Chereads / My Beautiful Pregnant Maid / Chapter 13 - Pasangan egois

Chapter 13 - Pasangan egois

Keesokan harinya ... 

John menggeliat, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku kemudian memiringkan posisinya dan meraba-raba sampingnya seolah ingin memeluk seseorang. Pria itupun terdiam dan membuka matanya, menatap tempat kosong yang seharusnya ada Phoebe di sana. 

"Di mana dia sekarang? Apa dia baik-baik saja? Dia sedang hamil muda ... Dia pasti mengalami kesulitan dan mungkin juga tidak punya uang." John berkata dengan lesu, kemudian bergeser hingga memposisikan dirinya bersandar pada kepala ranjang. Pria itu mengulurkan tangannya ke arah meja samping ranjang dan mengambil ponselnya. 

"Seharusnya Sam sudah memberi kabar tentang kemajuan dari mencari Phoebe," ucapnya kemudian segera menghubungi orang kepercayaannya.

Hingga beberapa kali memanggil, akhirnya John terhubung dengan Sam. 

"Hallo, Sam. Apa kamu sudah menemukan petunjuk tentang di mana istriku berada?" tanya John.

"Kemungkinan besar dia di New York," jawab Sam terdengar seperti baru bangun tidur. 

"New York?" John mengerutkan keningnya. 

"Iya. Kemarin aku memeriksa riwayat penumpang pesawat di bandara. Aku menemukan data tentang istrimu dan adiknya yang melakukan perjalanan menuju New York dengan salah satu pesawat di sana," jelas Sam.

John terdiam dengan tatapan kosong, berpikir tentang apa yang Phoebe lakukan di New York karena dia tau bahwa tidak ada kerabatnya yang tinggal di sana. 

"Kenapa dia pergi ke sana? Lalu di mana dia tinggal? Apa dia menyewa rumah atau kontrakan?" John bertanya-tanya. 

"John, nanti aku akan melakukan pencarian lagi. Sekarang biarkan aku tidur," seru Sam.

"Tidurlah," sahut John kemudian segera memutuskan sambungan telepon itu. Dia lanjut berpikir mengenai Phoebe dan Matheo. "Baiklah ... Aku akan ke New York hari ini. Mungkin aku bisa bertemu dengan Rachel juga karena aku merindukannya. Aku ingin melihat dia baik-baik saja ... Aku tidak bisa untuk tidak peduli padanya juga," lanjutnya dengan gusar. 

John turun dari ranjang. Segera berjalan menuju ruang walk in closet hingga tiba di sana. Pria itu segera melucuti pakaiannya, meletakannya ke keranjang khusus pakaian kotor, lalu memasuki kamar mandi. Dia segera menekan tombol power shower, lalu tubuhnya pun langsung terguyur air yang begitu dingin..

"Sialan, dingin sekali!" umpat John sambil menundukkan kepalanya sementara tangannya mulai menyugar rambutnya hingga basah keseluruhan. 'Andai ada Phoebe, dia pasti menyiapkan air hangat untukku sebelum aku mandi. Bahkan sarapan akan selalu tersedia. Tapi hari ini aku harus sarapan di luar, dan rumah ini akan berantakan karena tidak ada yang beres-beres. Sepertinya aku harus menyewa maid,' batinnya. 

___ 

Di sebuah rumah mewah bernuansa putih, tepatnya di dalam kamar, Rachel sedang tidur begitu nyenyak di atas ranjang berukuran Queen size yang beralaskan sprei berwarna putih. 

Ceklek ... 

Pintu terbuka. Seorang pria yang berpakaian seperti dokter, memasuki kamar itu dan langsung menghampiri Rachel. Pria yang mengenakan celana hitam dipadu dengan atasan biru gelap dan jas putih itu duduk di tepi ranjang, lalu mengelus kening gadis itu dengan tatapan heran. 

"Sayang, kenapa kening mu bisa terluka begini?" tanyanya. 

Rachel pun terbangun, menggeliat sebentar dan melirik pria itu yang duduk di sampingnya. "Travis," ucapnya lesu. 

"Apa yang terjadi padamu, kenapa kamu bisa terluka?" tanya pria yang ternyata adalah Travis, kekasih Rachel.

"Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil akibat terbentur saat aku di rumah nenek," jawab Rachel bohong kemudian merangkul pinggang Travis dan memejamkan matanya kembali. "Aku tidak menyangka pagi-pagi sekali kamu datang ke sini," lanjutnya. 

"Aku datang karena aku rindu kamu. Sejak kemarin kamu tidak menghubungi aku ... Aku rindu kamu, aku tidak bisa berhenti memikirkan kamu," jelas Travis sambil menyugar rambut Rachel yang agak kusut. "Kamu pergi terlalu lama," lanjutnya kemudian mengecup kening kekasihnya itu.

"Aku benar-benar sibuk dengan teman-temanku di sana. Kami meluangkan waktu bersama selagi aku di sana," ucap Rachel bohong, lalu melirik Travis yang terlihat seperti akan berangkat dinas ke rumah sakit. "Aku pikir kamu ke sini untuk meluangkan waktu bersamaku karena aku sudah lama tidak bertemu dengan kamu. Tapi kamu akan berangkat dinas." 

Travis menghela napas. "aku tidak bisa meninggalkan kewajibanku. Tapi aku janji ketika jam kerjaku selesai aku akan ke sini lagi." 

"Itu berarti kamu masih bisa menahan rindumu padaku. Ada kamu tidak terlalu merindukan aku," ucap Rachel dengan ketus, beralih posisi memunggungi Travis. "Sekarang kamu boleh pergi, pekerjaan paling penting daripada aku," lanjutnya agak kesal. 

"Ya Tuhan, kenapa kamu malah marah?" tanya Travis dengan frustasi. 

"Aku tidak marah," jawab Rachel. 

"Tapi kamu bersikap seperti ini ... Kamu tidak memahami aku, Rachel ... Kamu tau sendiri, pekerjaan ku juga menyangkut tentang kesehatan para pasienku yang pastinya para wanita hamil ... Mereka perlu memastikan kesehatan bayi mereka. Aku sebagai dokter pilihan mereka, memegang tanggung jawab begitu besar untuk kesehatan dan keselamatan bayi mereka," jelas Travis dengan frustasi, kemudian beranjak berdiri. "Aku Iya habis pikir kenapa kamu selalu mempermasalahkan hal ini seolah kamu tidak suka dengan pekerjaanku?" tanyanya.

"Karena kamu tidak memprioritaskan aku sama sekali," jawab Rachel dengan kesal. "Kamu bilang kamu rindu aku, tapi kamu tetap akan meninggalkan aku padahal kamu lihat aku sedang tidak baik-baik saja. Kamu bisa saja menunda pekerjaanmu tapi kamu tidak melakukan itu karena kamu lebih peduli pada pasien mu daripada aku," lanjutnya agak sendu. 

"Okay ..." Travis menghela napas, merasa ingin mengikuti semua permintaan Rachel. Dia hendak duduk kembali namun tiba-tiba ponselnya yang terletak di saku jas putihnya berdering. Pria itu pun segera menjawab panggilan itu sambil berjalan menjauh dari ranjang. 

"Hallo, Anne?" 

"Dr Travis, Anda harus segera datang ke rumah sakit karena ada pasien dengan kondisi urgent," ucap seseorang bernama Anne dari telepon.

"Baiklah, saya akan segera datang," sahut Travis dengan sigap kemudian memutuskan sambungan telepon itu. Dia kembali menoleh pada Rachel yang kini menatapnya, membuatnya merasa bersalah karena harus meninggalkannya. 

"Pergilah," seru Rachel dengan ketus.

"Sayang, aku janji aku akan kembali saat selesai mengurus satu pasien ini," sahut Travis menyadari bahwa Rachel mendengar pembicaraannya dengan Anne. 

"Aku tau, pergilah," seru Rachel. 

Travis menghampiri Rachel, kemudian mencium keningnya sebentar. Setelah itu, dia segera pergi meskipun dia tau bahwa kekasihnya sangat kecewa. Pria itu samasekali tidak bisa mengutamakan kekasihnya karena pasiennya yang sedang dalam kondisi urgen sangat membutuhkannya. 

"Dan ketika kamu menangani pasien kritis, kamu tidak akan pulang ataupun datang ke sini sampai sore atau malam. Kamu akan terus menerus di rumah sakit ... Kamu terlalu care pada pasien mu," lirih Rachel dengan tatapan begitu kesal pada Travis yang semakin jauh berlalu dari pandangannya. 

Merasa jenuh, kesal, dan semakin tidak menginginkan Travis, Rachel beralih menghubungi John. Yeah, hanya John yang dia inginkan, yang selalu membuatnya lega. 

"Hallo, John." 

"Rachel, apa kamu baik-baik saja?" tanya John terdengar khawatir. "Sejak tadi aku hubungi kamu tapi kamu tidak menjawab. Apa kamu sedang berada dalam situasi tidak aman untuk bicara padaku?" 

Rachel tersenyum tipis, membayangkan wajah tampan John. "Aku baik-baik saja, John. Tadi aku tidak menjawab karena aku masih tidur," ucapnya. 

"Syukurlah kalau begitu," sahut John terdengar lega. 

Rachel tersenyum tipis. "Gimana dengan istri kamu?" 

"Dia minggat dari rumah bersama adiknya. Dan asal kamu tahu ternyata dia ke New York. Aku berencana untuk ke New York hari ini untuk mencarinya," ucap John dengan resah. "Aku berharap kamu bisa menemui aku sebentar saat aku sedang tidak mencarinya ... I Miss you." 

Rachel terdiam, ingat bahwa Travis sedang sibuk mengurus pasien. Dia berpikir itu adalah kesempatan yang tepat untuk bertemu dengan John.