Rehan mendengus kasar, meletakkan ponselnya dan menatap Dinda yang tubuhnya sangat tidak ia sukai.
"Bu, dengan makan dikit aja badan Dinda udah melar dan jelek gitu, apalagi kalau setiap hari dia makan banyak menu kayak gini, mau kayak apa badannya!" hina Rehan dengan tatapan tidak suka.
"Mantu, namanya ibu yang sedang menyusui itu wajar kalau terdapat perubahan yang cukup signifikan di bagian tubuhnya, karena apapun yang dimakan oleh seorang ibu, itu juga yang akan dimakan oleh anaknya. Begitu juga Dinda dengan Arka, mereka akan saling berbagi," ucap bu Andin yang mencoba memberikan penjelasan pada Rehan.
"Ya tapi kan, Bu...." Rehan berhenti sejenak dari pembicaraan yang ia mulai, saat ia melihat Sekar tiba-tiba keluar dari sebuah lorong dengan tatapan kebencian, dan ia terlihat buru-buru melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.
"Tapi apa, Mantu?" tanya bu Andin penasaran.
Rehan dengan sigap menyadarkan lamunannya saat mendengar suara ibu mertuanya yang sangat mengganggu itu.
"Emm... Bu, Rehan keluar sebentar ya. Ada urusan sebentar, pokoknya sebentaaar aja."
Rehan mengulas senyum mengundurkan diri dan lari dari pembahasan yang ia mulai lebih dulu, dan memilih pergi mengikuti Sekar tanpa disadari oleh bu Andin dan pak Roy.
Saat itu hanya ke dua mata Dinda yang mengarah tajam menuju pintu keluar, ia tahu betul bahwa suaminya saat ini lebih memilih mengejar kekasihnya yang sudah ia beri pelajaran. Sangat terlihat sekali saat Sekar melihat kebersamaan Dinda bersama Rehan.
'Mas Rehan pasti mengejar Sekar yang baru saja keluar, nggak mungkin dia ada urusan lain selain itu.' batin Dinda menahan makannya.
Tiba-tiba Dinda tidak selera menikmati makannya, ia meneguk minuman dan fokus pada Arka yang saat itu masih terjaga.
Sementara Rehan dengan cepat menahan pintu mobil yang hendak ditutup oleh Sekar dengan emosi, Sekar pun menyadari keberadaan Rehan yang menghalangi kepergiannya.
"Kamu ngapain ke sini Mas, mending kamu nikmati aja kebersamaan kamu sama istri dan mertua kamu itu!" sentak Sekar dengan nada kasar.
"Sayang, kok kamu ngomongnya gitu si, semua yang aku lakukan ini kamu tahu kan kalau itu hanya sandiwara," ucap Rehan berusaha meyakinkan.
"Sandiwara kata kamu! Nggak ada orang yang percaya kalau perbuatan kamu sama istri dan mertua kamu itu cuma sandiwara, Mas! Kecuali aku yang berusaha untuk pura-pura buta karena terlalu cinta sama kamu!"
Sekar seolah-olah mengungkapkan rasa kecewanya dengan kata-kata yang membuat Rehan sangat merasa bersalah, Rehan membuka pintu mobil itu dengan lebar dan tiba-tiba memeluk Sekar yang masih terduduk di kursi bagian supir.
Sekar berusaha mengelak dan menolak pelukan yang diberikan oleh Rehan, suasana parkiran yang remang-remang membuat pelukan itu semakin erat meskipun Sekar sebelumnya menolak.
Sekar menghirup aroma tubuh Rehan dalam, ke dua matanya berkaca-kaca karena ucapan Dinda berhasil mengganggu mentalnya. Terlepas dari semua itu, Sekar tiba-tiba berpikir untuk menghasut Dinda selagi ia ada waktu bersamanya.
"Mas, tadi Dinda nyamperin aku di toilet," ucap Sekar meregangkan pelukannya.
Rehan pun akhirnya melepaskan pelukannya dan mengernyitkan tatapannya pada Sekar, seolah ia ingin tahu apa yang dilakukan Dinda hingga ia menemui Sekar di toilet.
"Apa yang dilakukan wanita gemuk itu, sayang?" tanya Rehan menatap tajam Sekar.
"Dia marah-marah sama aku, Mas. Dia panggil aku pelakor dan dia juga rendahin harga diri aku, dia juga bilang kalau kamu itu sayang banget sama dia Mas, aku kan cemburu!" rengek Sekar yang berusaha mencari perhatian.
"Dia bilang gitu sama kamu? Ya ampun sayang, aku sama sekali nggak pernah bersikap lembut dan baik sama wanita gemuk itu, enggak sayang," ucap Rehan memeluk Sekar kembali.
"Aku nggak mau dipeluk kamu, Mas. Kalau memang kamu nggak benar-benar bersikap seperti itu, kamu temani aku malam ini." pinta Sekar melepaskan ke dua tangan Rehan yang hendak memeluknya.
Rehan terdiam sejenak, ia tidak mungkin mengikuti permintaan Sekar malam ini, sementara di rumah masih ada ke dua mertuanya yang pastinya akan mengawasi dirinya. Diam yang tak kunjung mendapatkan jawaban membuat Sekar menyenggol pundak Rahan menggunakan jemari lentiknya.
"Mas, kenapa bengong si!" protes Sekar sewot.
Rehan pun menatap Sekar yang saat itu terlihat sangat marah padanya, ia pun melempar senyum tipis berusaha memberikan penjelasan pada Sekar.
"Sayang, untuk malam ini aku nggak bisa temenin kamu, di dalam masih ada ke dua mertua aku loh, dan mereka nggak akan pulang malam-malam begini," ucap Rehan yang berusaha meminta pengertian.
"Tuh kan, bener kan apa yang aku bilang, kamu nggak mungkin mau terima tawaran aku Mas! Udah lah kamu masuk aja lagi dan tinggalin aku."
Usir Sekar yang mendorong Rehan dan menutup pintu mobilnya dengan kuat, Sekar memilih melajukan mobilnya meninggalkan parkiran, Rehan tak mampu berbuat banyak ataupun mengejar Sekar yang saat itu sedang marah, karena hal itu tidak lah mungkin terjadi.
'Astaga, aku harus tetap bertahan di sini sementara melihat Sekar justru marah seperti itu.' batin Rehan tak karuan.
Alih-alih Rehan pun akhirnya memutuskan untuk masuk menemui istri dan ke dua mertuanya, ia ingin segera mengajak mereka pulang karena keadaan hatinya yang sudah tidak baik-baik saja.
"Mantu kamu dari mana si, kenapa lama banget?" tanya bu Andin kepo.
"Emm, tadi ketemu temen lama Bu, di depan. O ya, udahan belum makannya, pulang yuk," ajak Rehan mengalihkan pembicaraan.
"Kebetulan udah si Mas, kamu bayar dulu aja, ya."
Dinda bersuara saat Rehan menanyakan hal itu, ia pun melempar senyum semanis mungkin seolah-olah tidak merasa cemburu padahal ia tahu bahwa Rehan baru saja kembali dari mengejar Sekar.
Rehan pun membalas senyuman Dinda tipis dan mengangkat tangannya memanggil salah satu pelayan.
"Emm, ini berapa ya semuanya?" tanya Rehan setelah pelayan itu menghampiri dirinya.
"Semuanya jadi total dua juta lima ratu, Pak." jawabnya menyodorkan sebuah menu dan total harganya.
Deg
Rehan melotot menatap kertas berukuran sedikit mungil itu, ucapan pelayan itu tidak salah. Menu makanan yang sudah mereka makan memang harus dibayar sesuai dengan angka itu. Tatapan Rehan tertuju pada Dinda yang sudah memilihkan menu makanan untuk ke dua orang tuanya, dan untuk dirinya sendiri yang begitu terlihat rakus di mata Rehan.
'Gila! Aku harus mengeluarkan uang segitu banyaknya hanya untuk makan malam seperti ini, aku nggak akan lagi-lagi ajak mereka makan di restoran mahal ini.' batin Rehan kesal.
Namun kekesalan Rehan tak langsung diperlihatkan olehnya, ia mengeluarkan dompet dan sebuah kartu yang dia sodorkan pada pelayan, dan pelayan itupun segera pergi untuk menggesek sesuai dengan apa yang diberikan oleh Rehan.
Setelah pembayaran selesai, kartu itupun kembali ke tangan Rehan dan ia pun bangkit mengajak mereka pergi. Sementara Dinda mengulas senyum melihat ekspresi wajah Rehan yang nampak sangat kesal, namun ia tidak perduli akan hal itu.
Tibanya di rumah, Dinda meminta ke dua orang tuanya untuk istirahat di sebuah kamar yang sudah disediakan oleh bi Iyas, sementara dirinya memilih naik ke lantai dua untuk menidurkan Arka yang sudah terlelap di dalam mobil.
Dengan cepat Rehan menyusul Dinda karena masih ada urusan yang belum terselesaikan dengannya.
"Dinda, tunggu!" suara Rehan sedikit lantang saat berada di lantai dua. Karena ia sudah memastikan ke dua mertuanya sudah menutup pintu kamar mereka.