Rehan yang masih terdiam dalam lamunannya dikagetkan dengan sikap Sekar yang agresif secara tiba-tiba.
"Mas...."
Tanpa rasa malu sekali meraih tangan Rehan dan menggenggamnya, Sekar benar-benar meninggalkan makanannya yang begitu nampak lezat itu hanya untuk merayu Rehan.
Rehan pun langsung menatap kedua mata Sekar yang selalu membuat hati Rehan bergetar. Melihat wajah oriental Sekar membuatnya ingin mencubit pipi Sekar. Namun, menurut Rehan itu tak mungkin karena Cafetaria yang mereka datangi sedang cukup ramai.
"Mas, nanti kita ke hotel yah. Kamu ngga usah pulang, kita nginep aja di hotel," kata Sekar.
Seperti mengetahui akan kode yang diberikan oleh Sekar untuk mereka menghabiskan waktu berdua di hotel. Rehan pun langsung menyunggingkan senyumannya menanggapi perkataan Sekar.
"Emmm boleh. Kebetulan aku juga lagi males pulang. Males banget liat si Dinda," kata Rehan.
Seketika, Sekar menyunggingkan senyuman kemenangan karena berhasil membawa Rehan ke pelukannya dan meninggalkan Dinda yang ada di rumah.
"Ya udah kita makan dulu yuk, aku udah laper nih," ajak Rehan. Tangannya mencoba meraih garpu dan pisau di depannya untuk memakan steak yang telah di pesannya.
"Iya Mas." Sekar menganggukkan kepalanya.
Mereka memakan makanan mereka dan setelah itu Rehan mengikuti Sekar yang telah mengusulkan untuk mereka menginap di hotel malam itu.
Selama perjalanan Sekar terus saja bergelayutan seperti anak kucing yang menempel pada induknya. Sekar terus mendekap lengan Rehan yang berotot. Rehan yang menikmati setiap sentuhan dari Sekar pun tak merasa risih dan justru membiarkannya terus menempel padanya.
Laju mobilnya di pacu dengan kecepatan sedang di tengah pencahayaan yang remang-remang. Sebuah gedung bertingkat 10 di datangi oleh Rehan dan Sekar.
Sebuah gedung elite tempat mereka akan bermalam. Sekar bukan lah berasal dari golongan kaya dan yang memiliki harta berlimpah, tetapi Rehan selalu memanjakan Sekar dengan harta miliknya, jadi tak heran jika Rehan memilih hotel bintang 5 untuk bermalam dengan segala kemewahannya.
"Ayo Mas kita masuk," ajak Sekar sembari menyelipkan tangannya pada tangan Rehan.
Mereka check in di hotel bintang lima itu untuk semalam saja. Mereka menyewa satu kamar di lantai 7 dengan biaya yang lumayan fantastis untuk satu malam.
Bak pasangan suami istri, Sekar terus menggandeng tangan Rehan bahkan sampai mereka masuk ke dalam lift yang hanya terisi mereka berdua.
"Mas, kamu kenapa sih nggak mau ceraikan si Dinda?" Tanya Sekar tiba-tiba. Sekar seolah ingin mendengar lagi alasan Rehan mempertahankan Dinda.
"Sayang, kamu kan tahu kalau aku itu punya anak dari dia dan anak itu juga masih kecil banget sayang. Mana mungkin sih aku ninggalin Dinda," kata Rehan mencoba menjelaskan.
"Tapi kamu udah ngga cinta kan sama si Dinda?" Tanya Sekar lagi seperti tak percaya.
"Ya engga dong sayang. Aku cuma cinta sama kamu aja. Kamu kan tahu kita udah jalanin hubungan ini lama banget jadi kamu pasti tau dong seberapa besar cinta ini sama kamu." Rehan mencubit dagu Sekar pelan hingga membuat Sekar memonyongkan bibirnya bertingkah sok imut pada Rehan.
"Bener yah." Sekar mencoba memastikan.
"Iya dong sayang." Rehan kembali membelai rambut Sekar.
Pintu lift pun terbuka dan pembicaraan mereka berhenti sampai di situ, sementara langkah kaki mereka masih beriringan untuk memasuki kamar yang telah mereka pesan.
Dengan tenangnya Sekar masuk ke dalam kamar bersama dengan Rehan yang jelas-jelas masih memiliki istri.
Sekar melemparkan tasnya ke atas ranjang dan duduk di pinggiran ranjang dengan tatapan mata yang saling beradu.
Keduanya tampak sangat senang karena bisa memiliki waktu berdua untuk dihabiskan bersama. Dengan langkah pasti, Rehan semakin mendekati tubuh Sekar dan meraih pinggang Sekar agar lebih dekat dengannya.
"Sekar.... Aku sayang banget sama kamu," bisik Rehan di telinga Sekar. Hembusan nafas Rehan terasa hangat di telinga Sekar.
"Iya Mas, aku juga sayang banget sama kamu," jawab Sekar dengan senyuman manisnya yang menggoda.
Jarum jam masih terus berputar dan keduanya pun bercumbu ria di dalam ruangan kamar yang lumayan besar, bahkan lebih besar dari ruangan kamar Rehan di rumahnya.
Derttt....
Derttt....
Di tengah-tengah konsentrasi saat bercumbu, Rehan tiba-tiba dikejutkan dengan deringan ponselnya yang ada di saku celananya.
Seketika itu juga Rehan menghentikan aksinya di tengah nafasnya yang masih tersengal-sengal. Tangannya berusaha meraih ponsel yang ada di saku celananya dan melihat nama yang tertera di muka ponsel.
"Siapa Mas?" Tanya Sekar.
"Dinda," sahur Rehan singkat sembari matanya masih menatap ke arah nama yang tertera di ponselnya.
"Ada apa yah Dinda telpon?" Tanya Rehan sembari menatap Sekar seolah meminta izin pada Sekar untuk mengangkat panggilan dari Dinda. Sementara ponselnya yang berdering masih di abaikan oleh Rehan.
Dengan kasar Sekar melepaskan tangan Rehan yang masih memegang erat pinggangnya dan beralih ke pinggiran ranjang.
"Ya udah angkat aja," kata Sekar dengan raut wajah tak suka.
"Kamu tenang aja yah sayang, aku nggak bakalan aneh-aneh kok sama Dinda." ungkap Rehan yang kemudian menjawab panggilan dari Dinda
Rehan berjalan sedikit menjauhi Sekar dan berbicara pada Dinda dengan nada suara yang sedikit kasar.
[Ngapain sih kamu telpon-telpon aku?] tanya Rehan dengan nada tinggi.
[Halo mas. Mas, kamu ada di mana mas? Ini anak kita badannya panas banget. Kita harus bawa ke rumah sakit lagi mas,] kata Dinda dengan suara panik.
[Ya sudah, tinggal kamu bawa saja ke rumah sakit. Ribet amat sih!] Rehan masih tak peduli dengan darah dagingnya yang sedang sakit.
[Mas, aku butuh kamu mas. Aku mau kamu ikut nemenin aku ke rumah sakit. Dia kan juga anak kamu mas!] Dinda menegaskan.
[Duh ribet banget sih kamu ini! Ngurus anak satu aja ngga becus,] kata Rehan sembari mendengus kasar. [Ya udah aku pulang sekarang.] kata Rehan akhirnya.
Tanpa basa-basi Rehan langsung menutup obrolannya dengan Dinda dan menaruh lagi ponselnya ke dalam saku celananya.
Rehan membalikkan badannya dan melihat wajah Sekar yang telah kusut. Rehan tahu jika Sekar pasti akan marah jika mengetahui dirinya harus pulang dan meninggalkannya.
"Kamu mau pulang, kan?" Tanya Sekar tanpa menatap mata Rehan.
"Maafin aku ya, sayang. Tapi anakku sedang sakit, jadi aku harus pulang. Maaf yah, aku janji akan menghabiskan waktu berdua sama kamu lain kali," kata Rehan sembari meraih jasnya yang ada di atas kasur.
Rehan pun mengecup kening Sekar dengan lembut, meski Sekar tak memberikan reaksi apapun. Dengan langkah terburu-buru Rehan meninggalkan Sekar sendirian di dalam kamar hotel itu.
"Sial, si Dinda itu bisanya cuma gangguin orang aja sih!" umpat Sekar.
Di ruangan hotel yang sangat besar, Sekar terpaksa menghabiskan waktu sendirian tanpa Rehan, padahal sebelumnya Sekar berpikir akan bersenang-senang dengan Rehan semalaman.
Tangan Sekar mengepal karena merasa sangat marah pada Dinda. Dalam hati Sekar bersumpah akan benar-benar merebut Rehan dari Dinda bagaimanapun caranya.
Dengan segala yang di milikinya, Sekar yakin dirinya akan bisa merebut Rehan dari tangan Dinda, apalagi Sekar tahu jika Rehan sangat mencintainya.
"Tunggu pembalasanku, Dinda!" ungkap Sekar memangku tangannya.
Di perjalanan Rehan pun ikut merasa kesal lantaran hasrat yang seharusnya ia curahkan pada Sekar harus tertunda lantaran kabar dari Dinda, rasanya ia sangat dongkol lantaran harus diganggu oleh kabar itu.
Sementara di tempat lain Dinda menunggu dengan cemas, karena Rehan tak kunjung tiba. Dinda ke sana ke mari sembari membuka tirai jendela memastikan kedatangan Rehan dari balik jendela itu.