Tibanya di rumah, dengan kesal Rehan melangkahkan kakinya masuk, Rehan sudah disambut dengan kehadiran Dinda yang menunggu di depan pintu dengan cemas.
"Mas, syukur lah kamu sudah datang. Ayo Mas, bawa Arka ke rumah sakit," ajak Dinda buru-buru mengajak Rehan pergi.
"Kamu kenapa harus menunggu aku si, Dinda. Kenapa kamu nggak ajak pak Tio saja yang mengantarkan kamu ke rumah sakit!" protes Rehan yang tidak langsung memenuhi ajakan Dinda.
"Mas, ini sudah malam. Arka ini anakku dan anak kamu, ya kita dong Mas, yang harus bertanggung jawab, lagi pula kamu malam ini mau ke mana si, sampai nggak mau aku mintain tolong?" tanya Dinda yang sebenarnya sudah tahu bahwa Rehan sedang menikmati kencannya bersama Sekar.
"Kamu tidak perlu tahu, itu. Sekarang ayo kita berangkat." jawab Rehan setengah hati.
Dinda pun melupakan pertanyaannya dan mendahulukan Arka yang membutuhkan pertolongan itu, Dinda sengaja mengajak bi Iyas untuk ikut bersamanya, agar bi Iyas bisa bergantian menjaga Arka dengannya.
Tidak ada obrolan apapun selama di mobil, lantaran Rehan merasa bersalah dengan Sekar yang saat ini pasti masih ada di hotel itu. Rasanya akan sangat rugi sekali jika ia tidak mendapatkan apa-apa, karena Rehan sudah membayar hotel itu untuk satu malam.
Tibanya di rumah sakit, Dinda dengan cepat turun dan membawa Arka ke ruang IGD. Untuk diperiksa lebih lanjut apa yang terjadi pada putra semata wayangnya itu.
Setelah menunggu hampir sekitar dua puluh menit, dokter itupun keluar menemui Dinda dan juga Rehan. Buru-buru Dinda menghampiri dokter itu untuk menanyakan keadaan putranya.
"Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Dinda cemas.
"Sepertinya karena faktor cuaca, Nyonya. Putra Anda menjadi mudah panas, apa Arka meminum asi Anda?" tanya dokter itu kembali untuk memastikan.
"Benar Dok, Arka memang meminum asi saya." jawab Dinda mengerutkan kening, rasanya ingin sekali bertanya ada apa, tetapi mulutnya serasa tidak mampu mengungkapnya.
Dokter itupun melempar senyum, sementara Rehan sama sekali tidak mau peduli. Ia justru asik memainkan ponselnya saat dokter menjelaskan keadaan Arka.
"Apa asi Anda tidak mencukupi, Nyonya?" tanya dokter itu.
Dinda terdiam, beberapa hari terakhir ini memang ada masalah yang sebenarnya tidak ingin ia ungkapkan, sebagai seorang istri mana mungkin Dinda tidak memikirkan Rehan sebagai suami yang lebih memilih bersama wanita lain dibanding dirinya sebagai istri sah.
"Benar, Dok. Asi saya memang tidak lancar, saya sendiri tidak tahu kenapa," sahut Dinda lesu, Dinda pun tidak mungkin menutupi semua itu pada dokter Via.
Karena beberapa hari belakangan ini Dinda memang tidak lagi memerah asi, bahkan Arka merasa tidak puas setelah meminum asi ibunya.
"Mungkin asi Nyonya ada masalah, sebaiknya jangan terlalu stres berkepanjangan, Nyonya. Kasihan putra Anda, kalau tidak nanti bisa ditambah dengan makanan tambahan untuk seusia putra Anda. jelas dokter itu dengan gamblang.
Dinda hanya mampu melempar senyum, dan menganggukkan kepala saat dokter memberitahukan masalah dirinya, Rehan bangkit dengan kemarahan yang ia tunjukkan pada Dinda.
"Dinda, kenapa bisa kamu kekurangan asi seperti ini? Bukannya kamu harus menyusui Arka selama dua tahun!" sergah Rehan menatap tajam Dinda.
"Mas, aku sendiri tidak tahu kalau asiku tidak lancar. Itu semua karena kamu yang membuat aku tidak fokus mengurus anak, karena kamu berselingkuh!" bisik Dinda tak kalah cetus.
Dalam keadaan suasana dokter yang masih berdiri di hadapan Rehan dan Dinda, mereka berdua masih sempat bertengkar dan saling menyalahkan.
Dokter Via pun akhirnya berpamitan untuk pergi lantaran Rehan dan Dinda masih saling beradu.
"Ini salah kamu, Dinda. Aku akan sangat marah jika Arka terjadi apa-apa!" ancam Rehan memilih masuk terlebih dahulu menjenguk Arka.
Dinda semakin kacau, pikirannya semakin tidak karuan saat Rehan mengatakan hal itu padanya, padahal sebenarnya Dinda memikirkan masalah itu sungguh dengan tenaga dan pikiran.
"Non, jangan sedih ya, anggap saja den Rehan itu sedang mabuk. Makanya bisa berbicara seperti itu," kata bi Iyas yang mendekati Dinda, memberikan solusi.
"Saya hanya tidak sengaja, Bi. Kenapa mas Rehan sebegitu nya menyalahkan saya, padahal saya seperti ini karena semata-mata memikirkan dia yang justru sedang asik berduaan dengan Sekar, wanita kotor itu yang membuat saya menjadi seperti ini." jawab Dinda menumpahkan rasa kecewanya.
Dinda menyeka air matanya, terasa sekali beberapa bulan sejak kelahiran Arka Dinda banyak berubah, seperti wanita yang mengalami gangguan baby blouse yang sangat tertekan batin lantaran masalah yang ia lewati pasca melahirkan, hingga membuat asi yang seharusnya dibentuk dengan baik oleh sistem tubuh, menjadi berkurang hingga membuat Arka kekurangan asi dari ibunya.
Bi Iyas begitu memahami, bahkan kehadiran bi Iyas sangat cukup berarti untuk Dinda. Karena setelah melahirkan, Dinda sama sekali tidak membagikan semua masalah yang baru saja menimpa rumah tangganya itu kepada kedua orang tuanya.
Karena jika Dinda menceritakan, otomatis semua rencana Dinda akan berakhir pada lain cerita, karena Dinda tahu betul sikap kedua orang tuanya yang begitu mencintai dirinya.
Tidak mungkin orang tua akan mudah menerima begitu saja, jika putrinya ternyata disakiti oleh suaminya.
"Non, lebih baik kita ikut masuk, kita jenguk den Arka," ajak bi Iyas yang membuyarkan lamunan Dinda.
"Iya, Bibi benar. Ya sudah, ayo kita masuk, rasanya tidak penting sekali membahas perasaan saya di saat seperti ini." jawab Dinda yang akhirnya mengakhiri semua lamunannya.
Saat berada di ruangan bersama, Dinda bersebrangan dengan Rehan yang sedang memperhatikan putra kecilnya itu. Rehan menatap penuh curiga saat berada sangat dekat dengan wajah Arka.
"Dinda, kenapa wajah Arka tidak sama sekali mirip dengan wajahku?" tanya Rehan menatap Dinda dengan penuh kecurigaan.
"Apa maksud kamu, Mas? Apa kamu pikir aku telah mengkhianati pernikahan kita? Sama halnya seperti kamu yang telah berselingkuh dengan mantan kekasih kamu, itu!"
Dinda naik darah, rasanya pertanyaan Rehan sangat menganggu harga dirinya yang selalu ia jaga selama ini. Suara Dinda melengking karena tidak terima dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rahan.
"Kalau kamu tidak melakukannya, kenapa kamu harus memekik, Dinda. Bicaralah dengan bahasa yang lemah lembut, untuk membuktikan kalau kamu tidak melakukan itu." jelas Rehan yang terlihat tidak merasa berdosa dengan kata-katanya.
Kali ini Dinda tidak bisa mentoleransi lagi ucapan Rehan, ia ingin sekali bahwa malam ini ia tidak melihat wajah tampan Rehan yang begitu memuakkan, dengan cepat Dinda menarik pergelangan tangan Rehan dan menyeretnya keluar.
"Keluar kamu dari ruangan ini, Mas, pergi kamu dari sini!" bentak Dinda yang menahan air matanya.
"Dinda, apa-apaan kamu! Tadi kamu menyuruhku pulang, sekarang kamu justru mengusirku dengan tidak hormat seperti ini," protes Rehan yang memperhatikan sekeliling lorong rumah sakit itu.
Beberapa para penjenguk itupun saling memandangi Rehan dan Dinda yang sedang bertengkar, hal itu tentu saja membuat Rehan sangat malu lantaran mendapatkan perlakuan itu dari Dinda.
"Itu berlaku beberapa jam yang lalu, Mas. Sekarang aku sudah tidak butuh kamu lagi, lebih baik. Kamu pergi dari sini!" titah Dinda dengan cepat menutup kembali pintu ruangan itu.
Rehan benar-benar dibuat malu oleh Dinda, serasa harga dirinya ternodai lantaran sikap Dinda yang lemah ternyata mampu mengusirnya dengan kasar, hanya karena pertanyaannya yang sepele.
Dinda menyandarkan tubuhnya di daun pintu, kali ini ia benar-benar tidak bisa menahan air mata.