Dengan perasaan sedikit kecewa Rehan mengendalikan mobilnya untuk menemui Sekar. Rehan sangat kecewa karena Sekar telah bertindak gegabah dengan melukai Dinda hingga akhirnya Rehan harus mengeluarkan uang yang lumayan banyak sebagai kompensasinya.
Dinda yang mendengar suara mobil Rehan berbunyi meninggalkan rumah hanya bisa mengintip dari jendela dan menyaksikan sendiri dengan kedua matanya, suaminya pergi meninggalkan rumah dan Dinda tahu karena apa.
Air matanya kembali menetes melihat suaminya meninggalkan rumah untuk menemui selingkuhannya ketimbang anaknya sendiri yang baru pulang dari rumah sakit.
***
Rasa marah Rehan semakin memuncak dan tangannya langsung menekan bel rumah Sekar yang tidak sebesar rumahnya.
Terlihat sedikit sepi karena waktu sudah malam namun Rehan tak mempedulikan hal itu dan tetap mendatangi Sekar meski waktu sudah malam.
"Loh sayang, kamu ngapain ke sini malam-malam? Ngga bilang dulu sama aku lagi?" Tanya Sekar.
Bibir merahnya tampak sedikit tersenyum melihat kedatangan Rehan ke rumahnya. Seperti orang yang mendapatkan surprise dengan kedatangan orang terkasih.
"Apa yang sudah kamu lakukan sama Dinda?" Tanya Rehan to the point.
"Maksud kamu Mas?" Tanya Sekar tak mengerti.
"Kamu apakan Dinda sampai dia terluka seperti itu?" Tanya Rehan. Ekspresi wajahnya masih tampak marah dan belum mereda.
"Kamu tenang dulu Mas." Sekar menarik tangan Rehan dan menuntunnya ke arah kursi untuk duduk di sana.
"Aku bener-bener ngga ngerti sama yang kamu omongin ini Mas!" Sekar menaikkan sebelah alisnya.
"Tadi pas Dinda pulang dia menunjukkan luka di pelipis matanya dan dia bilang itu ulah mu terus dia minta kompensasi sama aku sebanyak 30 juta supaya dia ngga nuntut kamu." Rehan menegakkan posisi tulang punggungnya dan berbicara tajam ke arah Sekar.
Sekar sedikit gelisah mendengar perkataan dari Rehan namun untuk wanita berhati iblis seperti Sekar, dirinya sudah mempersiapkan cara untuk membuat fakta itu menjadi sebaliknya.
"Apa Mas, Dinda bilang kayak gitu?" Tanya Sekar berpura-pura.
"Iya. Aku juga liat sendiri kok luka di pelipis matanya yang di beri plester dan perban jadi aku rasa dia ngga mungkin bohong. Lagipula Dinda itu bukan tipe orang yang suka berbohong."
Mendengar Rehan memuji Dinda secara tidak langsung membuat Sekar sangat marah. Hatinya benar-benar bergejolak menginginkan perpisahan antara Dinda dan Rehan.
"Kamu liat ini Mas? Ini semua perbuatan Dinda padaku dan apa yang Dinda katakan sama kamu itu bohong Mas. Dia itu cuma mau kamu marah sama aku dan kita putus."
Sekar mengangkat sebelah kanan tangannya yang juga memakai plester dan juga perban. Rehan melotot melihat luka yang ada di tangan kanan Sekar.
"Ini tangan kamu kenapa sayang?" Tanya Rehan yang seketika itu juga menjadi panik dan tak lagi marah pada Sekar.
"Ini perbuatan istri kamu itu Mas. Tadi dia yang dorong aku sampai aku terjatuh dan luka seperti ini. Seharusnya aku yang minta kompensasi sama dia bukannya dia Mas."
Rehan masih terdiam sembari melihat luka di tangan kanan Sekar. Rehan menelan salivanya mencoba menenangkan hatinya untuk berpikir.
'Apa mungkin Dinda memang berbohong padaku yah?' Batin Rehan.
"Mas, kamu kok diem aja sih?" Tanya Sekar mengagetkan lamunan Sekar.
"Oh emmmm e-engga kok aku ngga ngelamun," ucap Rehan gagap, "memangnya gimana ceritanya sih kamu bisa ketemu sama Dinda?" Tanya Rehan lagi.
Kali ini Sekar kembali panik mendengar pertanyaan dari Rehan. Tak mungkin bagi Sekar menceritakan kejadian sebenarnya pada Rehan yang pasti akan menyalahkan dirinya.
"E-emmmmm i-itu aku tadi ketemu sama dia di rumah sakit Mas. Ngga sengaja ketemu terus dia marah-marah sama aku dan dorong aku sampe jatuh terluka kayak gini," kata Sekar.
Rehan masih terdiam menatap mimik wajah Sekar yang ada di hadapannya.
"Mas, aku mohon kamu percaya sama aku Mas. Ngga mungkin aku bohongin kamu," kata Sekar masih memohon.
"Iya sayang, aku percaya kok sama kamu. Tapi kamu ngapain di rumah sakit sayang?" tanya Rehan merasa aneh.
Sekar sedikit senang mendengar jawaban dari Rehan namun ekspresi wajahnya kembali berubah saat Rehan mempertanyakan dirinya yang tiba-tiba ada di rumah sakit, apalagi teringat uang yang diminta oleh Dinda pada rehan.
"Terus uang tiga puluh juta yang di minta si Dinda udah kamu kasih Mas?" Tanya Sekar, tanpa menjawab pertanyaan Rahan. Sekar berusaha untuk mengalihkan pembicaraan agar Rahan tak curiga.
"Iya udah aku transfer tadi."
"Terus gimana dong. Masa kamu kasih cuma-cuma gitu sama dia. Dia itu bohong Mas," Sekar masih tak rela jika Dinda mendapatkan uang yang memang semestinya di dapatkan, namun Sekar yang memutar balikkan fakta justru tak terima dengan apa yang di dapatkan oleh Dinda.
"Yaudah mau gimana lagi? Uang itu juga udah masuk ke rekening Dinda masa aku ambil lagi." Rehan seperti tak mempermasalahkan uang dengan jumlah yang lumayan fantastis itu pada Dinda.
Sekar menghembuskan kasar napasnya mendengar jawaban dari Rehan. Rehan yang terlihat lelah pun menyandarkan kepalanya pada sofa yang di duduki nya dan mengakhiri pembicaraan mereka
Namun, Rehan yang sudah terlalu merasa lelah karena pekerjaan dan juga masalah yang di hadapinya hanya bisa terdiam dan menenangkan pikirannya di sofa yang tengah di duduki nya, Rehan sengaja tidak memperpanjang masalah karena ia juga sudah malas membahasnya.
Sekar kembali beraksi untuk mendapatkan simpatik dari Rehan yang ada di hadapannya. Rehan tampak menutup matanya dan menindihkan tangan kanannya menutupi kedua matanya.
"Mas, kamu pasti capek banget yah? Aku bikinin teh hangat yah," tawar Sekar. Tangannya memijit lengan tangan Rehan dengan manja.
Rehan menganggukkan kepala menerima tawaran Sekar yang begitu manja, Rehan tampak menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh Sekar bahkan rasa marah yang ada hilang seketika setelah mendengar penjelasan dari Sekar yang tak dapat di buktikan kebenarannya.
Rehan menarik tangannya dari atas wajahnya. Dan menatap ke arah Sekar yang ada di sebelahnya dengan menyunggingkan senyuman manis di bibir merahnya.
"Iya sayang, boleh tapi, jangan manis-manis yah soalnya kan manisnya ada di kamu," kata Rehan menggoda Sekar. Tangannya mencubit manja dagu Sekar membuat pipi Sekar memerah karena tersipu malu.
Sekar pun beranjak ke dapur dan membuatkan Rehan teh hangat seperti yang ditawarkannya. Dengan pakaian yang terbilang seksi Sekar membuatkan teh hangat untuk Rehan sembari terus menggodanya.
Hampir setiap hari Sekar selalu menggunakan pakaian seksi entah itu di dalam rumah ataupun di luar rumah karena Sekar tahu jika dirinya bisa kapan saja bertemu dengan Rehan bahkan meski tanpa sengaja. Sekar tak ingin menyia-nyiakan setiap kesempatannya untuk menggoda Rehan.
Tak ada rasa bersalah dalam hati Sekar karena telah memfitnah Dinda, dan malah memutar balikkan fakta mengenai masalah terjadi antara dirinya dan Dinda.
Tangannya terus bergerak menuangkan gula dan juga air panas ke dalam gelas yang telah di sediakannya. Pandangan matanya menatap fokus ke dinding yang ada di hadapannya seolah sedang memikirkan sesuatu.
Wajahnya yang terlihat penuh dendam itu seakan menembus dinding yang saat itu sedang ia tatap. Rasanya ia benar-benar tidak tahan dengan status nya yang saat ini hanya sebatas kekasih dan tidak lebih dari itu.