"Karena bintang tidak pernah menyusahkan ku." Kata-kata itu masih terngiang di telinga Reynald, ia belum bisa mencerna maksud dari ucapan Clowsien.
Mengapa ia terlihat begitu sedih, 'apa aku salah bicara?' Reynald bergumam seraya memejamkan matanya yang mulai mengantuk, hingga pagi menjelang Reynald tertidur dengan nyenyaknya.
Cahaya mentari mulai bersinar dari balik dedaunan, sinarnya tampak mengenai wajah Reynald yang masih tertidur pulas, namun perlahan mata itu mulai terbuka. Ia menghela nafasnya dengan berat, sadar kalau saat ini ia masih berada di hutan.
"Aku harus pulang." Suaranya terdengar serak, seperti suara khas orang baru bangun tidur.
Clowsien menatapnya dari jauh, ternyata ia sudah lama bangun, sengaja ia tak membangunkan Reynald, sebab laki-laki itu masih terlelap dalam mimpinya.
"Apa kau sudah bangun? Ayo lekas pergi dari tempat ini!"
Clowsien segera bangkit dari tempatnya, sedangkan Reynald terlihat mengatur nafas, mengingat nyawanya yang masih belum terkumpul sebab baru saja bangun dari tidur.
"Kenapa kau tidak membangunkan ku?"
sahutnya sambil mengekor dari belakang.
"Kau terlihat lelah, jadi aku tak tega membangunkan mu."
"Oh, jadi sekarang kita akan pergi ke mana?" Lagi-lagi Reynald mengajukan pertanyaan.
"Bukankah kau ingin keluar dari hutan ini?"
"Tentu saja, aku sudah tak sabar ingin segera pulang." Reynald tersenyum lebar, sepertinya Clowsien sudah menemukan jalar keluar, pikirnya.
Mereka terus berjalan, menyusuri setiap sudut hutan, sampai akhirnya mereka berhasil menemukan jalan, terlihat dari kejauhan sebuah jalan tol yang terpampang nyata. Reynald langsung melompat sambil bersorak, ia seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah. Seketika ia berteriak dengan kencang, untuk mengekspresikan kebahagiaannya.
"Hei, kenapa kau berteriak?"
Protes Clowsien kesal, telinganya langsung berdenging saat mendengar teriakan Reynald tadi.
"Apa kau tau, rasanya aku ingin berguling di sini," ucapnya sembari duduk di atas jalan yang lebar itu. Clowsien menatapnya dengan aneh, sedangkan Reynald tak henti-hentinya tersenyum.
"Terima kasih Clowsien, karena kau sudah membantu ku," ucapnya dengan tulus, Clowsien hanya mengangguk, ia pun ikut senang melihat Reynald yang begitu bersemangat.
"Sekarang apa rencana mu?"
Clowsien menggeleng, ia saja tidak tau akan pergi kemana, yang pasti ia akan terus menempel dengan Reynald, mengingat setengah dari kekuatan batu kristal miliknya sudah ia berikan untuk Reynald.
Reynald menatap Clowsien, ia masih bingung sebenarnya Clowsien berasal dari mana, 'apa mungkin dia berasal dari dimensi lain," batinnya tak percaya.
Kembali ia menatap Clowsien dengan seksama, wanita cantik, berkulit putih, serta memiliki mata yang indah.
"Ahh tidak mungkin," ucapnya lagi sambil menggeleng. Mana mungkin di zaman sekarang ada cerita seperti itu, pikirnya dengan bergejolak.
Hampir satu jam mereka menunggu namun belum juga ada mobil yang lewat, Reynald mulai terlihat tak sabar, andai saja ponselnya masih ada, ia baru sadar, ponselnya pasti sudah jatuh ke jurang bersama dengan mobilnya.
"Bagaimana ini," gumamnya terlihat frustasi, namun tak lama kemudian yang di tunggu pun lewat, Reynald langsung bersorak saat melihat sebuah bus sedang berjalan menuju arah mereka, ekspresi Clowsien seketika berubah saat melihat bus yang besar itu.
"Waahhh... Besar sekali, kenapa bentuknya sama seperti kuda mesin," Serunya tak percaya.
Saat bus mulai mendekat, dengan cepat Reynald berdiri dan mengangkat kedua tangannya.
"Berhenti pak!" Reynald berteriak dengan lantang, beruntung bus itu pun berhenti, Reynald segera naik, namun Clowsien masih berdiri mematung, sepertinya ia masih terkesima dengan apa yang ia lihat saat ini.
"Hei, ayo cepat naik, apa kau mau tinggal di sini?" Reynald kembali berteriak, Clowsien segera bergegas naik ke atas bus, ia terlihat ragu-ragu saat melangkah, ini kali pertamanya ia naik bus, Clowsien semakin aneh saat melihat barisan bangku-bangku yang tak terisi penuh, hanya ada beberapa orang penumpang di sana.
Untuk kali ini giliran Clowsien yang mengekor dari belakang, ia mengikuti Reynald untuk mencari tempat duduk, beruntung para penumpang di bus tak ada yang mengenali, apa lagi Reynald adalah seorang aktor terkenal, Reynald mengambil tempat duduk paling belakang, sedangkan Clowsien terlihat duduk di sampingnya.
Clowsien tak henti-hentinya berkedip, bahkan mulutnya pun ikut menganga, takjub dengan apa yang ia lihat saat ini, matanya terus saja memindai satu demi satu bagian dalam bus. Sampai tak sadar jika ia sedang di perhatikan oleh orang-orang yang ada di sana. Merasa sedang di perhatikan, Reynald dengan cepat menutup mulut Clowsien.
"Apa yang kau lakukan?" Protesnya dengan kesal.
Reynald kemudian mendekat sambil berbisik sesuatu.
"Sudah duduk saja, bus ini akan segera berjalan," bisiknya dengan nada ketus.
Clowsien tak paham dengan apa yang Reynald maksud, tak lama kemudian bus pun bergerak, Clowsien terkejut, ia berpegang pada Reynald, ia merasa seperti akan jatuh, Reynald menatapnya dengan aneh.
"Kau ini benar-benar merepotkan," gerutunya dengan kesal. Namun Clowsien tak perduli, ia berpegang semakin kencang, Reynald hanya menggeleng melihat kelakuan Clowsien, sambil memasang wajah kesalnya, Reynald terlihat pasrah, apa lagi saat melihat ketakutan di wajah wanita itu, walau bagaimana pun, Clowsien sudah banyak membantunya hingga berhasil keluar dari hutan.
Bus berjalan dengan cepat, namun Clowsien terus saja berpegang, matanya terlihat mengintip, pandangannya langsung tertuju pada jendela bus, terlihat dengan jelas bagaimana bus itu berjalan, namun lagi-lagi Clowsien terkejut saat melihat ada air laut yang berada di sisi jalan, bus itu tampak perlahan melewatinya, seketika Clowsien menjadi panik, ia langsung memeluk Reynald dengan erat.
Seketika Reynald terkejut saat Clowsien memeluknya, wajahnya memerah, ia pun terlihat gugup, belum pernah ia di peluk seperti ini oleh wanita, bahkan para fans wanitanya saja tidak ia izinkan untuk memeluknya. Termasuk juga dengan Irene, mereka tak pernah saling berpelukan, meski Reynald begitu menyukainya.
"Hei, apa kau baik-baik saja?"
Clowsien menggeleng sambil mengeratkan pegangannya.
"Apa kau merasa akan muntah? Apa kau mabuk perjalanan?" Reynald terus saja bertanya, wajahnya terlihat panik, jangan sampai wanita itu muntah di dekatnya, pikirnya cemas.
"Aku takut air laut," suara Clowsien terdengar bergetar, seperti ingin menangis, ia semakin memeluk Reynald bahkan semakin erat.
Reynald seolah tak percaya dengan ucapan Clowsien, ia berfikir kalau wanita itu hanya mencari kesempatan agar bisa memeluknya. Padahal Clowsien memang sangat takut jika melihat air laut. Ia punya kenangan buruk dengan air laut. Reynald tak bisa berbuat banyak, selain membiarkan wanita itu memeluknya.
Saat bus telah melewati laut, Reynald baru mengalihkan pandangannya, ia melihat Clowsien yang tengah terpejam, entah ia tertidur atau terlalu nyaman berada di pelukan Reynald.
"Apa kau sudah merasa baikan?"
Reynald sedikit berbisik, sebenarnya ia tak keberatan Clowsien memeluknya, hanya saja ia merasa risih jika di peluk terlalu lama. Clowsien mengangguk pelan, ia pun segera melepas pelukannya.
"Terima kasih sudah mengizinkan aku untuk memelukmu," ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.