John menatap Rachel dengan serius, menunggu jawaban darinya.
"John, sebenarnya ... Aku begini karena aku menyesal telah meninggalkan kamu dua tahun yang lalu karena aku terlena oleh rayuan Travis," ucap Rachel dengan menekuk wajahnya. "Aku pikir menjadi kekasihnya akan sangat menyenangkan, karena dia terlihat seperti pria idaman. Dia begitu manis, perhatian, apalagi dia seorang dokter kandungan, tapi ternyata aku tidak cocok dengannya, aku tidak suka melihat dia menangani para pasiennya yang didominasi oleh perempuan-perempuan elite dan cantik," lanjutnya.
"Jadi, kamu cemburu setiap kali dia menangani pasien? Apa dia terlalu manis pada pasiennya?" tanya John.
Rachel hanya mengangguk. "Sangat manis sehingga aku merasa sifat manisnya padaku bukan karena spesial."
"Hmm ... Aku pikir kamu masih mencintai aku adalah alasan kamu sering datang ke sini," gumam John terlihat kecewa, kemudian segera minum sampanye yang tersedia dalam gelas cantik di hadapannya.
"Itu juga termasuk," sahut Rachel.
"Benarkah?"
"Iya, karena hanya kamu yang bisa memahami aku, membuat aku nyaman meskipun kamu sangat gila kerja, kamu bisa memposisikan dirimu dalam bersikap," jelas Rachel kemudian menghela napas dengan gusar. "Tapi aku tau aku tidak akan pernah bisa bersamamu lagi. Kamu punya istri yang sangat cantik dan disukai oleh keluarga mu."
John tersenyum tipis. "Dia memang cantik, tapi kamu lebih baik darinya dalam hal melayani aku dan bersifat. Dia terlalu lembek," ucapnya.
"Benarkah?"
"Yeah ... membosankan. Itu sebabnya aku bersedia untuk meluangkan waktu bersamamu akhir-akhir ini," ucap John sambil memegang tangan Rachel dengan lembut, lalu menciumnya. "Melihat kamu, membuat aku jadi ingin merasakan manisnya cinta kita dulu," lanjutnya.
"Tapi itu tidak mungkin," sahut Rachel.
"Itu bisa saja terjadi, bahkan sekarang pun bisa terjadi. Kita hanya perlu menganggap bahwa kita bukan pasangan orang lain, menganggap bahwa kita bersama karena saling mencintai. Semua bisa kita lakukan atas keinginan kita sendiri tanpa harus memikirkan perasaan pasangan kita karena mereka tidak tau dan tidak paham apa yang kita inginkan," jelas John dengan tatapan begitu intens. "Apa kamu mau kembali bersama aku? Kembali seperti dulu lagi?"
"John ... tapi gimana dengan istrimu dan pacarku? Aku tidak mungkin meninggalkannya secara tiba-tiba apalagi keluarga ku sudah terlanjur menganggap serius hubungan kami?" Rachel bertanya-tanya dengan tatapan tidak nyaman.
"Untuk itu, kita pikirkan lain waktu saja karena yang terpenting adalah kita bersama lagi tanpa harus peduli pada pasangan kita. Kita bersama, dan jika kita benar-benar yakin dengan hubungan ini, aku janji aku akan membawa hubungan ini ke jenjang serius," ucap John dengan tatapan terus tertuju pada wajah cantik Rachel.
"Hubungan serius, lalu bagaimana dengan istrimu?" tanya Rachel.
"Yeah ... mungkin kita bisa menikah. Hubungan yang kita lakukan saat ini adalah berdasarkan untuk mendapatkan ketenangan, ketepatan hati, dan tentu saja untuk memperbaiki hubungan kita yang sempat rusak. Jika kita terus merasa cocok, lalu pasangan kita bukan nomor satu di hati kita, pastinya kita akan menikah."
"Kamu ingin kita melakukan perselingkuhan?" tanya Rachel.
"Iya," singkat John.
Rachel terdiam dengan gusar, menatap John yang begitu manis dan gagah.
"Kamu harus ingat, banyak orang menikah di luar sana tapi itu bukan berarti cinta. Tapi banyak yang belum menikah tapi memiliki keharmonisan dengan pasangan, kurasa status bukanlah hal penting. Kita menikah atau tidak, jika kamu nomor satu di hatiku, maka aku akan lebih membuatmu bahagia daripada istriku," ucap John dengan terus mengeluarkan rayuannya untuk mendapat Rachel kembali.
"Kurasa kamu benar," sahut Rachel.
"Aku memang benar, dan aku bisa melihat bahwa kamu akan menerima hubungan ini," ucap John dengan tersenyum.
Rachel menghela napas, tersenyum malu-malu dan menundukkan kepalanya.
"Apa tebakan ku benar?" tanya John.
Rachel hanya mengangguk.
John langsung tersenyum lega, kemudian beranjak berdiri dengan mengajak Rachel.
"John, kenapa berdiri?" tanya Rachel.
"Karena kita akan pergi dari sini," jawab John kemudian melambaikan tangannya ke arah waiters.
John segera membayar biaya makanan dan minumannya yang dia konsumsi di cafe itu, kemudian mengajak Rachel meninggalkan cafe menunju ke arah yang sangat berlawanan dari jalan menuju rumahnya.
"Kita akan ke mana?" tanya Rachel.
"Ke tempat di mana tidak akan ada yang tau bahwa kita bersama, dan tidak akan ada yang mengganggu kita," jawab John kemudian mencium tangan Rachel sembilan fokus mengemudi.
Rachel pun terdiam, tersenyum melirik John yang terlihat seperti hanya mencintainya, seperti tidak ingat dengan istrinya lagi.
'Dia sangat berbeda dengan Travis. Travis bahkan sering meninggalkan aku untuk menemui pasiennya yang mengalami keadaan darurat, seolah aku bukan prioritas utamanya lagi .. tapi sialan aku masih saja mencintainya, tapi John sanggup untuk mencintai aku lebih darinya. Aku benar-benar harus membiarkan perselingkuhan ini terjadi, untuk memantapkan hatiku mengenai siapa yang paling baik untukku,' batinnya dengan tersenyum tipis, membayangkan bagaimana indahnya menjalani hubungan dengan John lagi tanpa harus meninggalkan Travis.
____
Di rumah, Phoebe berdiam diri di dalam kamar. Dia masih setia menunggu John yang tak kunjung pulang. Wanita itu memainkan ponselnya sambil bersandar dengan santai di sofa, melihat postingan-postingan video tentang pregnancy dan bayi.
"Hmm ... aku belum datang bulan sejak satu bulan. Apa mungkin aku ..."
Phoebe jadi penasaran, meraba perutnya yang masih datar. Dia membayangkan jika saja dia hamil, mungkin John akan sangat bahagia, bahkan keluarganya juga karena selalu menanyakan tentang cucu yang pastinya akan jadi pewaris kekayaan John dan keluarganya meski harus dibagi dengan adik-adik John.
Drett ... drett ...
Ponselnya mendadak berdering karena ada panggilan masuk dari nomor kontak yang diberi nama "Alicia", dan Phoebe segera menjawabnya.
"Hallo, Alicia?"
"Hey, Phoebe. Gimana kabarmu? Sudah lama sekali kita tidak mengobrol." seorang wanita bernama Alicia itu terdengar santai.
"I'm good. Kuharap kamu juga baik-baik saja," ucap Phoebe dengan tersenyum. "Kita tidak pernah mengobrol karena kamu memang tidak pernah menjawab panggilan dariku, kamu tidak pernah membalas pesanku di Instagram atau Facebook atau media sosial lainnya. Aku pikir kamu sudah hilang ditelan bumi!"
"Hahaha ... tidak, aku tidak hilang. Aku hanya sangat sibuk dengan aktivitas baru ku. Kamu tau, aku sekarang jadi maid di rumah seorang dokter yang sangat tampan. Aku sangat sibuk karena hanya aku maid di sini karena dokter itu cukup introvet. Dia tidak suka rumahnya terlalu ramai atau terlalu banyak penghuni," jelas Alicia terdengar senang.
"Benarkah begitu? Kenapa seorang dokter bisa introvet? aku sungguh tidak paham? lalu bagaimana dia berinteraksi dengan para pasiennya?" Phoebe bertanya-tanya dengan penasaran.
"Dia introvet untuk pergaulan, kebiasaan ... untuk profesinya sebagai dokter, dia sangat bisa menyesuaikan. Tapi ketika dia sudah pulang dari rumah sakit, dia akan berubah menjadi pria pendiam yang memilih untuk berdiam diri di rumah daripada have fun dengan teman atau pacarnya, bahkan pacarnya sering datang ke sini untuk mengajaknya have out tapi dia tidak bersedia."
Phoebe mengerutkan keningnya. "Lalu kenapa kamu sangat sibuk? Penjelasan ini sama sekali tidak ada urusannya dengan alasan kamu sangat sibuk!"
"Aku sangat sibuk karena hanya aku maid di rumah ini. asal kamu tahu rumahnya sangat besar dan semuanya harus terlihat bersih dan higienis. Bahkan dokter itu sering masak sendiri karena dia suka makanan sehat ...makanan sesuai dengan kriteria higenis dan sehat."
"Itu wajar karena dia dokter. Dokter tau apa yang baik untuk tubuh kita maka dia akan sangat hati-hati dalam memilih makanan juga," ucap Phoebe, sesekali melirik jam dinding yang menunjukkan waktu pukul 9, membuatnya berpikir bahwa harus tetap menunggu suaminya pulang dari kantor karena seluruhnya berjanji akan pulang jam 11. Hmm, tapi suaminya lembur dalam hal lain, bukan masalah kantor.