"Kenapa Mas?" tanya Sekar yang merangkul kan ke dua tangannya tepat di tengkuk leher Rehan.
"Aku sedang nggak pengen melakukan hal itu Sekar, lebih baik sekarang aku pulang dulu."
Rehan bergegas bangkit dan membuka pintu ruangannya, ia memilih pergi meninggalkan Sekar yang saat itu sangat kesal lantaran gagal menggoda Rehan.
"Mas Rehan ini kenapa si, aneh banget tau nggak. Tiba-tiba pergi gitu aja tinggalin gue di sini sendiri!" omel Sekar kesal.
Karena di ruangan itu tidak ada yang perlu ia pertahankan akhirnya Sekar ikut keluar menyusul Rehan yang sudah membuka pintu mobil hendak pergi.
"Mas, Mas tunggu!"
Suara teriakan Sekar di tengah ramainya toko milik Rehan membuat Rehan terhenti dan menunggu Sekar sampai ia tiba di hadapannya.
"Ada apa lagi?" tanya Rahan mengernyitkan dahi lantaran hawa panas yang membuatnya tak tahan.
"Mas, aku ikut kamu dong, kamu mau ke mana sekarang," pinta Sekar yang tak mau ditinggalkan begitu saja oleh Rahan.
"Aku mau ke toko satunya, kalau kamu mau ikut, ayo."
Rehan membuka pintu mobil setelah mempersilahkan Sekar untuk ikut bersamanya, meksipun saat ini Rehan tidak memiliki pekerjaan penting pada para karyawannya Rehan tetap saja menghabiskan waktu di luar rumah bersama Sekar.
Sementara Dinda di rumah masih disibukkan dengan segala pekerjaan yang menyapa nya setiap hari, karena bi Iyas yang belum kunjung tiba.
Setelah disibukkan dengan segala macam pekerjaan Dinda akhirnya bisa bernafas lega karena pekerjaannya sudah selesai, Dinda memutuskan untuk segera mandi sebelum Arka terbangun dari tidurnya. Karena Dinda tidak ingin menyusui Arka dalam keadaan tubuh nya berkeringat setalah sibuk dengan pekerjaan.
Setelah itu, barulah Dinda masuk ke kamarnya menyusul Arka yang masih belum terbangun, Dinda menyunggingkan senyum karena merasa ada sedikit waktu untuk istirahat.
"Syukur lah Arka masih tidur, aku masih ada sedikit waktu untuk ikut istirahat sekarang." ungkap Dinda merebahkan tubuhnya di atas ranjang, setelah memeriksa Arka di ranjang tempat tidur di samping kiri ranjang Dinda.
Dengan cepat Dinda terlelap lantaran rasa kantuk yang menyelimuti, meskipun terlihat pekerjaan rumah tangga itu sepele namun saat Dinda telah melahirkan Arka dan berat badannya yang tiba-tiba naik membuat Dinda merasa sangat mudah lelah.
Hingga sore hari, Dinda masih belum terbangun. Arka pun tidak biasanya bisa tidur berjam-jam tetapi hari ini Dinda dan Arka begitu menikmati tidur siang meraka sampai menjelang sore.
Ceklek
Rehan membuka pintu utama, dan masuk setelah seharian menghabiskan waktu bersama Sekar, merasa suasana sudah hening membuat Rahan akhirnya duduk di ruang tamu dengan lega.
"Pasti ibu sudah pulang, dan sekarang tinggal Dinda bersama Arka di rumah ini."
Rehan berbicara pada dirinya sendiri, sembari mengulas senyum lantaran ia merasa sangat lega. Ia tidak ingin ibu mertuanya berlama-lama berada di rumahnya karena hal itu pastinya akan mengganggu suasana hatinya.
Tok... Tok... Tok....
Saat sedang menikmati istirahatnya, tiba-tiba Rehan dikejutkan dengan suara ketukan pintu yang baru saja tertutup itu. Rehan mengangkat kepalanya yang sebelumnya menyatu pada bantal di sofa.
"Siapa si yeng mengetuk pintu, perasaan baru aja menikmati suasana hening dan santai!"
Rehan mengomel sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka pintu itu, karena ketukan pintu semakin kencang dan berkali-kali.
Ceklek
Deg
Rehan terkejut melihat kedatangan seorang tamu yang saat itu melempar senyum lebar kepadanya, tamu itu adalah ibu Andin dan pak Roy. Yang sudah tiba siang tadi, namun sekarang ibu Andin datang membawa suaminya.
"I-ibu, Ibu ke sini lagi," sapa Rehan mengulas senyum keterpaksaan.
"Iya mantu, Ibu ke sini lagi bareng sama Bapak, karena kata Bapak, Bapak juga kangen sama kamu dan Arka," ucap bu Andin melempar senyum setelah menepuk pundak suaminya.
"Benar mantu, Bapak ke sini karena pengen banget ketemu sama kamu dan cucu, nggak papa, kan?"
Pak Roy terlihat melemparkan sebuah pertanyaan persetujuan dari Rahan selaku pemilik rumah, dan Rehan pun terpaksa menjawab dengan senang dan sambutan yang bahagia.
"Tentu saja boleh dong Pak, Bu, kalau gitu ayo masuk."
Rehan mengajak ke dua mertuanya itu masuk, dan duduk di ruang tamu yang masih terlihat gelap. Tidak ada yang menyalakan lampu padahal matahari sudah hampir terbenam.
Dengan terpaksa akhirnya Rehan yang turun tangan menyalakan lampu karena ruangan yang mulai gelap, sementara Dinda dan Arka masih tak kunjung keluar menampakkan batang hidungnya.
"Bu, kenapa rumah ini seperti rumah tak berpenghuni, si!" bisik pak Roy yang mengelilingi semua ruangan.
"Nggak tahu Pak, mungkin karena nggak ada pembantu. Dinda dan Arka di mana ya? Kok belum keliatan," sahut bu Andin yang justru fokus dengan anak dan cucunya.
"Bapak juga nggak tahu, kamu bantu aja gih, nyalain lampunya. Kasihan tuh Rehan harus berputar mengelilingi rumah nya yang besar ini hanya untuk menyalakan lampu."
Pak Roy meminta istrinya untuk membantu menantu, dan dengan senang hati bu Andin pun menuruti permintaan sang suami. Bu Andin memilih menaiki anak tangga menuju kamar Dinda, ia penasaran karena Dinda tak kunjung terlihat.
Setelah tiba di lantai dua, lampu pun akhirnya berbinar terang. Bu Andin mulai bisa melihat pintu kamar yang berjejeran di sana.
"Yang mana ya kamar Dinda?" tanya bu Andin yang saat itu sangat ingin menemui Dinda.
Setelah menebak-nebak akhirnya pilihan bu Andin tertuju pada kamar yang ada di hadapannya, bu Andin pun melangkahkan kakinya mendekati pintu dan, perlahan ia menyentuh gagang engsel pintu itu dan membukanya.
Kamar itu juga terlihat sangat gelap, hanya ada pantulan sedikit cahaya kebiruan dari luar jendela yang tirai nya belum tertutup.
"Ya ampun, jendelanya belum di tutup padahal ini udah mau magrib."
Bu Andin pun menghampiri pintu jendela dan menutupnya, ia juga menyalakan lampu kamar hingga cahaya lampu itu menyadarkan Dinda dari tidur panjangnya.
Dinda nampak lebih segar meskipun wajahnya kusut karena tidurnya dengan posisi tengkurap, ia mengucek matanya dan terkejut melihat jam yang ada di meja samping tempat tidurnya.
"Astaga, hampir setengah enam sore!"
Dinda terperanjat dari tempat tidurnya, dan saat ia panik lantaran belum memandikan Arka dan menyalakan semua lampu tiba-tiba Dinda dikejutkan dengan kedatangan ibunya yang saat itu sedang menimang Arka. Arka terbangun sesaat mendengar suara pintu jendela yang tertutup.
"Ibu, Ibu kok ada di sini?"
Dinda mendekati ibunya yang saat itu tengah asik mengajak Arka bercanda. Dan saat Dinda tiba di hadapan bu Andin tiba-tiba ia teringat kalau semua lampu rumah nya belum ia nyalakan.
"Astaga, nanti aja aku tanya Ibu kenapa Ibu ada di sini lagi, sebaiknya aku hidupkan semua lampu dulu."
Dinda melangkahkan kakinya hendak pergi meninggalkan kamar nya.
"Sudah dinyalakan kok sama suami kamu," ucap bu Andin mengulas senyum.
Dinda terhenti seketika, saat bu Andin bersuara memberitahukan bahwa suaminya yang telah menyalakan semua lampu. Dinda memutar tubuhnya menghadap bu Andin yang saat itu juga mendekati dirinya.
Dinda sangat takut dengan kedatangan ibunya yang sehari tiba dua kali, ia takut bahwa apa yang ia rahasiakan saat ini justru tercium oleh mereka yang sangat menaruh kepercayaan pada ke duanya.