John memasuki rumah yang tampak sepi, lanjut segera ke kamar dengan berlari-lari kecil melintasi tangga hingga akhirnya tiba di kamar dan melihat sekeliling dengan harapan menemukan Phoebe.
"Phoebe ... Phoebe, Aku bisa jelaskan semuanya. Kita bisa perbaiki semuanya," ucap John sambil berjalan menuju teras balkon.
Setibanya di teras balkon, John tetap tidak menemukan Phoebe. Dia pun kembali memasuki kamar kemudian memasuki ruang walk in closet hingga mendengar ada suara gemericik air cari arah kamar mandi. Pria itu pun segera mendekati kamar mandi, lalu mengetuk pintu.
"Phoebe ... Apa kamu di sana?" John bertanya dengan mendekatkan wajahnya pada pintu kamar mandi sambil mengetuk-ngetuk. "Phoebe ... Tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Tolong jangan seperti ini ... Aku benar-benar menyesal, dan aku baru tahu kalau kamu datang untuk memberitahu bahwa kamu hamil ... Aku sangat senang dengan kabar itu!"
Berkali-kali mengetuk dan bicara, namun tetap tidak mendapatkan respon dari arah dalam kamar mandi. John pun segera membuka pintu yang ternyata tidak dikunci, kemudian masuk dan matanya sukses terbelalak saat melihat Phoebe terkulai lemas di lantai dengan air yang masih mengalir membasahi tubuhnya yang hanya mengenakan bra dan underwear.
"Ya Tuhan, Phoebe ...!"
John panik, segera mematikan shower dan mengambil handuk untuk menutupi sebagian tubuh Phoebe. Dia bergegas membawa istrinya itu ke kamar, lalu meletakkannya di atas ranjang dan mengelap tubuhnya hingga agak kering. Pria itupun segera menyelimuti tubuh istrinya, lalu duduk di sampingnya, mencoba untuk membangunkannya.
"Phoebe ... Bangunlah. Tolong jangan seperti ini? Aku benar-benar tidak ingin jadi hal buruk padamu atau Aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri!" John berkata dengan senyum, menatapi wajah Phoebe yang pucat dan menepuk pipinya dengan pelan.
Phoebe perlahan terbangun, membuka matanya hingga melihat John yang tersenyum padanya. Dia pun segera bergeser, menjauhkan tubuhnya dari suaminya itu dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan sentuh aku!" ucapnya.
"Phoebe, aku tau aku salah... Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya!" sahut John dengan tatapan memohon. "Tolong jangan menyiksa dirimu sendiri hanya karena masalah ini, karena itu bisa membahayakan kesehatan mu, kesehatan calon anakku!"
"Jangan berlagak peduli, bajingan!" seru Phoebe dengan tangis tak tertahankan, kembali terbayang-bayang saat John begitu panas bercinta dengan Rachel. Dia menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, menekuk lututnya dan meremas rambutnya dengan frustasi, enggan menatap suaminya lagi. "Aku tidak bisa terima itu, aku tidak bisa ... Kamu benar-benar jahat, kamu tega ... Kamu menggunakan tanganmu untuk menyentuh wanita lain, lalu setelah itu kamu kembali padaku lagi. Itu benar-benar menjijikan!"
"Phoebe, aku melakukan itu karena dia menggoda aku!" sahut John dengan keras.
"Dan kamu tergoda, kamu tidak bisa menjaga dirimu sendiri!" ucap Phoebe dalam tangis emosional. "Jika kamu tergoda lalu kamu mau berhubungan dengannya, itu berarti kamu akan terus-menerus seperti itu. Kamu bukan pria setia!"
John menghela napas, terdiam dengan menekuk wajahnya, merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Phoebe adalah benar.
"Aku tidak menyangka kamu tidak melakukan ini. Ternyata sikap manismu tidak menjamin kesetiaan mu, kamu benar-benar jahat ... Kamu brengsek!" ucap Phoebe.
"Yeah ... Aku memang seperti itu, tapi itu semua sudah terlanjur," sahut John pasrah.
Phoebe menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskan dengan perlahan, mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia kembali melirik John, selalu teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu menghirup aroma parfum wanita di pakaiannya, selalu melihatnya membawa ponsel di kamar mandi dan keluar kota selama 2 hari tanpa bisa dihubungi.
"Sejak kapan kamu bersama dia?" tanyanya.
"Baru beberapa hari," jawab John dengan jujur, dan hatinya pun berkata.
"Apa kamu juga keluar kota bersama dia?"
"Yeah."
Phoebe menghela napas, terpejam sejenak dengan air mata yang kembali menetes dengan begitu deras, sebab hatinya rasa sakit bagaikan tertusuk ribuan jarum. Pengakuan John benar-benar menghancurkannya, namun dia jadi tahu bahwa suaminya itu tidak baik bentuknya.
"Kamu tidak mencintai ku," ucapnya sendu.
John langsung menatap Phoebe. "Aku mencintaimu ... Meskipun aku bersamanya, Aku tidak pernah melupakan kamu. Kamu tetap nomor satu di hatiku, kamu istriku ... Kamu memiliki aku dan akupun memiliki mu. Tentu saja aku mencintaimu!"
"Tapi kamu bersamanya ...."
"Karena dia menggoda aku, dan aku juga tidak bisa menghindarinya ... Ini sulit, ini tidak semudah yang kamu kira!" John menegaskan, berbalik menyalahkan Phoebe. "Aku memang tidak setia, tapi aku tetap mencintaimu ... Aku menjadikan mu sebagai yang utama, aku memenuhi semua kewajiban ku sebagai suami. Aku membuatmu bahagia tanpa menuntut apapun darimu, bahkan aku menaikkan derajat mu ... Memberikan segalanya untukmu sedangkan tidak banyak hal yang kamu lakukan untuk aku. Seharusnya kamu bersyukur aku tetap mencintaimu!"
Seketika Phoebe terdiam dengan perasaan yang semakin sakit, karena perkataan seolah merendahkannya, merendahkannya sebagai istri miskin yang tidak mampu membahagiakan suami.
"Aku tidak butuh cintamu atau kamu membuatku bahagia jika kamu tidak setia. Itu semua percuma, tidak berguna samasekali ... Bahkan kekayaan ini samasekali tidak ada artinya untukku ... Yang aku mau kesetiaan dan cintamu... bukan uangmu!" Dia pun menegaskan dengan tangis yang semakin emosional. "Kenapa kamu berkata seperti itu ... Kamu berkata seolah aku ini hanya wanita miskin yang harus bersyukur karena aku mendapatkan kamu yang memiliki segalanya. Yeah, aku memang bersyukur, tapi bukan berarti kamu bisa bertindak semena-mena padaku dengan menghianati aku ... Itu sama saja kamu tidak mencintai aku. Kamu jahat!"
"Maaf ... Aku tidak bisa mengendalikan diriku. Aku tahu aku payah, Tapi aku tidak tahu harus berbuat apa-apa karena ini sudah terlanjur," sahut John dengan kesal.
Phoebe menghela napas, melirik John yang sudah mengaku bersalah. "Kalau begitu hentikan perselingkuhan kalian."
"Aku tidak bisa."
Phoebe kembali menangis. "Kenapa? Apa kamu lebih mencintai dia daripada aku?"
"Aku sama-sama mencintai kalian dan aku tidak ingin kehilangan salah satu dari kalian!" John menegaskan, teringat pada Rachel yang tadi menelpon sambil menangis.
"Apa itu berarti kamu akan memiliki dua istri?" tanya Phoebe dengan terus menangis, semakin sakit karena John mengaku sama-sama mencintai wanita itu. Itu membuatnya merasa tidak spesial lagi sebagai seorang istri, merasa tidak sanggup jikalau harus berbagi cinta.
"Aku tidak tahu," lirih John dengan memalingkan wajahnya.
Phoebe kembali terdiam, melirik John yang sudah tidak menjadikannya yang utama lagi karena ada wanita lain di hatinya, bahkan dengan tanpa keberatan untuk mengakui mencintainya. Hatinya semakin hancur, merasa tidak sanggup untuk melanjutkan semua ini, karena dia merasa akan tersingkir, merasa suaminya pasti akan lebih membela wanita itu, dan tentunya dia tidak ingin berbagi cinta. itu tidak pernah terbayangkan olehnya samasekali, itu seperti mimpi buruk untuknya, bahkan untuk semua wanita di dunia ini.
"Mari kita bercerai saja," ucapnya lirih.
Seketika John berdiri, menoleh, menatap Phoebe dengan tatapan tajam. "Apa kamu gila? Kamu ingin bercerai dariku saat kamu mengandung anakku? Itu tidak akan pernah terjadi!" Dia pun menegaskan dengan emosi yang begitu saja memuncak.