Sudah selesai makan pancake dan minum teh, Phoebe langsung ke ruang kerja Travis yang mengharuskannya melalui sebuah lorong cukup panjang yang hingga akhirnya tiba di depan pintu lebar berwarna putih. Wanita itu tampak ragu-ragu untuk membuka pintu, merasa takut jikalau majikannya akan melakukan hal yang tidak dia inginkan.
'Ya Tuhan, semoga saja dia tidak memeriksa aku,' batinnya kemudian mendorong pintu yang tidak dikunci itu hingga terbuka.
Phoebe memasuki ruang kerja Travis yang bernuansa putih bersih diselingi oleh warna metalik, terlihat begitu luas dilengkapi dengan berbagai peralatan kesehatan yang terletak di dalam lemari-lemari kaca, lalu ada banyak poster-poster bergambar wanita hamil dan bayi.
"Hey, kenapa kamu diam saja di situ? Kemarilah ...."
Travis menatap Phoebe yang berdiri di ambang pintu, tampak bingun namun justru membuatnya tersenyum gemas. Pria itu duduk di kursi berwarna metalik dengan lengannya bersandar pada meja putih di hadapannya.
Dengan perasaan canggung dan cemas, Phoebe pun berjalan menghampiri Travis dengan langkah lambat dan sedikit menunduk.
'Sebenarnya apa yang akan dia lakukan padaku? Kenapa dia selalu membuat aku merasa tidak aman?' batin Phoebe sambil berdiri di hadapan Travis.
"Duduklah, kita akan cukup lama di sini. Tidak mungkin kamu berdiri terus menerus," seru Travis dengan santai.
Phoebe segera duduk, tak berani menatap Travis yang begitu serius menatapnya.
"Apa kamu memiliki riwayat penyakit serius atau sakit ringan akhir-akhir ini?" tanya Travis.
"Eh... tidak," jawab Phoebe gugup.
"Tapi tadi kamu bilang kamu memiliki masalah sering pusing karena darah rendah. Itu berarti kamu tidak sehat."
"Ehh, iya tapi itu tidak terlalu buruk. Itu hanya sakit ringan dan akan sembuh seiring dengan berjalannya waktu dan saya mengatur pola makan saya," ucap Phoebe dengan tatapan meyakinkan.
Travis mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian beralih menyandarkan punggungnya pada bahu kursi. "Pola makan memang harus dijaga karena lebih baik mencegah daripada mengobati. Jangan biarkan kamu sakit karena sekarang kamu jauh dari suamimu."
Phoebe hanya mengangguk.
"Kapan terakhir kali kamu memeriksakan kesehatan tubuhmu?" tanya Travis.
"Ehh ..." Phoebe jadi bingung karena jikalau dia salah menjawab pasti Travis akan memeriksanya. "Saya tidak ingat itu kapan. Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan sehingga saya tidak perlu melakukan pemeriksaan."
"Tapi kamu harus memeriksakan kesehatanmu minimal 1 bulan sekali. Kamu harus memastikan tidak ada virus-virus yang menempel dalam tubuhmu atau mungkin kamu kelebihan darah atau kekurangan darah ... Kamu harus memastikan itu. Memastikan bahwa tidak ada penyakit serius yang tumbuh dalam tubuh kamu karena penyakit itu bisa datang kapan saja tanpa kita sadari," ucap Travis dengan santai menatapi Phoebe yang tampak gugup. Entah kenapa perilaku itu membuatnya merasa bahwa wanita itu benar-benar wanita yang baik dan tidak akan menyakiti suaminya. "Apa kamu takut jarum suntik?" tanyanya ngawur.
"Hah ... Jarum suntik?" Phoebe mengerutkan keningnya.
"Yeah ... Jarum suntik."
"Saya agak takut ... Itu sebabnya saya jarang melakukan tes darah atau lainnya," jelas Phoebe dengan gugup, lalu menundukkan kepalanya. 'Sebenarnya apa yang dia inginkan? Kenapa ada obrolan semacam ini? Dia seperti sedang memberi wejangan pada pasien tapi aku bukan pasiennya ... Karena dia tidak tau aku hamil,' batinnya.
"Itu berarti dokter yang menyuntik kamu kurang pandai sehingga kamu kesakitan," ucap Travis sambil beranjak berdiri, kemudian berjalan menuju lemari dan mengambil satu jarum suntik yang masih dalam kemasan utuh. Dia berbalik menuju kursinya lagi sambil berkata, "kalau kamu tidak keberatan, saya bisa menyuntik kamu lalu mengambil sedikit darahmu supaya besok saya bisa bawa ke rumah sakit untuk di uji laboratorium."
"Dr. Travis, itu tidak perlu," sahut Phoebe dengan tatapan memohon.
"Tapi kamu mengeluh pusing-pusing... Saya khawatir ada penyakit di kepala kamu ... Saya khawatir Itu bukan hanya karena darah rendah atau darah tinggi atau kolesterol ... Kamu harus diperiksa," seru Travis dengan serius.
"Tapi saya merasa saya tidak memiliki penyakit dan saat terakhir saya melakukan tes juga saya tidak memiliki masalah sama sekali pada tubuh saya ... Pada kesehatan saya. Anda tidak perlu repot-repot melakukan ini pada saya karena di sini saya hanya bertugas sebagai maid, saya tidak ingin menjadi pasien anda dan tolong hargai privasi saya," ucap Phoebe dengan agak tegas lalu berkata, "saya pikir hal semacam ini tidak penting kita bicarakan karena ini sama sekali tidak berkaitan dengan pekerjaan saya di sini. Lebih baik saya kembali ke kamar karena saya ingin istirahat."
"Hey, Kenapa kamu jadi marah?" tanya Travis.
"Saya tidak marah ... Tapi saya memang tidak suka diperiksa .. saya tidak suka orang melakukan tindakan yang tidak saya sukai.. saya memang hanya seorang maid di sini tapi bukan berarti anda bisa mengatur saya di luar hal pekerjaan," jelas Phoebe dengan gusar.
Melihat Phoebe yang begitu serius dan hampir marah, Travis malah terkekeh dengan suara rendahnya.
"Kenapa anda tertawa ...?"
"Phoebe, kamu begitu serius menanggapi saya. Tadi itu hanya bercanda," jelas Travis dengan tersenyum lalu meletakkan jarum suntik itu ke atas meja. "Saya tidak akan pernah melakukan pemeriksaan pada orang jika orang itu tidak setuju. Saya tidak akan melakukan apa-apa terhadap kamu ... Itu tadi sungguh hanya bercanda jadi kamu tidak perlu khawatir. Saya tidak akan menyuntik kamu," lanjutnya diakhiri dengan tertawa lagi.
Phoebe melirik Travis dengan horor, merasa kesal karena sudah dibuat takut setengah mati.
"Lalu sebenarnya apa tujuan Anda meminta saya untuk ke sini?" tanyanya agak kesal.
"Saya hanya ingin memberitahu kamu tentang gaji kamu di sini," jawab Travis kemudian menarik laci yang ada pada mejanya kemudian mengambil sebuah dokumen. Dia memberikan dokumen itu pada Phoebe sambil berkata, "saya sudah tanda tangan di sini tentang perjanjian bahwa saya sepakat untuk membayar 5000 dolar kepada kamu setiap bulan. Kamu harus tanda tangan jika kamu setuju dengan gaji yang saya berikan."
"Oh, ini cukup banyak padahal di sini saya tidak banyak bekerja," sahut Phoebe dengan ragu-ragu, membaca isi dari dokumen itu.
"Tidak masalah. Itu memang gaji yang sudah saya tentukan sejak lama," ucap Travis kemudian menarik laci lain dan mengambil satu tablet semacam obat. "Kamu bilang kamu butuh vitamin. Saya rasa vitamin ini cocok untuk kamu," lanjutnya sambil memberikan tablet vitamin itu pada Phoebe.
Phoebe mengerutkan keningnya, mengambil tablet vitamin yang terdiri dari 10 pil. Dia sungguh tidak menyangka bahwa Travis malah memberinya vitamin.
"Eh ... Anda bisa potong gaji saya bulan depan untuk membayar vitamin ini," ucapnya.
"Itu sama sekali tidak perlu karena vitamin itu sangatlah murah dan biasanya saya berikan cuma-cuma pada pasien saya yang sedang hamil," sahut Travis dengan santai. "Meskipun kamu sedang tidak hamil, kamu bisa minum vitamin itu," lanjutnya.
"Terimakasih ... Ini akan sangat membantu saya."
Travis tersenyum lega.
"Kalau begitu, apa saya sudah boleh kembali ke kamar?" tanya Phoebe.
"Ya ... Silahkan kembali karena kamu harus istirahat," jawab Travis kemudian beranjak berdiri. "Saya juga harus istirahat."
Phoebe pun segera beranjak berdiri, kemudian berjalan menuju keluar ruangan dengan membawa dokumen dan satu tablet vitamin tadi. Dia berjalan dengan perasaan yang aneh karena kebetulan kebetulan yang terjadi padanya. Saat ini dia sedang hamil dan ternyata bekerja di rumah dokter kandungan lalu mendapat vitamin khusus untuk wanita hamil ... Oh, mungkin dia bisa dikatakan lebih beruntung jika dapat suami di situ juga.
"Jangan melamun," seru Travis.
Phoebe menoleh pada Travis yang sekarang berjalan beriringan dengannya. Dia menghembuskan nafas kasar, merasa agak kesal namun juga lega karena dokter itu selalu menaruh perhatian lebih padanya dan itu malah membuatnya tidak terus-menerus memikirkan John.