"Awas kamu Dinda, gue akan pastikan kalau lo akan kehilangan semua yang lo miliki satu per satu, juga uang yang saat ini diberikan sama mas Rehan, itu juga akan kembali sama gue." ungkap Sekar penuh emosi.
Sekar pun kembali ke ruangan keluarga untuk menemui Rehan, memberikan teh manis yang sudah ia janjikan.
Pagi-pagi sekali Rehan sudah terlihat rapih dengan kemeja putih yang di padupadankan dengan jas berwarna hitam yang senada dengan dasi dan juga celana serta sepatunya.
"Loh Mas, kamu udah mau berangkat lagi?" Tanya Dinda dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Iya," jawab Rehan singkat.
"Tapi mas, kamu kan baru aja pulang masa udah mau berangkat lagi." Dinda merasa tak rela jika Rehan pergi lagi meninggalkannya.
"Udah deh kamu ngga usah cerewet. Aku mau pergi juga bukan urusan kamu!"
Rehan memakai sepatunya dan hendak melangkahkan kakinya namun Dinda segera menangkap lengan tangan Rehan hingga membuatnya berhenti.
"Mas, kamu tahu kan kalau bi Iyas sedang pergi dan aku sendirian di rumah. Apa kamu ngga bisa buat meluangkan waktu sedikit aja buat aku dan Arka," pinta Dinda.
"Denger yah Din, aku tuh muak sama kamu, sama penampilan kamu yang norak kayak gini. Mana mungkin sih aku betah di rumah. Kalau bukan karena wasiat ibuku, kamu pasti udah aku ceraikan!"
"Mas, kenapa sih Mas, kamu sekarang benci banget sama aku. Memangnya apa salahku Mas?" Tanya Dinda.
"Karena kamu itu jelek. Kamu ngga kayak dulu lagi. Ngga cantik, ngga seksi dan kamu ngga pinter bikin aku seneng selama di rumah!"
Rehan mengatakan hal itu dengan nada tinggi membuat Dinda terenyak dengan kata-katanya. Dinda tak menyangka jika sebenci itu Rehan padanya hingga Rehan terpaksa bertahan dalam rumah tangganya hanya karena sebuah wasiat.
Dinda melepaskan tautan tangannya saat Rehan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Dinda hingga membuat Dinda tak mampu lagi menahan Rehan untuk tetap bertahan di sisinya.
Dinda meneteskan sedikit air matanya hingga membasahi pipinya yang mulus. Dinda sungguh tak menyangka jika Rehan bisa tak menyukainya padahal dirinya sudah memberikan apa yang Rehan inginkan yaitu seorang anak.
Sarapan yang telah Dinda siapkan di atas meja sama sekali tak di sentuh oleh Rehan dan Dinda hanya menatapnya dengan tatapan sendu saat melihat makanan yang telah di masaknya masih dalam keadaan utuh.
Kring... Kring...
Telepon rumahnya berbunyi hingga membuat Dinda terkejut dan segera menghentikan tangisnya untuk menuju ke arah teleponnya yang berdering.
[Halo]
[Halo sayang, gimana kabar kamu, Nak?] Tanya Andin, ibu Dinda yang sudah lama tak ada kabar.
[Ibu, Masya Allah ini ibu. Alhamdulillah Bu, kabarku baik. Ibu sendiri gimana kabarnya?] Tanya Dinda balik. Raut wajah Dinda sangat senang saat mendengar suara sang ibu.
[Alhamdulillah kabar ibu baik. Oh iya, ibu rencananya mau main ke rumah kamu, boleh kan?] Tanya ibunya lagi.
[Ya ampun boleh dong Bu]
Hampir setengah jam keduanya berbincang-bincang dan akhirnya Dinda mengakhiri panggilan itu untuk bersiap-siap.
Dengan senang hati Dinda menunggu ibunya datang. Penampilannya segera di benahi dan juga Dinda membereskan seluruh ruangan termasuk kamar yang akan di tempati oleh orang tuanya.
Dinda ingin kedua orang tuanya yang sudah lama tak bertemu dengannya bisa menginap di rumahnya dan bermain lebih lama dengan Arka.
Beberapa kali Dinda menatap ke arah jam untuk melihat jam dan akhirnya Dinda mendengar suara mobil di depan rumahnya. Dinda segera bangkit dari duduknya dan menuju ke depan pintu untuk membukanya.
CEKLEK.
Dinda membuka pintu dan sangat terkejut saat melihat Rehan datang bersama dengan Sekar ke rumahnya. Matanya membulat sempurna melihat suaminya yang di gandeng dengan mesra oleh wanita lain.
"Kamu, ngapain kamu kesini?" Tanya Dinda dengan raut wajah tak suka mengarah pada Sekar.
"Memangnya kenapa? Ini kan rumahku jadi suka-suka ku dong mau bawa siapa aja ke sini," cetus Rehan yang langsung menerobos masuk dengan tangan yang menggandeng Sekar.
"Tunggu!" Dinda menahan tangan Sekar, "aku nggak mengizinkan rumah ini di injak sama wanita kotor seperti dia, Mas!" protes Dinda yang menunjukkan kata-katanya pada Sekar.
"Lah kenapa jadi kamu yang repot sih? Ini kan bukan rumah kamu," kata Sekar sembari mendorong sebelah pundak Dinda dengan jari-jari tangannya yang lentik hingga membuat Dinda mundur beberapa langkah.
Rehan dan Sekar terlihat tersenyum puas melihat Dinda yang terdiam tanpa kata. Mereka berpikir Dinda takut pada mereka padahal sebenarnya Dinda sedang ketakutan jika ibunya melihat Sekar dan Rehan yang sedang bermesraan di rumahnya.
Kaos ketat dan rok span seatas lutut yang di pakai oleh Sekar membuatnya semakin terlihat sangat seksi dan terlihat berbeda dengan Dinda yang hanya menggunakan dress dengan panjang sebawah lutut. Penampilannya tetap sederhana meski dirinya telah berdandan.
Rehan dan Dinda langsung menuju ke sofa berwarna putih yang ada di ruang tamu dan duduk di sana sementara Dinda semakin panik karena orang tuanya yang akan datang ke rumahnya saat itu juga.
Dinda mengepalkan tangannya melihat kemesraan Sekar dan Rehan yang terlihat sangat tak canggung dan tak ada rasa malu meski di sana ada Dinda dan Arka.
Tok... Tok... Tok...
Kepanikan Dinda semakin mencekam dirinya saat mendengar suara pintu utama ada yang mengetuk, rasanya ia sangat takut untuk membukanya.
"Heh Dinda, kenapa kamu masih berdiri di situ? Buka dong pintunya!" titah Rehan yang tidak tahu bahwa itu adalah ke dua mertuanya.
Dinda masih terdiam, meksipun akhirnya ia segera membuka pintu yang di ketuk dari arah luar. Dinda bisa menebak siapa tamu yang mengetuk pintu rumahnya itu, Dinda sama sekali tidak memberitahukan hal itu pada Rehan yang justru asik bermesraan.
"Ibu," sapa Dinda yang langsung mencium pipi orangtuanya. Dinda melepaskan semua kerinduannya pada pelukan yang sangat erat.
"Dimana Arka dan Rehan?" Tanya ibunya Dinda.
"Mereka ada di dalam Bu. Ngomong-ngomong dimana bapak, apa bapak ngga ikut kesini?" Tanya Dinda yang celingukan mencari ayahnya.
"Iya Din, bapakmu ngga ikut ke sini soalnya tadi di rumah ada temennya yang datang jadi ibu aja yang kesini sendiri karena rindu pada Arka dan mantu kesayangan ibu."
Mendengar Dinda sedang berbicara dengan seseorang membuat Rehan dan Sekar ketakutan, beruntungnya Dinda mengajak ibunya mengobrol ringan terlebih dahulu bersama Arka yang ia gendong dan ia bawa keluar menemui ibunya.
Hal itu dimanfaatkan oleh Rehan untuk membawa Sekar pergi dari ruang tamu menuju kamarnya.
"Mas, kenapa kamu bawa aku ke sini?" tanya Sekar sedikit protes.
"Sayang, ibu-ibu yang sedang mengobrol dengan Dinda itu adalah ibu mertuaku, aku nggak mungkin kan kasih tahu dia kalau aku selingkuh sama kamu," sahut Rehan cemas.
"Ya lebih baik kamu bawa aku keluar dari sini Mas, jangan sembunyiin aku di kamar. Nanti malah ketahuan."
Sekar mengajak Rehan pergi dari kamar itu melewati pintu samping, hingga tak membuat ibu Andin menyadari bahwa menantunya itu tengah terang-terangan berselingkuh.
"Dinda, kok kamu nggak ajak Ibu masuk si," ucap bu Andin memprotes aksi Dinda yang sejak tadi berdiri mematung.
"Oh, Maaf Bu, ya udah ayo masuk."
Dinda menoleh ke arah ruang tamu, dan setelah melihat tidak ada orang barulah Dinda mengajak ibunya untuk masuk. Kali ini Dinda bisa bernapas lega karena ibunya tak melihat mantu kesayangannya bersama wanita lain.
Dinda tak dapat membayangkan bagaimana jadinya jika orang tuanya sampai melihat Rehan yang bermain dengan wanita lain dan menyakitinya.
"Oh ya Bu, ibu duduk dulu biar aku bikinin minum," ucap Dinda menyodorkan Arka yang sejak tadi ia gendong.
"Iya sayang," jawab ibunya sembari tersenyum.
Dinda pun lantas naik ke lantai dua untuk memanggil Rehan yang ada di kamar. Setelah membawa Sekar keluar melewati pintu samping Rehan langsung masuk ke kamar dan berlagak seolah-olah tidak melakukan apa-apa.
Perlahan Dinda membuka pintu kamar dan melihat Rehan yang sedang memainkan ponselnya. Rehan pun menyadari kedatangan Dinda yang mendekati dirinya.
"Mas, di luar ada ibu," kata Dinda pelan.
"Ibu kamu ngapain si ke sini?" tanya Rahan sedikit cetus tanpa memalingkan tatapannya pada layar ponsel.
"Ya tentu aja mau ketemu sama cucunya lah Mas," cetus Dinda. Ia sadar bahwa suaminya itu sedang kesal, lantaran kencan nya harus diganggu karena kedatangan ibunya.
Rehan mendengus kasar seperti tak mengizinkan jika mertuanya bertemu dengan cucunya sendiri. Wajahnya di lipat seperti pakaian yang baru saja di angkat dari jemuran.
"Mas, kok kamu diem aja sih Mas? Kamu ngga mau nemuin ibu?" Tanya Dinda lagi.
"Ibu? Itukan ibu kamu bukan ibuku." Rehan meraih ponselnya dan memainkannya kembali seperti mengacuhkan perkataan Dinda.
Dinda yang merasa kesal pun langsung merebut ponsel Rehan hingga membuat Rehan marah. Rehan tak sengaja mendorong tubuh Dinda hingga menabrak meja yang ada di kamar mereka.
"BRUKK."
"Awwwwww." Dinda meringis kesakitan sembari memegangi pinggangnya yang terkena ujung meja yang runcing.
Rehan nampak takut bahwa suara yang keluar dari aksinya mendorong Dinda didengar oleh ibu Andin yang ada di bawah.