Tanya Reynald lagi.

Clowsien mengangguk cepat, buru-buru ia mengambil botol di tangan Reynald dan langsung meminumnya, dengan sekejap air yang ada di dalamnya mulai mengering, yang tersisa hanyalah botol kosong. Reynald hanya bisa menggeleng melihatnya.

"Hei, sebenarnya daging apa yang sudah kau berikan untuk ku?" Tanya Clowsien terlihat penasaran, sepertinya ia begitu menyukai ayam goreng.

"Oh itu, apa kau menyukainya?"

Reynald balik bertanya, Clowsien mengangguk dengan cepat, matanya seketika berbinar seakan sedang mewakili perasaannya saat ini.

"Itu namanya ayam goreng, apa kau tidak pernah memakannya?"

"Tidak, apakah ayam goreng itu bukan daging?" Sahutnya penasaran, mungkin saja di kehidupan sebelumnya, ia tidak pernah bertemu dengan mahkluk yang bernama ayam.

"Hei, ayam itu juga sejenis daging, apa kau tidak pernah melihat ayam?"

Lagi-lagi Clowsien menggeleng, hingga membuat Reynald menghela nafasnya, mungkin lain kali dia harus mengajak wanita itu ke kandang ayam, agar bisa mengenali langsung dengan hewan itu.

"Apa kau benar-benar menghabiskan semuanya?" Reynald terlihat tak percaya saat melihat isi dalam kantong palstik yang sudah tak berpenghuni.

"Berikan aku sepuluh potong ayam lagi, perutku masih lapar," pintanya dengan mengiba, matanya terlihat berkaca-kaca, seolah seperti orang yang belum makan selama seminggu.

Reynald mendelik, bagaimana bisa wanita itu belum merasa kenyang setelah menghabiskan sepuluh potong ayam, pikirnya lagi. Namun secepat kilat ia menolaknya, ia harus sedikit berhemat sampai pak Han menjemputnya besok, mengingat ia harus menyisakan uang untuk mencari tempat penginapan nanti malam.

Reynald duduk sejenak, ia memikirkan sesuatu, bagaimana caranya agar bisa meninggalkan Clowsien, ia tidak mau jika orang sampai tau, kalau ia sedang bersama dengan wanita saat ini, ia harus segera mengatur strategi, pikirnya lagi seraya menatap ke arah Clowsien.

"Eh, Clowsien sebenarnya sekarang kau ingin kemana?" Tanya Reynald dengan serius, ia berharap wanita itu akan segera pergi darinya.

"Tidak tau, aku merasa asing di sini, memangnya kenapa, apa kau ingin pergi?"

'Sial' umpat Reynald dalam hati, sepertinya wanita itu bisa membaca pikirannya.

"Tapi, bukan kah kau punya orang tua, maksud ku paling tidak kau masih punya keluarga untuk di datangi," balas Reynald tersenyum, ia berharap Clowsien akan menjawabnya dengan mengangguk. Namun sepertinya tidak, Clowsien menjawabnya dengan sebuah gelengan, menandakan kalau ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi.

"Kalau begitu terserah kau saja akan pergi kemana, tidak mungkin kita terus bersama, apa kata orang nanti, kita juga tidak memiliki hubungan apa-apa, terima kasih sudah banyak membantu ku, aku pergi dulu ok," ucap Reynald panjang lebar, sedangkan Clowsien hanya terdiam, ia tidak tau harus berkata apa, ia juga tidak tau harus pergi kemana.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Reynald pun bergegas pergi, meninggalkan Clowsien seorang diri, sebenarnya ia tak tega, namun apa boleh buat, mereka tidak mungkin terus bersama.

Reynald terus melangkah pergi, sesekali ia menoleh ke belakang, sekedar untuk memastikan apakah Clowsien sudah pergi atau masih duduk di sana.

Saat ia menoleh, ternyata benar Clowsien masih belum bergerak dari tempatnya, ia terdiam sambil menundukkan kepalanya, terlihat dengan jelas kalau ia sedang bersedih, Reynald merasa iba melihatnya, apa yang harus ia lakukan sekarang, di tengah kebimbangannya, Reynald pun kembali menghampiri Clowsien, ia jadi tak tega meninggalkan wanita itu sendiri di sana.

"Hei kau! apa kau memang tinggal sendiri di dunia ini? sungguh tak bisa di percaya," sungutnya dengan kesal, Reynald terlihat frustasi memikirkannya, ia harus bagaimana sekarang, sedangkan hari sudah semakin sore, bagaimana jika ada orang jahat yang akan mengganggu Clowsien nantinya, Reynald lagi-lagi memutar otaknya, kemana ia akan membawa wanita itu pergi.

"Kau pergi saja, aku tidak apa-apa, aku sudah terbiasa sendiri," sahut Clowsien dengan mata yang berkaca-kaca, suaranya bergetar seakan ingin menangis. Reynald semakin terenyuh melihatnya, apa mungkin ia harus membawa Clowsien ke panti sosial, mungkin itu adalah tempat yang cocok untuknya, mengingat dia tidak punya keluarga, di sana dia akan memiliki banyak teman atau pun saudara nantinya, mungkin itu lah yang terbaik, pikirnya penuh pertimbangan.