Chereads / Wanita Lain Di Hati Suamiku / Chapter 12 - Panggilan pelakor dari bibi

Chapter 12 - Panggilan pelakor dari bibi

Bi Iyas panik, rasanya ia tidak tega melihat majikannya yang masih berjuang untuk tetap tegar di hadapan Arka yang sedang terbaring, kini harus merasakan sakit kembali lantaran hinaan dari Sekar yang datang tiba-tiba. Rasanya bi Iyas tidak tega dan memilih untuk mengejar Sekar yang sudah berhasil ia usir.

Bi Iyas berlari menuju parkiran mobil, dan menyadari bahwa Sekar masih berdiri di depan pintu mobil yang belum terbuka itu.

"Pelakor, tunggu!"

Suara bi Iyas melengking menyadarkan Sekar yang sedikit mengenali suara bi Iyas. Benar saja, wanita yang menyebutnya sebagai pelakor adalah asisten rumah tangga Dinda yang berani-beraninya menyebut namanya dengan sebutan itu.

"Apa-apaan lo Bi, kenapa lo memanggil saya seperti itu!" protes Sekar yang melotot tajam ke arah bi Iyas.

"Memang benar, dan pantas, kamu disebut dengan pelakor, karena kamu tega merebut suami dari wanita cantik dan baik seperti non Dinda, apa di dunia ini sudah tidak ada lagi laki-laki yang pantas kamu jadikan kekasih? Sampai kamu jadikan den Rehan sebagai kekasih kamu sementara dengan sadar kamu tahu bahwa den Rehan itu suami dari teman kamu sendiri." omel bi Iyas dengan penuh keberanian.

Plak!!

Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kiri bi Iyas, yang tinggi bi Ihas berbeda jauh dari Sekar, bahkan usia bi Iyas pun beda jauh dari Sekar. Tetapi karena ucapan bi Iyas membuat Sekar marah, membuat Sekar begitu berani menampar bi Iyas.

"Tutup mulut lo, Bi Iyas! Lo itu hanya pembantu di keluarga Dinda, jadi lo nggak usah sok perduli dengan Dinda yang sudah nggak cantik lagi itu!" hardik Sekar tidak terima.

"Non Dinda memang sudah nggak cantik lagi Non, tapi Non tahu kenapa non Dinda seperti itu? Itu karena non Dinda rela mengandung selama sembilan bulan lalu melahirkan putra keturunan untuk den Rehan, " sahut bi Iyas masih begitu berani bertutur di hadapan Sekar.

"Diam Bi, lo mau gue tampar lagi!" hardik Sekar menyimpan kemarahan.

Bi Iyas merasa menang karena sudah berhasil membuat Sekar marah dan meradang, bi Iyas justru tertawa puas tanpa merasa takut bahwa Sekar akan benar-benar menampar nya lagi.

Melihat tingkah bi Iyas yang justru tertawa di hadapan Sekar, membuat Sekar justru merasa bingung dan aneh.

"Lo gila ya, Bi?"

Sekar mengerutkan keningnya dan melipat kedua tangan yang ia letakkan di atas dada, meskipun dalam keadaan marah tetapi Sekar masih berusaha menahan diri untuk tidak melakukan hal konyol terhadap lawannya yang berbeda kasta dengannya.

Dinda yang menyadari bi Iyas belum juga menemuinya lagi itu lantas memilih mencarinya ke seluruh ruangan rumah sakit dan betapa terkejutnya Dinda saat melihat bi Iyas tengah berduaan dengan Sekar di parkiran mobil.

Sekali lagi Sekar yang merasa marah mengangkat tangannya untuk menampar bi Iyas yang kedua kalinya. Namun, sayang tangannya dengan cepat di tahan oleh Dinda hingga tak sempat jatuh dan mengenai pipi bi Iyas.

"Jangan berani-berani lo sentuh Bi Iyas!" Ancam Dinda dengan nada sedikit tinggi.

Dinda keluar bersama Arka setelah mendapatkan informasi bahwa Arka sudah diizinkan untuk pulang.

"Oh jadi lo ada di sini rupanya," kata Sekar menyunggingkan senyumannya. Ujung bibir wanita itu jelas terangkat namun Dinda tak merasa takut sedikitpun untuk melindungi bi Iyas.

Sebelah tangan Dinda yang masih mempertahankan Arka berada di gendongannya mencoba mengusir Sekar dari hadapannya. Namun, Sekar tak pergi begitu saja dari hadapan mereka.

"Lebih baik sekarang lo pergi dari sini!" Ancam Dinda lagi. Tangannya masih kuat mencengkram lengan tangan Sekar hingga Sekar meringis kesakitan.

"Awwww," ucap Sekar lirih saat tangan Dinda semakin kuat mencengkram tangannya.

Dengan sekuat tenaga Sekar menarik tangannya dan mendorong Dinda hingga menubruk bagian belakang mobil yang ada di parkiran itu.

"Awwww."

Kali ini Dinda berteriak keras saat ujung keningnya menabrak belakang mobil berwarna hitam yang ada di parkiran, sementara tangannya masih mencoba melindungi Arka dari benturan sehingga Dinda mengorbankan keningnya terluka begitu saja.

Darah segar pun terlihat muncul di ujung pelipis mata Dinda. Dengan sedikit menahan rasa sakit Dinda menyentuh pelipisnya yang kini telah berdarah.

"Non, Non Dinda ngga apa-apa, Non?" Tanya bi Iyas panik. Tangannya dengan cekatan langsung meraih pundak Dinda untuk melihat luka di kening Dinda dan memastikannya tidak apa-apa.

Sekar yang tak sengaja melakukan hal itu pun sangat terkejut dan ketakutan. Matanya masih membulat sempurna menahan shock akibat dorongan kasar dari Sekar.

"Ah... Ngga apa-apa kok Bi. Aku baik-baik aja," ucap Dinda lirih. Matanya melirik ke arah Arka yang di gendongnya mencoba memastikan keadaannya.

Bi Iyas lantas menoleh ke arah Sekar dengan tatapan yang sangat marah, membuat Sekar yang tadinya sangat berani kini sedikit menciut. Sekar melangkahkan kakinya ke belakang sementara bi Iyas terus berjalan mendekatinya dengan mata melotot.

"Pergi dari sini wanita jalang! Atau aku akan teriak dan kamu akan di tuntut atas ini!" Ancam bi Iyas pada Sekar.

Sekar yang menyadari kesalahannya pun lantas pergi tanpa kata-kata dan menerima hinaan dari bi Iyas yang mengatakannya wanita jalang. Meski itu terdengar seperti hinaan nyatanya itu adalah sebuah fakta dari realita yang selalu di sangkal oleh Sekar.

Bi Iyas kembali beralih pada Dinda yang masih menahan sakit pada pelipis matanya.

"Maafkan saya yah Non, ini semua gara-gara saya. Andai Non Dinda tidak melindungi saya pasti tidak akan terjadi seperti ini," kata bi Iyas dengan raut wajah menyesal.

"Ngga apa-apa kok Bi. Ini bukan salah Bibi. Aku tahu tadi Bibi juga berniat membalas Sekar untukku Bi, tapi Sekar itu wanita licik Bi yang tidak bisa di hadapi sendirian," kata Dinda. Tangannya mengusap kepala Arka yang masih ada di dalam dekapannya.

"Ya sudah Non kalau gitu kita masuk lagi yah Non ke dalam untuk mengobati luka Non, nanti kalau sudah, baru kita pulang." ajak bi Iyas.

Dinda pun menganggukkan kepalanya menuruti saran dari bi Iyas. Dengan langkah kaki yang saling beriringan keduanya kembali masuk ke dalam rumah sakit untuk mengobati luka di pelipis mata Dinda.

Bi Iyas yang menunggu di luar ruangan sembari menggendong Arka pun terlihat sedikit cemas setelah beberapa saat yang lalu dirinya menerima telepon.

Dinda pun keluar dari ruangan perlahan. Kepalanya masih terasa sedikit pusing akibat benturan keras yang membuat pelipis matanya berdarah.

"Ada apa Bi?" Tanya Dinda saat melihat bi Iyas tampak sedikit gelisah.

Bu Iyas tampak tak menjawab untuk beberapa saat karena merasa ragu hingga membuat Dinda harus mengulangi pertanyaannya.

Dinda masih bertanya dengan senyuman yang terlihat sangat tulus dari bibirnya. Tangannya mencoba meraih pundak wanita yang ada di depannya dan meyakinkannya bahwa dia harus menjawab pertanyaan yang di lontarkannya.

"Emmm gini Non, tadi saudara saya yang di kampung telepon dan nyuruh saya pulang karena ada urusan jadi saya mau minta izin sama Non Dinda untuk cuti beberapa hari," kata bi Iyas. Kata-kata polosnya keluar begitu saja dari mulutnya sementara raut wajahnya seperti masih belum tenang karena belum mendapatkan jawaban dari Dinda.

"Apa? Bibi mau pulang kampung bi? Berapa hari?" Tanya Dinda lagi.

"Mungkin sekita 2 sampai 3 hari Non."

Tangannya yang menggendong erat Arka di goyangkannya perlahan saat Arka yang ada di dalam pelukannya tampak bergerak tak nyaman.

Dinda terdiam sejenak memikirkan perkataan dari bi Iyas. Jujur saja Dinda bisa jika mengurus Arka seorang diri namun untuk di tinggalkan bi Iyas rasanya sangat berat karena Dinda sudah menganggap bi Iyas seperti orang tuanya sendiri.

Tidak ada yang tidak bisa Dinda lakukan untuk urusan rumah tangganya namun Dinda sangat membutuhkan orang yang bisa selalu ada di sampingnya apalagi di saat-saat seperti ini. Dinda benar-benar merasa sangat tak mampu jika harus berdiri sendiri.

"Tapi Bibi akan balik lagi kerja di sini kan?" Tanya Dinda.

Dinda terlihat takut bahwa itu hanyalah alasan bi Iyas karena saat ini keluarga Dinda tidak sedang baik-baik saja, matanya menatap tajam bu Iyas yang tak langsung menjawab pertanyaannya.