Chereads / My Beautiful Pregnant Maid / Chapter 16 - Diinterogasi oleh Travis

Chapter 16 - Diinterogasi oleh Travis

Setibanya di kamar, Travis segera melepas kemejanya, kemudian meletakkannya ke sembarang arah. Dia beralih melirik Phoebe yang baru memasuki kamar, berdiri di dekat pintu sambil menundukkan kepalanya. Pria itu pun tersenyum tipis lalu mendekati wanita itu dengan santai. 

"Kenapa kamu terlihat sangat ketakutan?" tanyanya. 

"Eh ..." Phoebe perlahan menegakkan kepalanya, menatap Travis yang begitu tampan dengan brewok tipis dan dada yang kekar. Itu membuatnya langsung teringat pada John, ingat bagaimana tubuh indah dan kekarnya yang kini tak pernah dilihatnya lagi. "Tidak apa-apa. Saya hanya tidak tahu harus melakukan apa?"

"Seharusnya kamu bersikap santai saja seperti Alicia," seru Travis, lalu mengulurkan tangannya ke arah Phoebe. "Ngomong-ngomong kita belum berkenalan. Tidak mungkin aku memanggilmu dengan sebutan maid ... Itu terkesan aneh dan aku juga tidak suka. Jadi, sebutkan nama lengkap mu," lanjutnya.

Dengan agak gemetar, Phoebe pun bersalaman dengan Travis sambil berkata, "saya Phoebe ... Phoebe Rae."

"Nama yang cantik," sahut Travis dengan tersenyum.

"Terimakasih."

"Mungkin saja Alicia sudah menyebutkan nama saya padamu," ucap Travis kemudian berbalik jalan menuju ranjang. Dia duduk santai, lalu melirik Phoebe yang masih berdiri di tempat. "Saya Travis Lincolnshire, jangan panggil saya dengan sebutan 'Tuan'. Panggil saja dengan nama atau gelar saya."

"Dengan nama?" Phoebe mengerutkan keningnya. 

"Iya."

"Tapi itu tidak sopan, Tuan," ucap Phoebe dengan heran. 

"Dan percuma juga jika seseorang memanggil dengan gelar atau jabatan tetapi berperilaku kurang sopan ... Jadi, lebih baik panggil saya dengan nama tapi kamu tetap bersikap sopan. Lagipula, di sini hanya ada saya," sahut Travis dengan santai, melirik Phoebe yang masih sangat lugu. "Apa sebelumnya kamu pernah menjadi maid." tanyanya. 

"Sebenarnya belum," jawab Phoebe. 

Travis langsung mengerutkan keningnya. "Tapi Alicia mengatakan bahwa kamu dijamin bisa bekerja dengan profesional tapi ternyata kamu belum pernah menjadi Maid samasekali. Pantas saja kamu terlihat sangat gugup dan kurang cekatan ... Kamu seperti tidak tahu apa yang harus kamu lakukan sekarang ini." 

Phoebe menundukkan kepalanya, merasa tidak aman karena kejujurannya ini. "Maaf, Dok ... Saya memang tidak pernah menjadi maid tapi saya bisa melakukan semua pekerjaan rumah karena saya terbiasa melakukannya sendirian, bahkan saya bisa masak."

Travis menghembuskan napas kasar. "Memangnya Apa pekerjaanmu sebelumnya?" 

"Ehh ... Sebelumnya saya penjaga butik, Tapi itu sudah lama sebelum saya menikah," jelas Phoebe, mencoba menunjukkan keunggulan dari dirinya daripada dipecat begitu saja padahal dia baru mulai bekerja bahkan baru bersih-bersih di bagian ruang tamu. 

"Kamu sudah menikah?" 

"Iya, Dok."

Travis terdiam, menatap Phoebe yang begitu cantik dan anggun dalam kesederhanaan membuatnya berpikir tentang siapa pria yang beruntung mendapatkannya tetapi membiarkan dia bekerja menjadi seorang maid. 

"Di mana suamimu?" tanyanya. 

"Eh, dia di rumah," jawab Phoebe.

"Apa dia tidak bekerja sehingga kamu harus jadi maid?" tanya Travis dengan tatapan menyelidik. 

"Ehh ..." Phoebe jadi bingung, tidak tau harus bagaimana. Dia berpikir jika dia berkata jujur tentang kabur dari suaminya, tentu saja bos barunya itu akan mempermasalahkannya dan mungkin akan memecatnya. 

"Atau jangan-jangan dia sedang sakit sehingga kamu harus bekerja?" tanya Travis lagi. 

"Ehh, tidak. Dia tidak sakit tapi kami sepakat untuk bekerja masing-masing karena kami punya target untuk membeli rumah baru," jawab Phoebe bohong.

Travis mengangguk-anggukkan kepalanya. "Itu masuk akal, tapi jika saya jadi suamimu, saya tidak akan membiarkan kamu bekerja. Membeli rumah itu sudah menjadi tanggung jawab suamimu, bukan kamu yang harus ikut susah payah membantunya karena itu sudah kewajiban dia."

Phoebe tersenyum tipis lalu berkata, "tidak apa-apa karena ini juga keinginan saya. Lagi pula saya tidak ada pekerjaan di rumah sehingga lebih baik mencari pekerjaan sebelum kami punya anak."

Travis menghela nafas. "Aku tidak tahu pola pikir kalian tapi mungkin itu berdasarkan kondisi ekonomi kalian. Kita lupakan saja pembicaraan ini, sekarang kamu siapkan air hangat untuk saya lalu setelah itu kamu boleh lanjut mengerjakan tugasmu," ucapnya.

"Baik, Dok," sahut Phoebe kemudian berjalan menuju kamar mandi dengan melintasi ruang walk in closet yang bernuansa metalik dilengkapi dengan lemari-lemari ah mewah yang pastinya berisi barang-barang milik Travis. 

___

Di sebuah kamar hotel di kota New York, John baru saja terbangun. Pria itu masih berbaring di atas ranjang berukuran king size yang beralaskan supaya berwarna putih, terdiam menatap langit-langit ruangan yang bernuansa monokrom. 

"Dua hari tanpa kamu, rasanya sangat hampa. Aku rindu senyummu, aku rindu sikapmu yang lembut dan penuh perhatian, Aku rindu sarapan lezat bersamamu, Aku rindu aroma segar tubuhmu setiap pagi karena kamu rajin mandi pagi selalu memberi ciuman untukku sebelum aku berangkat kerja," gumam John dengan resah memikirkan di mana keberadaan Phoebe sekarang. "Seharusnya kamu tidak pernah pergi dariku karena kamu sedang mengandung anakku. Seharusnya kamu tidak perlu khawatir tentang hubunganku dengan Rachel, karena sampai kapanpun hanya kamu yang sangat layak menjadi istriku. Aku tidak akan biarkan siapapun merebutmu dariku, aku akan membuatmu kembali dalam pelukanku." 

Drett ... Drett ... 

Ponselnya yang terletak di sampingnya berdering, John pun segera mengambilnya dan melihat ada panggilan masuk dari Rachel. Dia pun menjawab panggilan itu.

"Hallo," sapa John.

"Hallo, Sayang. Aku kira kamu masih tidur," sahut Rachel terdengar begitu manis. 

"Aku baru saja bangun. Sebentar lagi aku akan bersiap mencari istriku ... Aku tidak bisa tidur nyenyak karena aku terus memikirkan dia," ucap John dengan gusar.

"Hmm, kamu sangat menyayanginya," sahut Rachel, terdengar tidak suka. 

"Rachel, tolong pahamilah aku. Walau bagaimanapun dia adalah istriku dan sekarang dia sedang hamil. Aku tidak bisa untuk tidak peduli padanya, aku mengkhawatirkannya," ucap John dengan gusar.

"Aku sudah mencoba memahamimu, kamu tidak perlu khawatir. Karena aku hanya selingkuhan di sini maka aku tidak berhak untuk terlalu cemburu. Aku hanya mengatakan bahwa hari ini aku tidak bisa menemui kamu karena aku sudah memiliki janji untuk menghabiskan waktu bersama pacarku. Jadi, jangan hubungi aku sampai aku menghubungi kamu lebih dulu," ucap Rachel.

John terdiam, juga merasa cemburu membayangkan Rachel bermesraan dengan pacarnya. 

"Apa yang akan kamu lakukan bersama dia?" tanyanya. 

"Aku tidak tau, tapi yang pasti aku akan berlama-lama bersama dia," jawab Rachel dengan santai, mungkin menyadari bahwa John cemburu.

John menghembuskan napas kasar, mengingat sekarang dia dan Phoebe jadi berantakan karena perselingkuhan ini akan tetapi Rachel masih bisa bermesraan dengan pacarnya. Pria itu merasa tidak adil, merasa bahwa Rachel tidak seharusnya meluangkan waktu bersama pacarnya karena dia pun tidak bisa bersama Phoebe.

"Jangan bercinta dengannya!" ucapnya dengan ketus.

"Aku tidak janji," jawab Rachel kemudian sambungan telepon itu terputus begitu saja. 

John yang merasa kesal karena rasa  cemburu yang menguasai hatinya ditambah dengan kesal karena ditinggalkan oleh Phoebe, membuang ponselnya ke sembarang arah. Dia menyingkirkan selimut dari tubuhnya dengan kesal, melakukan segala hal dengan kesal. Pria itu membayangkan wanita-wanita yang dia cintai sedang bersenang-senang dengan hidup mereka sendiri sementara dia malah kesal dan kebingungan. Hmm, itu adalah akibat dari ulahnya sendiri.