Rehan menatap Dinda yang saat itu sedang kesakitan, ia takut bahwa suara rintihan Dinda akan didengar oleh ibu mertuanya yang ada di bawah.
Rehan pun mendekati Dinda dan menyodorkan tangan untuk membantu Dinda yang masih kesakitan.
"Maaf," ucap Rehan menyodorkan tangan kanannya, namun ia paling kan wajahnya.
Dinda tak menanggapi, ia bangkit sendiri dan menepis tangan Rehan yang saat itu hendak membantunya, bahkan maaf Rehan pun tak mendapatkan jawaban apapun dari Dinda.
"Kamu marah sama aku?" tanya Rehan khawatir.
"Kamu pikir sendiri Mas, lagian kenapa si kamu kayak gini. Ibu aku itu juga udah jadi ibu kamu sejak kamu menikahi aku, aku tahu kalau rumah tangga kita sedang tidak baik-baik saja, tapi aku mohon tolong jangan diperlihatkan sama ibu, kasihan ibu." pinta Dinda yang tidak ingin ibunya tahu kalau rumah tangganya sedang tidak baik-baik saja itu.
Rehan pun terdiam, nampaknya ia akan mempertimbangkan permintaan Dinda yang saat itu sedang memasang wajah melas di depannya, Rehan tersenyum tipis saat melihat pandangan mata Dinda yang penuh harap.
"Oke, aku akan keluar menemui ibu, asal kamu tetap diam saat aku dan Sekar menjalin cinta di luar sana," ucap Rehan yang memberikan pilihan sulit untuk Dinda.
"Ya, aku akan bebaskan kamu, Mas." jawab Dinda menangis pilu.
Bahkan Rehan justru membalas tangisan Dinda dengan senyuman kemenangan, entah apa yang saat ini dipikirkan oleh Rehan sampai sama sekali tidak peduli dengan perasaan Dinda yang sangat merasa tersakiti.
Rehan keluar dari kamar dengan merapihkan penampilannya, sementara Dinda ikut mengekor di belakang setelah menyeka air matanya, Dinda tak ingin ibunya tahu kalau saat ini ia sedang menangis.
"Halo Bu, Ibu baru sampai?" sapa Rehan dengan ramah.
"Halo mantu, ya ampun kamu tambah ganteng ya, udah lama Ibu nggak ketemu kamu," ucap sang ibu mertua yang membalas sapaan Rehan.
"Ibu bisa aja. O ya Bu, bapak nggak ikut ke sini ya?" tanya Rehan basa basi.
"Nggak, tadi ada tamu di rumah, lagian Ibu nggak lama kok sini, Ibu cuma ingin menjenguk cucu Ibu." jawabnya melempar senyum.
Tak lama kemudian ibu Andin mendapati Dinda turun setelah memanggil Rahan, Dinda nampak segar dan tidak memperlihatkan masalah yang terjadi dengan rumah tangga nya.
Untuk menyempurnakan kelengkapan rasa bahagia yang diperlihatkan oleh sang ibu, Dinda tiba-tiba mengaitkan kedua tangannya pada pergelangan tangan Rehan, sementara Rehan yang enggan melakukan itu terlihat sangat keberatan, tetapi tak di perduli kan oleh Dinda yang terus menahannya.
Dinda justru fokus dengan sang ibu yang saat itu sedang menimang manja Arka dalam pelukannya. Setelah itu memperhatikan Dinda dan Rehan yang saat itu terlihat sangat mesra.
"Ibu seneng banget tahu nggak, melihat kalian semesra ini, semoga rumah tangga kalian tetap dalam kebahagiaan, ya," ucapnya melempar senyum.
"Aamiin Bu, makasih banyak ya Bu, doa nya," sahut Dinda yang menyempurnakan kebohongan itu dengan senyuman.
"Sama-sama, Nak." jawabnya tersenyum lega.
Beberapa saat duduk bersama sang ibu mertua, cukup membuat Rehan tidak nyaman. Rasanya ingin sekali pergi dari kedua orang yang tidak ia sukai itu, tetapi ia bingung mau bagaimana caranya agar bisa pergi.
Sementara Dinda yang tahu bahwa suaminya itu sedang begitu tidak nyaman, ia memilih untuk membantu Rehan pergi agar tidak terlalu terlihat keterpaksaannya menemui ibunya.
"Mas, kamu tadi bilang mau meeting kan? Kok kamu belum juga berangkat si?" tanya Dinda menyentuh dada bidang Rehan saat duduk gelisah di sampingnya.
Rehan membalas tatapan Dinda yang saat itu memang sedang berbohong, ia melempar senyum tipis pada Dinda saat tahu bahwa ibu mertuanya sedang melihatnya.
"Ya ampun, kalau kamu mau meeting ya sudah berangkat meeting loh mantu, tinggalin aja Ibu di sini biar sama Dinda aja," kata sang ibu mertua yang tidak mau mengganggu aktivitas menantunya itu.
"I-iya Bu, biarin aja lah nggak papa, lagian Ibu jauh lebih penting dari sekedar meeting," sahut Rehan yang begitu terlihat sangat dekat dan hormat dengan ibu mertuanya.
"Eh, nggak bisa gitu dong, kamu harus pergi meeting sekarang juga, nggak usah pikirin Ibu, sana pergi." titah bu Andin melepaskan Rehan.
Rehan pun akhirnya menyetujui dan pergi berpamitan keluar kepada Dinda dan ibu mertuanya, rasanya sangat lega karena bisa pergi dari rumah itu di saat hatinya memang menolak kehadiran sang ibu mertua. Ia tersenyum lega karena Dinda terlah membantu nya pergi meksipun dirinya sama sekali tidak ada meeting saat itu.
"Huh, leganya," ucap Rehan melempar senyum kebebasan.
Sementara Dinda di dalam menyimpan kecewa yang amat sangat kepada sang suami yang justru memilih pergi, ia tidak menyangka begitu cepatnya rasa itu berubah saat Rehan kembali lagi dengan Sekar.
Ibu Andin menyadari bahwa putrinya itu sedang melamun kan sesuatu, hingga membuatnya memberanikan diri duduk samping Dinda dan menegurnya.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya ibu Andin menyentuh lembut pundak Dinda.
Dinda terkejut dengan kedatangan sang ibu yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya, Dinda pun melempar senyum saat sang ibu menatapnya dengan penuh rasa penasaran.
"Nggak papa kok, Bu. O ya, Dinda buatkan makanan dulu ya buat Ibu," ucap Dinda mengalihkan pembicaraan.
"Loh, kok kamu? Memangnya asisten rumah tangga kamu ke mana?" tanya sang ibu.
"Bi Iyas? Bi Iyas pulang kampung Bu, dia cuti tiga hari karena ada keperluan," sahut Dinda melempar senyum.
"Jadi kamu akan melakukan pekerjaan rumah sendiri dong? Aduh, kamu pasti lelah sekali sayang," kata sang ibu merasa kasihan.
"Nggak papa kok Bu, itung-itung Dinda belajar menghargai pekerjaan bi Iyas." jawab Dinda mengulas senyum.
Dinda bangkit dan terus berjalan menuju dapur, mulai mempersiapkan makanan yang akan ia sajikan untuk ibunya, sementara bu Andin merasa sangat kasihan jika Dinda harus mengerjakan semuanya tanpa seorang pembantu.
Tak lama kemudian Dinda datang kembali menemui ibunya, karena ia mengolah makanan siap saji, membuat Dinda tak begitu repot menyediakan nya.
"Bu, ayo kita makan dulu di meja makan, Dinda udah masak. Tapi maaf ya Bu masakannya siap saji," ucap Dinda merasa bersalah karena kedatangan sang ibu tidak bisa memberikan apa-apa.
"Nggak papa sayang, begini aja Ibu sudah cukup, makasih ya." jawab sang ibu yang tidak mau merepotkan putrinya itu.
Setelah berbincang cukup lama di meja makan, rasa rindu yang dibawa oleh bu Andin pun sudah mulai menghilang, meskipun tidak sepenuhnya terobati karena pertemuannya hanya beberapa jam saja, tetapi bu Andin terlihat sangat bahagia.
"Sayang, kalau begitu Ibu pulang dulu ya," ucap bu Andin berpamitan.
"Loh, kok buru-buru banget Bu?" tanya Dinda yang masih kurang lama bertemu dengan ibunya.
"Ibu hanya pamit beberapa jam saja kepada Bapak kamu, nanti takutnya dia mencari Ibu, ya sudah Ibu pulang ya." jawab bu Andin melempar senyum.
Dinda pun akhirnya mengizinkan kepergian sang ibu, ia mengantarkan ibunya sampai di depan rumah, bu Andin yang datang dengan menggunakan sepeda motor itu, terlihat begitu kuat dan gagah.
Di sepanjang perjalanan, bu Andin sangat ingin cepat-cepat sampai karena ada yang ingin ia sampaikan pada sang suami, tergait keganjalan yang ia rasakan saat berada di rumah Dinda.