Saat Dinda menoleh ke belakang dan tersadar bahwa di meja belakang, Dinda melihat ada Sekar yang saat itu duduk dengan menggunakan dress berwarna putih dan berada di atas lutut, di temani dengan jus mangga yang telah ia pesan dengan tampilan yang sangat menggoda.
'Sekar, jadi dia ada di sini juga!' batin Dinda menatap Sekar kesal.
Sekar acuh dengan tatapan yang diperlihatkan oleh Dinda padanya, ia justru fokus pada Rahan yang saat itu tersenyum padanya. Karena saat itu adalah saat yang paling temat untuk membuat Sekar cemburu, Dinda pun kembali berulah.
Dinda tiba-tiba merapihkan kemeja Rehan yang sedikit berantakan karena menolak saat ia menyuapi nya, Dinda berusaha sebisa mungkin untuk tampil romantis di depan Sekar dan ke dua orang tuanya yang sempat mencurigai dirinya.
"Mas, kamu suapin aku dong, aku lagi nyusuin Arka, nih," rengek Dinda yang meminjam nama Arka sebagai alasan.
Mendengar itu tentu saja membuat Rehan tidak bisa memprotes, apalagi di depan ibu dan bapak mertuanya. Tentu saja hal itu membuat Rehan harus terpaksa melakukan apa yang diinginkan oleh Dinda.
"Ya ya, aku suapin kamu, ya," ucap Rehan meraih sendok dan piring Dinda, lalu memberikannya suapan yang diinginkan oleh Dinda.
"Makasih ya Mas, kamu udah perhatian sama aku. Tadi Ibu sama Bapak sempet ngira kalau kita itu lagi ada masalah, padahal enggak kan, Mas?!"
Dinda menatap Rehan seolah-olah ia begitu yakin bahwa Rahan akan menjawab sesuai dengan yang ia inginkan, dan setelah menatap ke dua mertuanya yang saat itu terlihat menunggu jawabannya, akhirnya Rehan pun membalas tatapan itu dengan senyuman.
"Iya sayang, kita memang sedang baik-baik aja. Bahkan semenjak ada Arka, hubungan kita semakin harmonis. Iya, kan?" Rehan nampak melemparkan ucapannya pada Dinda kembali.
"Iya Mas," sahut Dinda melempar senyum bahagia. "Sekarang Ibu dan Bapak sudah percaya kan kalau kamu baik-baik aja? Tentu saja kami baik-baik aja Bu, Pak, jangan khawatir." sambung Dinda lagi.
Bu Andin dan pak Roy nampak saling menatap, dan nampak yakin dengan penjelasan Dinda juga Rehan yang terlihat romantis. Sementara di sisi lain Sekar mendengus kesal, ia datang ke restoran itu lantaran saat dirinya mendatangi Rehan, ia melihat mobil Rehan keluar dari garasi rumahnya.
Sebab itulah Sekar memutuskan untuk mengikuti kepergian Rehan yang ternyata membawa keluarga Dinda makan malam bersama di sebuah restoran yang cukup elit tersebut.
'Mas Rahan apa-apaan si! Kenapa dia keliatan mesra banget sama Dinda, padahal tadi dia senyum sama aku dan list aku di sini, sebel deh!' batin Sekar menggerutu sambil menghentakkan salah satu kakinya ke lantai.
Dinda mengulas senyum, kali ini ia merasa menang dari Sekar yang membuntuti dirinya pergi bersama Rehan, ia percaya bahwa pertemuannya dengan Sekar bukan lah hal yang disengaja, ataupun Rehan sama-sama ada janji di restoran itu, karena sebelum masuk ke restoran itu, Dinda yang memilih tempat untuk menikmati makan malam.
Sekar berlalu pergi menuju toilet yang melewati meja makan Dinda, menyadari hal itu Dinda nampak ingin melakukan sesuatu.
"Mas, aku titip Arka sebentar sama kamu ya, tiba-tiba aku pengen ke toilet," pinta Dinda menyodorkan Arka.
"E-e, Anu, tapi..." Arka nampak gelisah dan panik saat Arka disodorkan oleh Dinda, lantaran sebelumnya Arka tidak pernah menggendong Arka sebelumnya.
"Bentar aja, aduh, kebelet."
Dinda seolah seperti orang yang sangat ingin membuang hajat, dan terpaksa Rehan pun menerima Arka tanpa mampu menolak di depan ke dua mertuanya.
'Dinda ini apaaan si, kenapa dia titipin anaknya sama aku coba!' gerutu Rehan dalam hati.
Sementara Dinda cepat-cepat masuk ke toilet di mana ia melihat Sekar masuk saat itu, Sekar sedang mencuci tangannya di wastafel, dan tatapan nya pun mengarah pada cermin yang ada di hadapannya.
Tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan Dinda yang tiba-tiba berada di sampingnya, Dinda nampak mencuci tangan terlebih dahulu seolah tidak menyadari keberadaan Sekar di sana.
Hal itu tentu saja memancing emosi Sekar yang memang sudah memendamnya sejak tadi, wajahnya merah lantaran menahan marah pada Dinda yang justru bersikap biasa saja.
"Heh Dinda! Kamu sengaja kan buat aku cemburu, di depan orang tua kamu. Dengan percaya diri kamu mesra-mesraan sama mas Rahan!" omel Sekar menegur Dinda, ia mendorong pundak Dinda menggunakan jari-jari lentiknya.
Dinda masih terlihat santai, melempar senyum tipis yang terukir indah di bibirnya, sembari merapihkan rambut yang ia ikat satu ke belakang.
"Dinda, apa kamu nggak punya telinga! Kenapa kamu diem aja," ucap Sekar masih emosi.
"Sekar, bukannya memang seharusnya suami istri itu bebas mau mesra-mesraan di mana aja? Di kamar, di ruang tamu, di Mall, bahkan restoran sekaligus. Seperti yang saat ini aku dan mas Rehan nikmati, itu sah loh secara hukum dan agama," sahut Dinda dengan nada santainya.
"Nggak usah bawa-bawa hukum atau agama, Dinda! Kamu itu udah tahu dan udah sadar kalau mas Rehan itu sebenarnya nggak cinta sama kamu, jadi nggak usah sok-sokan merasa kalau kamu adalah wanita satu-satunya yang dicintai sama mas Rehan!" hardik Sekar marah.
"Tentu saja aku berhak merasa di cintai oleh mas Rehan, karena sejauh ini mas Rahan masih mutlak suamiku. Kamu yang seharusnya tahu diri, dan mundur Sekar."
Dinda nampak menantang Sekar yang saat itu tengah emosi, ia benar-benar tidak tahan dengan sikap Dinda yang merasa paling dihargai oleh Rehan, biarpun ia melihat sendiri kalau Rahan menanggapi Dinda saat dirinya bersikap manja di depannya.
Sekar nampak salah tingkah saat ia sadar bahwa dengan beraninya Dinda melawan dirinya, ia pikir Dinda adalah wanita yang lemah dan mudah diinjak.
"Kenapa kamu diam, Sekar? Apa kamu sudah kehabisan cara untuk merendahkan istri sah dari pacar kamu itu? Sekar, Sekar. Kalau kamu hobinya merebut milik orang, sudah pasti kebahagiaan yang kamu rasakan itu tidak akan sempurna!"
Dinda melempar senyum kepuasan melihat wajah Sekar seperti udang rebus, merah karena menahan amarah. Dinda pun pergi dengan tenang dari toilet yang ia singgahi, dan berjalan dengan semangat menghampiri meja makan yang ia tinggalkan beberapa saat.
Sementara Sekar merasa kalah malam ini, ia menghentakkan salah satu kakinya dan menatap ke arah cermin dengan kekesalan yang ia rasakan.
"Awas kamu Dinda, jangan kamu pikir kamu menang dariku, aku nggak akan biarkan kamu tertawa di atas penderitaan ku!" hardik Sekar.
Sementara di tempat lain Dinda sudah menyantap makanannya kembali dengan lahap, hingga membuat bu Andin dan pak Roy merasa sangat senang melihat putrinya itu makan.
"Kalau kamu makannya kayak gitu terus, Ibu yakin asi kamu akan lancar dan Arka akan merasa kenyang dengan asi yang kamu berikan tanpa makanan pendamping Dinda," ucap bu Andin mengulas senyum bahagia melihat Dinda.
Rehan menatap Dinda yang sepertinya sangat senang mendapatkan pujian dari ibunya, karena selama ini Rehan justru meminta Dinda untuk menjaga pola makan agar Dinda tetap tampil cantik, meksipun hatinya tidak akan setia sekalipun Dinda menurutinya.
Dinda pun menatap Rehan yang saat itu ingin memprotes sesuatu, ia tidak suka dengan pujian ibu mertuanya yang akan membuat Dinda besar kepala.