"Rachel, apa kamu ke sini sendirian?" tanya John.
"Tidak, aku tidak sendirian," jawab Rachel kemudian melirik ke arah luar butik. "Aku bersama pacarku," lanjutnya.
"Benarkah?" John terlihat kecewa.
"Iya, sebaiknya jangan terlalu berdekatan dengan aku. Aku tidak ingin dia curiga," jelas Rachel sambil melirik ke arah pintu dan akhirnya Travis benar-benar datang. Dia pun jadi sangat grogi dan menyerahkan barang belanjaan ke atas meja kasir hingga memposisikan berdiri di dekat John. "Please, pergi dari sini," serunya lirih.
John terdiam dengan perasaan yang mendadak kesal, cemburu dan entah kenapa dia tidak suka melihat Rachel lebih mementingkan Travis daripada dia. Pria itu terus melirik selingkuh hanya dengan rasa kecewa yang tidak bisa ditutupi lagi namun dia juga tidak bisa berbuat apa-apa karena saat ini dia juga menginginkan kembali pada Phoebe.
"Sayang, apa kamu sudah selesai belanja?" tanya Travis dengan santai menghampiri Rachel yang berdiri dengan posisi memunggunginya.
Rachel langsung berbalik menatap Travis dan tersenyum kikuk. "Aku sudah selesai, tapi kurasa aku perlu beli satu baju lagi. Tapi aku ingin kamu yang memilih untuk ku," ucapnya kemudian meraih tangan Travis.
"Baiklah, biarkan aku memilih pakaian sesuai seleraku," sahut Travis dengan tersenyum.
Rachel pun segera menarik Travis menuju ke arah pakaian-pakaian yang dipajang di sana, mengabaikan John begitu saja.
John terdiam menatap Rachel dan Travis yang akhirnya berlalu dari pandangannya karena terhalang oleh pakaian-pakaian yang dipajang di sana. Pria itu memilih untuk segera meninggalkan butik karena tidak ingin terus merasa kecewa dan cemburu.
Drett ... Drett ....
John menghentikan langkahnya saat tiba diri dekat pintu. Dia merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya dan melihat ada panggilan masuk dari ibunya lalu menjawab.
"Hallo, Ma?"
"John, kamu di mana? Kenapa rumahmu kosong ... Apa kamu dan istrimu sedang bepergian jauh?" tanya seorang wanita dari telepon.
John menghembuskan nafas kasar, kemudian memijat keningnya sendiri karena merasa pusing memikirkan harus berkata apa pada ibunya? Pria itu benar-benar bingung karena dia pasti akan mendapatkan kemarahan dari ibunya jika tahu tentang rumah tangganya yang berantakan karena ulahnya sendiri, apalagi ibunya itu sangat sayang pada istrinya.
"John, kenapa kamu diam saja? Apa kamu masih di sana?"
"Ma ... Aku dan Phoebe memang sedang melakukan perjalanan jauh. Dia merasa agak bosan di rumah terus-menerus ... Jadi, aku mengajak dia untuk liburan sebentar,"ucap John bohong.
"Ya sudah kalau begitu ... Jangan terlalu lama pergi karena perusahaan sedang tidak baik-baik saja. Kasihan papa kamu pasti akan kerepotan jika kamu malah liburan di saat genting seperti ini," seru ibu John.
"Iya, Ma. Aku dan Phoebe akan kembali secepatnya," sahut John dengan penuh percaya diri. Dia masih memiliki keyakinan bahwa bisa segera menemui istrinya dan membawanya pulang ke rumah.
"Yasudah kalau begitu, mama matikan dulu teleponnya."
"Iya, Ma ..."
John memutuskan sambungan telepon itu kemudian segera meninggalkan butik karena hendak melanjutkan pencarian Phoebe. Pria itu memilih keluar dari mall, berpikir untuk mencari di tempat lain dengan saling memberi informasi pada orang-orang yang dia suruh untuk ikut melakukan pencarian pada istrinya..
_
Matheo baru saja turun dari bis, lalu berjalan keluar dari area halte. Pemuda yang belum genap berusia 18 tahun itu terus berjalan menuju ke arah apartemen, sesekali berhenti dan menoleh ke belakang karena merasa ada yang mengikutinya.
Dua pria bertubuh kekar dan mengenakan pakaian seperti bandit, berjalan mengikuti Matheo. Salah satu dari mereka mencoba menghubungi seseorang, sambil terus bejalan.
"Bos, kita menemukan Matheo," ucap salah satu preman saat sudah terhubung dengan seseorang di telepon.
"Kalau begitu tangkap dia dan jangan sampai dia terlolos sebelum aku datang ke sana!" sahut seseorang dari telepon.
"Baik, Bos." Pria itu memutuskan sambungan teleponnya lalu lanjut ke jalan mengikuti Matheo hingga mereka tiba di taman kawasan sekitar gedung-gedung pencakar langit.
Matheo menghentikan langkahnya, menoleh ke belakang dan melihat dua preman itu berjalan menghampirinya. Dia yang merasa takut jikalau preman-preman itu adalah suruhan John, segera berlari secepat mungkin menghindari preman-preman yang langsung mengejarnya.
Berlari dan terus berlari menjauh dari arah apartemen, Matheo tidak tau harus bersembunyi di mana. Dia terus berlari hingga tiba di jalan raya.
"Hey, berhenti!" teriak salah satu preman.
Matheo menoleh pada preman-preman yang berjarak sekitar 10 meter darinya. Dia pun lanjut berlari di area khusus untuk pejalan kaki, sesekali hampir menabrak orang-orang yang sedang berjalan di sana.
'Ugh, sialan. Aku harus ke mana?' batin Matheo sambil terus berlari.
Hingga beberapa menit berlari, akhirnya Matheo tiba di kawasan perumahan. Dia bersembunyi di balik rumput hias, terengah-engah di sana karena sudah sangat lelah berlari.
"Matheo, Kamu tidak akan pernah bisa menghindari kami!" seru salah satu preman sambil melirik sekeliling yang sangat sepi karena di jam-jam seperti ini semua orang pasti melakukan aktivitas masing-masing.
"Matheo ... Keluarlah!" Teriak preman satunya lagi yang berdiri agak berjauhan dari rekannya. Pria bertubuh gempal itu juga terlihat terengah-engah karena terlalu jauh berlari. "Kami tidak akan membunuhmu. Kami hanya ingin kamu menemui bos kami!"
Matheo terus diam dengan masih terengah-engah dan penuh rasa waspada. Teriakan-teriakan preman itu seolah membuatnya semakin merasa tidak aman dan harus segera meninggalkan tempat itu untuk mencari tempat bersembunyi yang lebih aman. Dia melirik sekeliling hingga menyadari bahwa sudah berada di kawasan perumahan yang tidak terlalu elit.
"Matheo, keluarlah!"
"Matheo ... Apa kamu suka cara kekerasan? Tunjukkan dirimu sekarang juga! Hadapi aku, dan jika aku kalah, maka kamu akan bebas!"
Matheo terus menerus diam hingga pandangannya tertuju pada kaleng minuman di sampingnya. Dia pun mengambil kaleng itu, lalu membuangnya ke arah lain.
Dua preman itupun langsung berlari ke arah suara kaleng yang dilemparkan oleh Matheo, sementara Matheo langsung keluar dari tempat persembunyiannya.
"Hey, itu dia!" ucap satu preman bertubuh gempal sambil menunjuk pada Matheo yang sedang berlari.
"Ayo tangkap dia!" seru preman satunya lagi. Dia langsung berlari mengejar Matheo yang berjarak cukup jauh darinya.
Matheo terus berlari, tak menemukan tempat untuk bersembunyi hingga melihat sebuah rumah sederhana dengan car warna putih mendominasi, kemudian berlari menghampiri rumah itu karena pintu utama tidak dikunci.
Seorang gadis yang sedang berbaring dengan santai di sofa, sangat terkejut saat Matheo memasuki rumahnya dan langsung menutup pintu.
"Hey, siapa kamu?" tanya gadis itu sambil duduk, menatap Matheo yang ketakutan.
"Maaf, aku hanya numpang untuk bersembunyi," jawab Matheo dengan gusar, lalu mengunci pintu itu. Dia bergegas ke arah jendela, lalu mengintip dua preman yang berada di jalanan depan rumah itu.
Gadis itupun mengikuti Matheo, ikut melihat ke arah jalanan dan menemukan dua preman di sana terlihat sedang mnecari seseorang. Dia beralih melirik Matheo yang terlihat sangat kelelahan karena terengah-engah ada juga berkeringat.
"Apa mereka yang mengejarmu?" tanyanya.
"Iya," singkat Matheo kemudian berjalan menjauh dari jendela karena tidak ingin dilihat oleh dua preman itu.
Gadis itu terus-menerus memantau ke arah jalanan hingga dua preman itu pun pergi. Dia beralih menatap Matheo yang duduk di lantai, bersandar pada pintu dengan kaki kanan yang ditekuk.