Bus berhenti tepat di sebuah halte,
Reynald menghela nafasnya dengan kasar, para penumpang bergegas turun, beruntung Reynald masih memiliki beberapa lembar uang di sakunya, jumlahnya lebih dari cukup untuk membayar ongkos.
Sisanya bisa ia gunakan untuk menyewa penginapan atau pun untuk makan, mengingat jarak dari tempat mereka turun masih cukup jauh dari pusat kota.
Reynald segera bangkit dari tempat duduknya, diikuti dengan Clowsien yang menyusul dari belakang, terlihat sebuah bangku di halte yang tak terisi, sejenak mereka beristirhat setelah lelah melakukan perjalanan jauh, Clowsien mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Matanya tampak tak berkedip saat memindai satu demi satu benda yang ada di sana, sulit baginya untuk mencerna benda apa saja itu, semua terlihat asing dan aneh baginya. Reynald hanya menggeleng saat melihatnya.
"Wahh, ternyata di sini begitu banyak kuda besi!" serunya penuh bingung saat melihat mobil yang sibuk berlalu lalang.
"Bukan kuda besi, tapi mobil." Reynald terlihat sewot menjawabnya, sampai kapan wanita itu akan menyebut mobil sebagai kuda besi, pikirnya.
"Mobil," sahutnya sambil mengulang ucapan Reynald.
"Ia, itu namanya mobil, fungsinya untuk mengantar para penumpang, seperti kita tadi, dari satu tempat ke tempat yang lain," Clowsien terlihat mengangguk mendengarnya, meski sebenarnya ia masih bingung dengan ucapan Reynald.
"Hei, apa kau tidak lapar?"
"Tentu saja, aku sangat lapar," balas Clowsien menimpali.
"Baiklah, kalau begitu kita akan makan, ngomong-ngomong kau mau makan apa?" Tawar Reynald sambil mengedarkan pandangannya.
"Daging, aku mau daging," sahutnya penuh semangat, mengingat dari tadi belum ada secuil makanan yang masuk ke perutnya. Reynald menaikkan alisnya, sembari merogoh koceknya, untung saja ia masih menyimpan uang, jadi ia bisa mengajak Clowsien untuk makan.
"Baiklah Clowsien, sekarang kita akan makan di sana," Reynald menunjuk salah satu restoran yang berada di ujung jalan. Setidaknya ia harus mentraktir Clowsien terlebih dahulu sebelum ia pulang.
"Apa di sana banyak daging?" Clowsien terlihat bersemangat, meskipun ia sendiri tidak begitu paham dengan tempat itu.
"Tentu saja, semua jenis daging tersedia di sana, kamu bebas mau makan apa saja," balas Reynald dengan tersenyum lebar, namun tiba-tiba saja ia menghentikan langkahnya, membuat Clowsien hampir saja menabraknya dari belakang.
"Ada apa? Kenapa berhenti?" Clowsien terlihat bingung, apa sekarang mereka tidak jadi makan, pikirnya lagi.
Reynald terdiam, sejenak ia berfikir, tidak mungkin ia berada di tempat ramai seperti itu, mengingat dia adalah seorang aktor, bagaimana jika ada yang mengenalinya nanti, sedangkan ia sedang bersama Clowsien, bisa-bisa akan jadi gosip nantinya.
Clowsien terus saja memegangi perutnya, membuat Reynald tak tega saat melihatnya.
"Hei, bagaimana kalau kita makan di tempat lain saja," Reynald memberikan tawaran, berharap Clowsien akan tetap bersabar.
"Terserah kau saja, yang jelas saat ini aku hanya ingin daging," sahutnya sedikit kesal, sepertinya ia memang sudah kelaparan, ternyata mendapatkan makanan di hutan itu jauh lebih mudah di bandingkan di tempat manusia, pikirnya lagi. Itulah sebabnya ia kurang suka berlama-lama berada di sana.
Mereka kembali berjalan berharap segera menemukan tempat untuk mereka makan, namun tiba-tiba saja Reynald melihat sebuah telepon umum yang berada di seberang jalan, Reynald bersorak saat melihatnya, ia harus segera menghubungi pak Han, supir pribadinya, pak Han pasti sudah sangat khawatir padanya, meski selama ini ia sering menghilang, namun tetap saja membuat pak Han selalu mencemaskannya.
Pak Han salah satu orang kepercayaannya, tugasnya bukan hanya sebagai supir, tapi juga merangkap menjadi manager, meski usianya sudah menginjak empat puluh tahun, namun ia sangat cekatan dalam bekerja, bukannya Reynald tak mau mencari usia yang jauh lebih muda untuk menjadi managernya, namun selama ini tidak ada yang betah jika bekerja dengannya, hanya pak Han yang selalu setia dan sabar menghadapinya.
"Apa kau sudah menemukan tempat untuk kita makan?" Lagi-lagi suara itu terdengar dari mulut Clowsien, ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi, perutnya sudah tidak bisa di ajak kompromi, akibat para cacing yang sudah berdemo meminta makan.
Reynald mengedarkan pandangannya lagi, untung saja ada penjual ayam goreng yang berada di ujung jalan.
"Kau tunggu saja di sini, aku akan mengambilkan makanan untuk mu,"
Reynald segera berlari menuju penjual ayam goreng itu, Reynald memesan sepuluh potong ayam, ia khusus meminta bagian paha agar Clowsien dengan mudah memegangnya, padahal Reynald sudah berniat untuk membelikan Clowsien daging sapi, mungkin lain kali ia akan mentraktirnya.
Sembari menunggu pesanannya selesai di bungkus, Reynald menatap Clowsien dari jauh, wanita itu terlihat lesu, ia terus memegang perutnya yang sudah sangat keroncongan.
"Sepertinya dia benar-benar lapar," ucapnya setengah berbisik. Tak lupa Reynald membelikan air minum untuknya, yaitu sebotol air putih dan dua kaleng minuman bersoda.
Sepuluh potong paha ayam sudah siap, Reynald segera berlari ke arah Clowsien, ia berharap Clowsien tak kecewa saat memakannya, toh itu sama saja pikirnya, sapi dan ayam sama-sama daging.
"Ini makan lah, aku masih ada urusan," ucapnya sambil menyodorkan bungkusan ayam dan juga minuman ke arah Clowsien.
Clowsien menyambutnya dengan tersenyum lebar, matanya seketika berbinar, meski ia belum tau apa isi dari bungkusan itu, namun yang pasti itu adalah daging.
"Memangnya kau mau kemana? Apa kau tidak lapar?" Clowsien menatap curiga ke arah Reynald, ia berfikir kalau Reynald akan meninggalkannya.
"Kau tunggulah di sini, aku akan segera kembali," Reynald segera berlari menuju arah telepon umum, Clowsien hanya mengangguk, dengan segera ia membuka bungkusan itu, ia terlihat bingung saat melihat isi di dalamnya.
"Makanan apa ini? kenapa bentuknya aneh seperti ini," Clowsien mengernyitkan keningnya, ia terlihat bingung dengan paha ayam itu.
"Apa ini daging? Kenapa bentuknya bulat semua," gumamnya sambil terus menatap bentuk dari potongan ayam goreng itu, tanpa berfikir lagi Clowsien dengan segera melahap satu potong ayam, satu paha ayam berhasil masuk ke mulutnya, dengan cepat ia mengunyah potongan ayam itu, matanya pun seketika berbinar.
"Wahhh, apakah ini daging, kenapa rasanya enak sekali," serunya dengan kembali melahap potongan ayam berikutnya, Clowsien begitu sangat menikmatinya, dalam sekejap sepuluh potong ayam berhasil ia makan, bahkan beserta dengan tulang-tulangnya , sampai ia lupa menyisakan untuk Reynald.
"Kenapa dia belum selesai juga," ucapnya sambil meraih satu botol air putih, menghabiskan sepuluh potong ayam sudah pasti membuatnya haus.
"Bagaimana aku membukanya?" Gumamnya saat memperhatikan air yang ada di dalamnya, ia tak habis pikir, bagaimana bisa Reynald memberikan air dalam keadaan terkurung seperti itu.
"Hei, apa kau sudah selesai? Aku mau minum!" Clowsien berteriak, namun sayang Reynald tak mendengarnya.