Setelah mengenakan pakaian John bersantai di sofa bersama Phoebe yang duduk di sampingnya sambil memainkan ponsel. Pria itu menatap ke arah TV yang menyala menampilkan film action yang merupakan film favoritnya namun yang ada di pikirannya adalah tentang bagaimana caranya untuk bisa berduaan dengan Rachel selagi masih di kota ini.
Phoebe melirik John yang menatap lurus ke depan, berpikir apakah mungkin suaminya itu berbohong padanya.
'Tapi tadi aku benar-benar menghirup parfum beraroma yang khas aroma parfum wanita di pakaiannya. Tidak mungkin dia memakai parfum wanita? Dan kenapa dia membawa ponsel di kamar mandi? Dan siapa yang menelpon pagi-pagi buta begini?' Phoebe terus merasa penasaran sembari memainkan ponselnya.
"Sayang sepertinya besok aku akan keluar kota karena ada proyek di sana," ucap John sambil melirik Phoebe.
"Kalau begitu aku akan ikut karena sudah lama kamu tidak mengajak aku bepergian," sahut Phoebe, merasa semakin tidak tenang karena suaminya itu mendadak ingin ke luar kota.
"Tidak kamu tidak perlu ikut karena ini bukan kunjungan ke tempat yang menyenangkan. Kamu akan bosan di sana karena tidak ada listrik dan tempatnya masih sangat terisolir. Aku akan sangat sibuk di sana nanti."
"Tempat terisolir?" Phoebe mengerutkan keningnya, menatap John dengan curiga.
"Iya, Sayang. Itu adalah tempat yang cukup terpencil. Lokasinya adalah lokasi pedesaan dan aku berencana untuk membuka lapangan kerja di sana supaya penduduk di sana lebih makmur," jelas John mulai mengarang cerita.
Phoebe segera meletakkan ponselnya ke atas meja kemudian menatap John dengan serius. "Sayang, Aku sungguh suka tempat-tempat seperti itu. tolong izinkan aku ikut!" Dia pun sangat memohon.
John terdiam dengan resah, merasa kacau karena ide ini malah membuat Phoebe ingin ikut dengannya. Dia pun kembali menatap istrinya dengan penuh harap kemudian berkata,
"Sayang kamu tidak perlu ikut karena aku di sana hanya selama 2 hari. Itu hanya akan membuatmu lelah jika kamu ikut ... percayalah padaku."
"Tapi aku sungguh bosan di rumah terus menerus," sahut Phoebe dengan menekuk wajahnya dan cemberut.
John pun merangkul Phoebe dari samping kemudian berkata, "aku janji setelah urusanku selesai, Aku akan mengajakmu pergi jalan-jalan kemanapun kamu mau. Ini seperti honeymoon kedua untuk kita dan pastinya lebih menyenangkan daripada ikut aku keluar kota selama 2 hari."
"Honeymoon kedua?"
"Yeah ... Pergi liburan denganmu sama saja honeymoon kedua karena sampai sekarang kita belum punya baby," ucap John dengan menaikkan alisnya.
Phoebe menatap John yang tiba-tiba menyinggung soal baby, membuatnya berpikir apakah mungkin jika suaminya itu selingkuh tetapi masih menginginkan anak darinya. "Apa kamu benar-benar ingin segera punya baby?" tanyanya.
John terdiam sejenak kemudian mengangguk pelan. "Tentu saja aku ingin punya baby karena kita sudah menikah dan kita sudah punya segalanya maka tidak ada salahnya jika kita punya baby."
Phoebe tersenyum tipis, mencoba untuk berubah pikiran tentang aroma parfum tadi, dan teringat pada fakta bahwa dirinya sudah telat datang bulan.
"Apa yang terjad? kenapa kamu tersenyum?" John bertanya-tanya dengan tatapan menyelidiki pada Phoebe.
"Emmm ... Nothing," jawab Phoebe sambil menggelengkan kepalanya. "Aku hanya membayangkan jika kita punya baby pasti rumah tangga kita akan terasa lebih berwarna. Mungkin aku tidak akan kesepian lagi saat kamu pergi bekerja."
"Itu pasti. Bahkan aku akan sering pulang lebih awal karena aku akan selalu merindukan baby kita," ucap John dengan tersenyum.
"Kita berkhayal terlalu jauh," ucap Phoebe dengan tersenyum simpul.
"Dan khayalan ini semakin membuat aku ingin mewujudkan khayalan itu," sahut John kemudian meraba bibir Phoebe dengan lembut. "Bisakah kita pindah ke kasur, Atau kamu ingin di sofa saja?"
"Apa maksudmu?" tanya Phoebe.
"Kita buat baby," jawab John dengan tersenyum menggoda, hendak mencium Phoebe namun malah dihindari.
"John, ini sudah pagi. Aku tau kamu harus ke kantor lagi jam delapan ... Aku akan menyiapkan sarapan sekarang," ucap Phoebe sambil menyingkirkan tangan John dari wajahnya.
"Sayang, kita bisa pesan makanan, atau bila perlu mulai hari ini aku akan memperkerjakan maid yang bertugas untuk memasak supaya kamu tidak perlu masak dan membersihkan rumah ini," sahut John dengan serius. "Aku menjadikan mu sebagai istriku untuk melayani ku, untuk aku cintai, bukan untuk menjadi maid di rumah ini," lanjutnya.
"Aku tidak mengatakan bahwa aku adalah maid di rumah ini."
"Yeah, tapi kamu bersikap seperti maid. Diamlah di sini, kita cuddle, menikmati suasana pagi ... Jangan terus menerus sibuk dengan urusan pekerjaan rumah," ucap John kembali merangkul Phoebe dengan erat. "Asal kamu tau, aku rindu suasana mesra ... Aku benar-benar menyesal telah ketiduran di kantor."
Phoebe pun hanya diam pasrah, merasa aneh dengan sikap John. 'Apakah dia seperti ini untuk menutupi perbuatannya, untuk menutupi kesalahannya yang sudah tidak pulang semalam? Aku benar-benar penasaran dengan semua yang dia katakan benar atau tidak,' batinnya dengan resah.
___
Di tempat lain tepatnya di sebuah kamar hotel, Rachel sedang duduk santai sambil menikmati kopi dengan duduk di kursi tepat di dekat jendela yang terbuka, membuatnya bisa melihat matahari terbit.
"Hmm ... Aku akan menghabiskan waktu lebih lama dengan John di apartemennya, itu berarti aku harus pandai mencari alasan ketika Travis menghubungi aku," gumam Rachel yang hanya mengenakan bathrobe berwarna putih dan memakaikan handuk putih pada rambutnya yang masih basah. Hmm, sepertinya dia habis keramas setelah menjalani malam terlarang dengan suami orang, yaitu John.
Drett ... Drett ....
Rachel melirik ponselnya yang terletak di atas meja, melihat ada panggilan masuk dari nomor kontak bernama "My Man". Dia pun segera meraih benda canggih itu, kemudian menjawab panggilan.
"Hallo, Babe," sapa Rachel dengan santai.
"Sayang, kapan kamu kembali ke new York? Aku sangat merindukanmu ... Kenapa kamu pergi lama sekali di sana? Apa nenekmu sedang tidak sehat sehingga kamu tidak segera kembali?" Seorang pria bertanya-tanya dari telepon.
"Maaf, Sayang. Aku tidak bisa segera kembali karena aku ada urusan penting," jawab Rachel mulai mengarang cerita. "Aku harus sudah berjanji untuk menghadiri pembukaan cabang baru perusahaan kosmetik milik temanku. Aku benar-benar tidak enak jika mendadak pulang sebelum acara itu diselenggarakan."
"Benarkah begitu?"
"Iya, Sayang. Bahkan sepertinya aku akan sibuk sama beberapa hari sehingga kita tidak bisa terus berkomunikasi," jelas Rachel dengan suara yang dibuat seperti sedih.
"Padahal dalam waktu beberapa hari ini aku tidak terlalu sibuk. Aku pikir aku bisa meluangkan waktu bersamamu tapi ternyata kamu malah sibuk."
"Aku janji setelah urusanku selesai Aku akan segera kembali dan mungkin kita bisa hangout bersama," ucap Rachel kemudian menyeruput kopinya.
"Tidak kita tidak akan pergi kemanapun tapi aku akan melakukan hal yang spesial di rumah atau di apartemen ku. Itu lebih berharga daripada bersenang-senang di luar," sahut pria itu.
Rachel menghembuskan nafas kasar. "Well ... Aku tau kamu tidak pernah suka bersenang-senang di luar. Sekarang aku akan lanjut tidur. Aku masih ngantuk."
"Baiklah, Sayang. Jangan lupa untuk bangun pagi dan sarapan sehat. Aku mencintaimu ..."
"Aku juga mencintaimu," ucap Rachel kemudian segera memutuskan sambungan telepon itu.
Rachel meletakkan ponselnya kembali ke atas meja, terdiam dengan tatapan mengarah pada pemandangan di hadapannya.
'Travis memang manis, tapi dia tidak tau apa yang membuatku bahagia, sedangkan John selalu tau apa yang aku inginkan. Aku semakin ingin memilih untuk bersama John selamanya daripada Travis. Tapi pastinya akan ada banyak pro dan kontra dengan keputusan ku nanti, termasuk mama yang sangat ingin menjadikan Travis sebagai menantu!' batinnya dengan gusar.