Phoebe melepas seatbelt yang terpasang pada tubuhnya, sementara Matheo duduk di sampingnya melirik ke arah rumah di dekat taxi yang mereka naiki sekarang.
"Ini adalah tempat kerja temanmu?" tanya Matheo.
"Iya, ini alamat yang dia kirimkan padaku," jawab Phoebe kemudian membuka pintu mobil dan segera keluar. Dia berjalan mendekat ke arah gerbang namun sebelumnya dia kembali menoleh menatap Matheo yang masih tetap berada di dalam mobil namun membuka jendela. "Kamu tidak pernah menjemput aku nanti. Aku akan pulang sendiri," lanjutnya.
"Tidak, aku akan datang ke sini sekitar jam 05.00 dan kamu harus siap untuk pulang ke apartemen temanku. Kamu harus nurut karena ini demi kebaikan," sahut Matheo dengan tatapan datarnya. "John bisa saja meminta orang-orangnya untuk berpencar mencari keberadaanmu. Dan itu akan membuatmu ketahuan jika kamu menaiki kendaraan umum seperti kereta atau bus ... Jadi aku tidak ingin mengambil resiko."
"Baiklah kalau begitu jam 05.00 kamu ke sini," ucap Phoebe kemudian berjalan menuju gerbang yang tertutup. Dia segera melirik celah-celah pada gerbang berwarna hitam itu dan melihat ada security yang segera membukanya.
Security berpakaian formal berwarna hitam kebiruan itu mempersilahkan Phoebe untuk masuk, lalu segera menutup gerbang kembali. Security yang merupakan pria berperawakan gagah berusia sekitar 40 tahun itu menatap Phoebe yang sedang menatapi rumah megah bernuansa putih bersih di hadapannya.
"Nona, Apa Anda datang ke sini untuk mencari Dr Travis atau ada keperluan lainnya?" tanya security itu.
"Saya tidak mencari dokter tapi saya datang ke sini untuk menemui teman saya yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di sini," jawab Phoebe kemudian mengambil ponselnya dan menunjukkan foto Alicia yang dia miliki kepada security itu. "Dia bernama Alicia dan dia bilang pada saya bahwa dia bekerja di sini," ucapnya.
Security itu mengangguk-anggukkan kepalanya saat setelah melihat foto Alicia. "Dia memang bekerja di sini dan kamu bisa menemuinya sekarang. Kamu langsung masuk saja, kamu bisa hubungi dia supaya dia keluar dari kamar karena dia masih belum terlalu sehat," ucapnya.
"Baiklah kalau begitu, saya temui dia sekarang," sahut Phoebe kemudian segera berjalan memasuki rumah mewah bernuansa putih bersih yang sangat di klasik namun elegan. Ada beberapa vas besar lengkap dengan bunga hias di sekitar teras, dilengkapi oleh kolam kecil memanjang berisi air jernih dan ikan-ikan hias.
Phoebe menginjakkan kakinya pada lantai teras berwarna putih bersih, membuatnya merasa harus memastikan bahwa sendal yang dia pakai benar-benar bersih sehingga tidak menodai lantai putih itu. Wanita yang memakai setelan berwarna abu-abu itu pun lanjut berjalan sampai tiba di depan pintu dan segera menghubungi Alicia sambil mengetuk pintu itu.
"Alicia, Sekarang aku sudah ada di depan pintu rumah majikanmu," ucap Phoebe saat sudah terhubung dengan Alicia.
"Kalau begitu kamu masuk saja karena pintu tidak dikunci," seru Alicia terdengar selesai. "Kamu tidak perlu sungkan karena hanya ada aku di dalam rumah besar ini," lanjutnya.
"Baiklah aku akan masuk," sahut Phoebe segera memutuskan sambungan telepon itu.
Phoebe segera membuka pintu berukuran besar berwarna putih itu dengan kedua tangannya, lalu menatap suasana ruang tamu yang begitu megah. Wanita itu berjalan pelan memasuki rumah mewah itu, mencari lokasi kamar Alicia hingga melewati beberapa ruangan.
"Hey!"
Phoebe menoleh ke belakang saat menyadari seseorang memanggilnya. Dia pun menoleh ke belakang dan melihat Alicia yang berdiri di dekat pintu sebuah ruangan yang mungkin adalah kamarnya. Dia pun segera menghampiri sahabatnya itu kemudian memeluknya.
"Akhirnya kita bertemu lagi!"
"Dan kita bertemu dengan keadaan yang sangat tidak baik. Kamu sakit hati sedangkan aku sakit fisik," ucap Alicia sambil melepas pelukan Phoebe. Dia tersenyum, terlihat alamat dan pusat memakai setelan berwarna abu-abu dan membiarkan rambutnya tergerai begitu saja. "Apa kamu datang sendiri atau kamu bersama Matheo?" tanyanya.
"Aku sendiri karena Matheo sedang ada urusan penting, tapi dia akan menjemput aku jam lima nanti," jawab Phoebe dengan santai, lalu melirik suasana rumah. "Rumah bosmu sangat megah, lebih megah daripada rumah John," lanjutnya.
Alicia menghela napas, segera mengajak Phoebe berjalan menuju sofa yang tersedia di ruang tengah sambil berkata, "rumah ini memang lebih mewah daripada rumah suamimu. Dan aku sangat kelelahan harus membersihkan rumah ini setiap hari."
"Kurasa kamu memang akan sangat kelelahan jika setiap hari membersihkan rumah ini sendirian. Mungkin aku bisa membantu kamu dengan bekerja di sini selama beberapa bulan," ucap Phoebe memanfaatkan kondisinya sekarang yang belum terlihat hamil karena perutnya masih belum buncit.
"Apa kamu serius?" tanya Alicia dengan tatapan.
Phoebe mengangguk kemudian berkata, "itu lebih baik daripada aku hanya berdiam diri di apartemen teman Matheo. Aku juga bekerja karena aku memang membutuhkan uang karena aku tidak mendapatkan uang dari John lagi."
"Masuk akal ... Dan terus-menerus berada di sini tidak akan membuat kamu ditemukan oleh John atau orang-orangnya. Di sini adalah tempat yang paling aman untuk kamu," ucap Alicia dengan serius. "Aku akan hubungi majikanku sekarang untuk memberitahukan tentang hal ini. Kuharap dia langsung setuju," lanjutnya.
Phoebe hanya mengangguk kemudian Alicia beranjak dari sofa dan kembali ke kamar untuk mengambil ponselnya.
Di dalam kamarnya Alicia mengambil ponsel yang terletak di atas ranjang berukuran medium yang beralaskan sebagai berwarna abu-abu. Dia duduk di sana kemudian mencoba menghubungi majikannya.
"Hallo, Dr Travis. Saya punya berita baik untuk anda," ucap Alicia saat sudah terhubung dengan sang majikan yang ternyata adalah Dr Travis yang merupakan kekasih Rachel.
"Kabar baik apa, Alicia? Tolong to the point saja karena saya sedang sangat sibuk," seru Travis dari telepon, terdengar agak tegas.
"Saya punya teman yang datang dari Ohio. Dia membutuhkan pekerjaan dan dia bersedia untuk bekerja di sini selama beberapa bulan," jelas Alicia.
"Apakah dia rajin dan bisa memasak?"
"Tentu saja. Dia sangat rajin, cantik dan pandai memasak," ucap Alicia, membuat Phoebe terlihat baik di mata Travis.
"Baiklah kalau begitu, kamu terima dia dan mulai besok bisa bekerja membantu kamu. Tapi awas, jika dia tidak seperti yang kamu katakan, lalu membawa masalah, kamu yang harus bertanggungjawab," sahut Travis dengan serius. "Saya sibuk. Saya matikan teleponnya."
"Iya, dok."
Sambungan telepon terputus. Alicia segera beranjak dari ranjang dan berjalan menuju keluar kamar. Dia bergegas menghampiri Phoebe yang sedang menatapi foto yang dipajang di dinding ruang tengah.
"Semuanya dokter," gumam Phoebe saat melihat foto keluarga yang terpasang pada dinding dengan bingkai begitu besar berwarna hitam. Di foto itu memperlihatkan keluarga besar yang semuanya berpakaian layaknya dokter yaitu memakai setelan jas putih.
"Itu ada keluarga besar majikanku. Mereka punya satu rumah sakit yang cukup besar di kota ini lalu ada juga cabang-cabang di kota lain," jelas Alicia sambil berjalan mendekati Phoebe. Dia sedikit berjinjit menunjuk ke arah foto, tepat pada pria yang berdiri paling pinggir. "Itu adalah majikanku yang akan menjadi majikan kita karena dia menerima kamu," lanjutnya.
"Wow .... Ternyata dia majikan yang introvert itu," sahut Phoebe dengan pandangan yang fokus pada Travis. "Dia tampan," lanjutnya.
Alicia tersenyum tipis. "Dia tampan, sweet, lembut dan dia adalah dokter kandungan. Kamu bisa bayangkan bagaimana jika menjadi istrinya pasti akan sangat bahagia karena dia tau bagaimana cara memperlakukan wanita hamil."
Seketika Phoebe terdiam dengan perasaan takut, takut jikalau ketahuan bahwa dia sedang hamil karena majikannya adalah dokter kandungan yang kemungkinan tau tentang tanda-tanda orang hamil.
'Huh, semoga saja aku tidak ketahuan,' batinnya gelisah.
"